Janin mendapat asupan oksigen dan nutrisi untuk tumbuh kembangnya dari ibu, yang dialirkan melalui pembuluh darah ke plasenta. “Sehingga harus dipastikan bahwa pembuluh darah ibu hingga ke pembuluh darah perifer harus dalam kondisi sehat, tidak menyempit,” ungkap dr. Irvan Adenin Sp.OG(K), Konsultan Fetomaternal dari RSAB Harapan Kita, Jakarta, dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Ngobras (18/12/2017).
Umumnya, kelainan pembuluh darah saat hamil disebabkan oleh hipertensi. Kondisi ini pula yang merupakan penyebab utama gangguan pertumbuhan janin dan preeklamsia.
Gangguan pertumbuhan yang dialami janin selama dalam kandungan atau IUGR (intra uterine growth retardation) sebenarnya bisa diketahui bila ibu rutin memeriksakan kehamilan ke dokter kandungan. Melalui anamnesis (tanya jawab), pemeriksaan kondisi ibu, serta pemeriksaan dengan alat bantu misalnya USG dan CTG (alat untuk menghitung pola denyut bayi dengan kontraksi rahim), gangguan pertumbuhan janin bisa dideteksi. Misalnya bila janin kekurangan oksigen maka ada gambaran berupa denyut jantung janin yang terganggu.
Jangan anggap remeh USG, “USG merupakan temuan luar biasa dalam kedokteran.” Menurut dr. Irvan, terobosan USG sama canggihnya dengan penemuan antibiotik. USG mengubah paradigma dalam praktik kedokteran sehari-hari. “Pertumbuhan janin terhampat (PJT), kelainan bawaan pada janin, hingga prediksi preeklamsia bisa dideteksi dengan USG,” imbuhnya.
Pemeriksaan dengan USG perlu dilakukan minimal tiga kali sepanjang masa kehamilan. Pertama yakni di trimester satu (kehamilan 6-24 minggu), untuk mengetahui usia kehamilan secara akurat; haid terakhir tidak bisa dijadikan patokan yang akurat.
USG kedua perlu dilakukan di usia kehamilan 18-24 minggu. “Ini masa yang tepat untuk melihat kecacatan janin. Juga untuk mengukur aliran darah ke rahim, untuk melihat risiko gangguan tumbuh kembang janin dan preeklamsia,” tuturnya.
USG ketiga pada minggu 32-34 bermanfaat untuk memastikan manifestasi pertumbuhan janin. Bila sejak awal (sebelum hamil) sudah ada penyempitan pada pembuluh darah ibu, barulah di periode ini muncul manifestasi gangguan. “Di awal kehamilan, belum ada kebutuhan besar-besaran dari janin sehingga kehamilan tampak baik-baik saja,” ujar dr. Irvan. Namun di minggu 33-34, pertumbuhan janin berjalan sangat cepat, dan ia membutuhkan oksigen dan nutrisi dalam jumlah banyak. “Bila pembuluh darah ke rahim menyempit, ibu mulai mengalami keluhan, antara lain sesak nafas. Gangguan pertumbuhan janin pun bisa terdeteksi,” paparnya.
Dampak PJT pada janin fatal; 26% bayi meninggal akibat gangguan ini. Janin bisa kejang-kejang akibat kekurangan oksigen, mengalami retardasi mental, cerebral palsy, dan jika lahir selamat saat dewasa berisiko terhadap diabetes dan hipertensi. Namun sesungguhnya, 70% kematian akibat PJT bisa dicegah, bila kelainan bisa dikenali sebelum usia kehamilan 34 minggu.
PJT yang terdeteksi dini masih bisa ditangani. Yakni dengan bedrest total untuk meningkatkan aliran darah ke janin, dan memperbaiki asupan nutrisi ibu. Namun jika PJT terdeteksi di minggu 34, pilihan terbaik adalah bayi dilahirkan secara dini. “Karena bila dibiarkan dalam rahim seperti orang dipenjara. Tidak mendapat asupan makanan dan oksigen dengan baik sehingga janin berisiko meninggal akibat hipoksia (kekurangan oksigen di otak),” tegas dr. Irvan.
Diagnosis PJT dilakukan dengan berbagai pemeriksaan. Antara lain USG Doppler untuk mengukur kecepatan aliran darah tali pusat, kurva pertumbuhan janin, pemeriksaan jumlah air ketuban, CTG dan perbandingan lingkar kepala janin dengan lingkar perutnya.
Ibu, peliharalah kesehatan pembuluh darah, agar kehamilan berlangsung sehat dan lancar. Bila memiliki hipertensi dan diabetes, penyakit harus kendalikan. (nid)