Diet paleo berasal dari kata paleolitikum, yang berarti zaman batu. “Makan seperti manusia gua yang belum bisa bercocok tanam, hanya mengambil yang ada di alam,” ujar dr. Diana. Dalam diet paleo, yang dimakan hanya makanan asli, sama sekali tidak ada makanan yang diproses. “Sebetulnya ini bagus karena tidak ada bahan pengawet, penyedap dan bahan aditif lain,” ujar dr. Diana.
Masalahnya, biji-bijian yang diolah termasuk makanan proses menurut diet paleo. Sehingga tidak boleh makan roti, mie bahkan nasi. Padahal, kita pun membutuhkan zat-zat gizi dalam biji-bijian. Biji-bijian utuh adalah sumber serat yang sangat baik.
Tanaman yang ditumbuhkan dengan cara bercocok tanam pun ditiadakan, misalnya legume (kacang-kacangan dan polong-polongan). “Maka, asuapan proteinnya jadi tidak lengkap karena hanya berasal dari sumber hewani. Kacang-kacangan adalah sumber protein nabati. Kita membutuhkan protein hewani dan nabati agar lengkap dan siembang,” tutur dr. Diana.
Susu dan produk susu juga tidak termasuk diet paleo. "Padahal, susu dan produk susu adalah sumber kalsium dan vitamin D, ucap dr. Diana. Selain itu, hewan ternak yang diperbolehkan hanyalah yang memakan makanan alam. Misalnya sapi yang makan rumput atau ayam yang memakan biji-bijian.
Di satu sisi, diet paleo bagus baik karena sumber makanannya sehat. “Tapi repot sekali. Kalau makan di luar misalnya, kita kan tidak tahu ayam atau sapi itu makanannya apa,” ujar dr. Diana. Berapa lama kita bisa bertahan betul-betul memilih sumber makanan yang “jelas”? Selain itu, diet paleo juga membuat pilihan makanan jadi lebih terbatas, akhirnya kita bisa kekurangan salah satu nutrisi. (nid)