Arya Permana - Dulu 192 Kilo, Sekarang Langsingan | OTC Digest

Arya Permana - Dulu 192 Kilo, Sekarang Langsingan

Berat badannya hampir menembus angka 200 kg; tepatnya 192 kg. Bahkan pemain olahraga tradisional Jepang, sumo, sekalipun jarang yang sampai seberat ini. Sedangkan Arya Permana dari Desa Cipurwasari, Karawang, Jawa Barat, baru berusia 10 tahun (2016). Dengan berat badan yang sedemikian ekstrim, Arya tidak mampu banyak bergerak.

Murid kelas 4 SD itu terpaksa berhenti karena tak lagi mampu berjalan ke sekolah. Sehari-hari Arya hanya makan atau berendam di bak mandi selama berjam-jam, untuk mendinginkan badan. “Berjalan 10 – 20 meter ia sudah merasa lelah, sesak napas,” papar sang ayah Ade Somantri (41 tahun).

Berkat pemberitaan yang masif di media, pemerintah Kabupaten Karawang tergerak untuk membantu dan melakukan upaya penyelamatan bagi Arya. Bocah yang awalnya hobi bermain bola ini dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung. Sebuah tim berjumlah 13 dokter spesialis dibentuk khusus untuk menangani Arya. Terdiri dari ahli gizi anak, endokrin (hormon) anak, tumbuh kembang, patologi klinik, radiologi, ortopedi anak, rehabilitiasi medik, sampai psikiater anak.

Pemeriksaan menyeluruh menunjukkan, walau mengalami obesitas ekstrim, Arya tidak mengalami komplikasi organ dalam. Fungsi jantung, paru-paru dan ginjal normal. Tidak ada komplikasi berupa diabetes atau darah tinggi. Program diet disusun dengan hati-hati untuk menurunkan berat badan Arya, mengingat ia masih dalam taraf tumbuh kembang. Jangan sampai ia kurang gizi.

Dengan kontrol makan dan memperbanyak aktivitas fisik, berat badan Arya mulai turun. “Di RS Hasan Sadikin kami mendapat banyak ilmu dari dokter, untuk mengatur pola makan Arya. Setiap bulan, ada penurunan 1-1,5 kg,” kata Ade. “Dalam 8 bulan, beratnya turun dari 192 kg menjadi 186 kg.”

Pemantauan ketat dilakukan tim doker. Jarak jelajah Arya bertambah; ia bisa berjalan sampai 50 m dan bisa kembali masuk sekolah. Ia juga kembali bisa bermain dengan teman-teman. Olahraga ringan dilakukan Arya. Ia jalan santai memutari halaman sekolah tiap sore sekitar 15 menit. Atau, angkat barbel. Teman-temannya memberi dukungan, dengan datang ke rumah Arya. Sesekali ada yang bertanya soal pelajaran sekolah; di kelas 1 dan 2 dulu Arya selalu ranking pertama.

Sempat terjadi perubahan waktu tidur dan pola makan, 6 bulan lalu. Ade Somantri menceritakan, di malam hari anaknya itu tidak bisa tidur. Mata baru bisa terpejam pukul 04.30 pagi dan terus tidur sampai jam 16.00. Ia beraktivitas dan makan, saat orang lain tidur.

Penyebabnya tidak diketahui. Namun, kondisi ini mempengaruhi program penurunan berat badan. “Setelah konsultasi, kami terapkan apa yang disarankan dokter. Alhamdulillah sudah 3 bulan ini ia bisa tidur normal,” Ade tersenyum lega.

Potong lambung

Kisah ini tak disangka terdengar sampai ke Eropa. Sebuah stasiun televisi dari Inggris membuat peliputan khusus tentang Arya. Stasiun TV itu mempertemukan Arya dan keluarga dengan tim dokter baru, dari RS OMNI Alam Sutera, Tangerang.

“Diadakan sesi tanya jawab. Saya mengajukan banyak pertanyaan, apa dampak bagi Arya jika ia terus begini. Adakah solusi agar yang kamI kuatirkan tidak sampai terjadi,” urai Ade.

Tim dokter beserta keluarga sepakat untuk dilakukan bedah bariatrik. Yakni operasi potong lambung, agar jumlah makanan yang mampu ditampung berkurang. “Karena sudah diberi penjelasan dan alat yang dipakai kecil-kecil, Arya berani dioperasi,” kata Ade.

Pada 17 April 2017, operasi bedah bariatrik dilakukan tanpa memungut biaya, karena bagian dari tanggung jawab sosial (corporate social responsibility / CSR) rumah sakit. Dua minggu setelah operasi, Arya hanya boleh mengasup cairan/susu. Tujuannya untuk memberi kesempatan lambung memulihkan diri (mengistirahatkan lambung). Setelah lambung sembuh sempurna, berangsur-angsur dapat menerima makanan; mulai dari makanan lembut, lunak/lembek sampai yang padat.

“Tadi pagi Arya sarapan bubur untuk pertama kali. Sebelumnya hanya boleh diberi susu,” ucap Ade. Wawancara dilakukan di rumah sakit bersamaan dengan waktu kontrol, 2 Mei 2017. Berkat operasi potong lambung, dalam dua minggu berat Arya merosot dari 186 kg menjadi 169 kg.

Bedah bariatrik dapat dimanfaatkan sebagai tindakan penyelamatan nyawa penderita obesitas, yang susah menurunkan berat badan dengan metode diet dan olahraga. Teknik yang diterapkan pada Arya, dikenal dengan sleeve gastrectomy. Yakni mengecilkan ukuran lambung hingga tinggal 1/3 ukuran asli; menyisakan lambung kira-kira seukuran pisang ambon.

Dengan demikian, makan 4 sendok makanan saja sudah terasa kenyang. Rasa lapar pun jauh berkurang karena hormon ghrelin yang diskresi di lambung pun ikut berkurang. Ghrelin adalah hormon yang menimbulkan rasa lapar.

20 minuman manis per hari

Pada dasarnya, bocah yang bercita-cita menjadi masinis ini anak yang normal, tidak memiliki kelainan hormon yang membuatnya obesitas ekstrim. Ia lahir normal dengan berat 3,8 kg dan saat balita berat badannya seperti anak-anak seusia.

Menginjak usia 5 tahun, nafsu makannya tak terkontrol. Awalnya Ade dan Rokayah (istri) bangga dengan keadaan anaknya. Mereka merasa berhasil merawat anak, karena Arya tak kurus seperti teman-temannya.

Lambat laun, pasangan suami istri ini khawatir. Menginjak umur 9 tahun penambahan berat badan Arya sangat mengerikan; dalam setahun berat badannya 72 kg. “Satu hari ia bisa minum 20 gelas minuman dingin. Makan mie instan 3 kali sehari dan sekali makan dua porsi plus telur,” kenang Ade. “Kalau dilarang dia marah, nangis sambil guling-guling di lantai.” Bila belum kenyang, ia makan nasi lagi, bisa 6x sehari.

Pemeriksaan oleh tim dokter RSHS mendapati, obesitas yang diderita Arya murni karena kelebihan kalori. Psikolog menganalisis, perilaku marah Arya bukan karena penyimpangan kepribadian. Itu marah biasa karena orangtua selalu memenuhi keinginan Arya tiap kali ia merengek.

Kini, kedua orangtua Arya tersenyum melihat perkembangan kondisi anaknya. Banyak perubahan yang terjadi. Selain fisiknya susut, perilakunya terkontrol. Arya bisa menerima alasan-alasan orangtua, saat mereka menolak memberikan hal yang ia minta. Ia sudah bisa tidur terlentang dan tak lagi mendengkur, yang menandakan tak lagi ada hambatan di saluran napas. Dulu, Arya hanya bisa tidur sambil duduk bersandar.

“Dulu Arya seperti kura-kura, lehernya tidak kelihatan. Sekarang sudah ada lehernya, seperti angsa hahaha,” Ade tertawa. (jie-nid)