Penyakit perlemakan hati, khususnya yang nonalkohol (nonalcoholic fatty liver disease / NAFLD) telah menjadi penyakit epidemik global. Lebih dari satu juta orang di seluruh dunia mengalami kondisi ini. Diperkirakan jumlahnya semakin meningkat >50% pada 2030 nanti.
Perlemakan hati terjadi ketika organ hati tertutup lemak >5% dari berat total hati. Bisa disebabkan oleh tingginya konsumsi alkohol– disebut alcoholic fatty liver disease – dan yang bukan karena konsumsi alkohol (NAFLD).
Ketika perlemakan hati sudah berjalan beberapa waktu, ada kemungkinan penderitanya mengalami rasa sakit di perut bagian kanan atas, kelelahan, dan penurunan berat badan. Ada pula gejala lain seperti mual, linglung, ataupun sulit berkonsentrasi. Kulit bagian leher ataupun ketiak tampak kehitaman.
Sekilas, gejala fatty liver bisa saja disalahartikan dengan gangguan lambung. Misalnya, peradangan pada dinding lambung atau maag. Gejalanya hampir serupa yaitu mual, muntah, dan kehilangan nafsu makan. Namun, rasa nyeri akibat maag biasanya pada perut bagian atas. Jika sudah parah, bisa diiringi muntah darah atau tinja berwarna merah.
Bagi Anda yang belum pernah mendengar tentang NAFLD, penyakit ini bisa berkembang menjadi peradangan hati (nonalcoholic steatohepatitis) yang berisiko pasien harus melakukan transplantasi hati.
Baca juga : 3 Cara Turunkan Risiko Perlemakan Hati
Menurut Kristin Kirkpatrick, MS, RD, ahli nutrisi dari Cleveland Clinic Wellness Institute, Amerika Serikat, NAFLD sebagian besar dipicu oleh obesitas, gaya hidup tidak aktif dan pilihan diet tinggi lemak. Pada tahap awal, kondisi ini masih bisa diperbaiki, “Namun saat sudah terjadi banyak kerusakkan, menjadi kondisi yang menakutkan,” ujarnya.
Faktor risiko
- Usia. Penyait ini terjadi secara perlahan-lahan, membutuhkan waktu tahunan sampai ia menjadi berbahaya. Itu sebabnya usia ikut berperan dalam perkembangan penyakit ini. Anak-anak yang gemuk dan tetap gemuk (bahkan obesitas) saat ia dewasa, berisiko lebih besar menderita NAFLD. Demikian pula orang dewasa yang telah gemuk dalam waktu lama.
- Etnik. Orang-orang Asia dan Hispanik tercatat lebih berisiko mengalami perlemakan hati.
- Gen. Studi menyatakan, mereka yang memiliki gen PNPLA3 adalah kelompok berisiko tinggi.
- Pola diet ibu hamil. Pola makan ibu saat mengandung, ternyata berpengaruh meningkatkan risiko NAFLD pada bayi/anaknya. Riset pada hewan menemukan, diet tinggi lemak saat hewan itu hamil menyebabkan perubahan organ hati janin. Sesudah melahirkan, risiko bayi hewan tersebut mengalami penyakit hati semakin tinggi.
- Bentuk tubuh. Mereka yang memiliki bentuk tubuh ‘apel’, di mana lemak tertumpuk di area perut, lebih berisiko menderita NAFLD, dibanding mereka yang berpostur buah ‘pear’ (lemak lebih banyak di pinggang, pantat dan paha).
- Gender. Wanita cenderung lebih gampang mengalami perlemakan hati dan komplikasi kardiovaskuler, dibanding pria. (jie)