vaksin kombinasi praktis membantu meningkatkan cakupan imunisasi

Vaksin Kombinasi Praktis, Juga Membantu Meningkatkan Cakupan Imunisasi

Wabah difteri masih menghantui berbagai daerah di Tanah Air. Akhir Maret 2013, delapan anak usia SD dan SMP di Kota Mojokerto, Jawa Timur, positif terkena penyakit mematikan ini. Mulai ditemukan di Mojokerto sejak tahun 2011, penyebaran difteri kini merata di hampir 18 kelurahan. Di Bangkalan, Madura, sejak awal tahun hingga Maret 2013, sudah 45 warga terserang difteri. Angka ini bisa bertambah, apalagi mengingat jumlah penderita difteri di Bangkalan tahun lalu (2012) mencapai 69 orang (enam di antaranya tidak tertolong). Indikasi difteri juga dilaporkan di Madiun (Jawa Timur) dan Cianjur (Jawa Barat), meski baru satu kasus. Difteri tidak boleh dianggap enteng. Selama 2005-2012, 1.789 orang dirawat akibat difteri, dan 91 di antaranya meninggal.

Tidak hanya difteri yang mengancam anak-anak Indonesia. Masih hangat dalam ingatan, tahun 2005-2006 polio kembali menjangkiti Bumi Pertiwi, menyebabkan 385 anak lumpuh. Tahun 2009-2011, campak kembali merebak; 5.818 anak dirawat di RS, 16 di antaranya meninggal. “Kita tidak ingin hal-hal seperti ini terulang lagi,” ujar Prof. Dr. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp.A(K), Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta.

Sangat disayangkan, wabah penyakit-penyakit tersebut terjadi hanya karena kurangnya imunisasi. Saat wabah difteri di Jawa Timur tahun 2005-2012, “Sebanyak 40% anak yang terjangkit tidak pernah mendapat imunisasi, dan 40% lainnya mendapat imunisasi tapi tidak lengkap,” terang Dr. dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), Msi, Sekretaris Satgas Imunisasi IDAI.

Prof. Sri menegaskan, cakupan imunisasi idealnya minimal 80% dari target populasi. “Ini penting untuk menciptakan herd immunity. Makin menular penyakit, cakupannya harus makin tinggi,” ujarnya. Mengenaskan, Indonesia termasuk salah satu dari 10 negara yang bayinya banyak tidak diimunisasi; sekitar 1,3 juta anak Indonesia tidak mendapat imunisasi, setara dengan negara-negara di Afrika.

Sebagian orangtua masih khawatir akan efek samping imunisasi, atau tidak tega memberikan begitu banyak suntikan kepada anak yang masih kecil. Padahal, dengan suntik vaksin kombinasi, anak akan mendapat perlindungan dari berbagai penyakit. Misalnya vaksin kombinasi DPT (difteri, pertusis, tetanus) dengan Hib (influenza tipe B) dan IPV (polio injeksi). Vaksinasi dasar DPT dan polio dilakukan 3x dengan jadwal sama (2-4-6 bulan). Bila dalam satu injeksi sudah mencakup keempatnya, dapat meningkatkan kepatuhan pasien mentaati jadwal imunisasi.

Tidak hanya praktis, vaksin kombinasi juga sangat membantu bila pasien terlambat dan belum pernah mendapat imunisasi. Dalam kasus seperti ini, dokter harus membuat jadwal sendiri. “DPT, campak, hepatitis B dan polio diprioritaskan. Vaksin kombinasi sangat membantu, karena langsung memberikan beberapa perlindungan, sehingga vaksin-vaksin lain bisa lebih cepat terkejar,” tutur Prof. Sri.

Perlu edukasi bagi orangtua pasien akan pentingnya mentaati jadwal imunisasi. Pada vaksin berseri seperti DPT, pasien sering lupa untuk datang lagi sehingga jadwalnya kacau.  “Pasien jangan dimarahi, nanti tidak mau datang lagi. Lebih baik, beri motivasi,” imbau Prof. Sri. Harus dibuat jadwal baru (jadwal alternatif) yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Yang penting, ada dua jadwal yang berdekatan. Misalnya pasien baru muncul beberapa bulan kemudian setelah DPT 1. Berikan DPT 2, sekaligus jadwal untuk DPT 3 dan pastikan orangtua datang sesuai jadwal karena bila ketiga jadwal kacau, kenaikan antibodi tidak terjamin.

Setelah rangkaian imunisasi dasar selesai, orangtua perlu diingatkan untuk datang lagi setahun kemudian, untuk booster. Pada DPT, bila sesuai jadwal, DPT 3 dilakukan saat anak berusia 6 bulan; maka booster pertama dilakukan saat anak berusia 1,5 tahun. “Saat anak ulang tahun ke lima, jangan cuma ingat untuk potong kue atau potong tumpeng. Anak perlu kembali ke dokter untuk booster kedua,” uajr Prof. Sri. Booster penting pada vaksin mati, karena vaksin jenis ini tidak bertahan lama; diperlukan booster agar titer antibodi kembali naik. “Tanpa booster, perlindungan akan habis dalam 2-3 tahun. Dengan booster bisa bertahan hingga 5-10 tahun,” imbuh dr. Soedjatmiko. Booster juga berperan mengoptimalkan efikasi vaksin pada anak yang jadwal imunisasinya kacau, serta memberi kesempatan kedua bagi anak yang belum pernah mendapat imunisasi. (nid)


Ilustrasi: Cartoon vector created by user10320847 - www.freepik.com