Retinoblastoma, Anak Bermata Kucing | OTC Digest

Retinoblastoma, Anak Bermata Kucing

Retinoblastoma atau kanker mata adalah salah satu jenis kanker yang dapat menyerang anak-anak. Ia diakronimkan dengan si mata kucing.

Mata si kecil bersinar seperti mata kucing di malam hari, biasanya disertai mata  merah, juling dan anak merasa nyeri  seperti itulah kondisi mata si penderita retinoblastoma. Kanker yang menyerang retina mata atau bagian belakang bola mata yang paling peka terhadap cahaya.

Menurut WHO, 2-4% penduduk dunia menderita retinoblastoma. Bila terlambat diobati, akan menyebabkan kebutaan, atau anak kehilangan bola matanya. Diperkirakan terdapat 250-350 kasus baru setiap tahun di Amerika Serikat, dan lebih dari 90% berusia kurang dari lima tahun. Di Indonesia, angkanya mencapai 9.000 penderita.

Menurut dr. Dito Anugroho, peneliti hematopsikiatri di RS Dr. Kariadi, Semarang, puncak usia diagnosis retinoblastoma unilateral (satu sisi mata) ditegakkan adalah sekitar 24-30 bulan. Ada pun anak dengan retinoblastoma bilateral (dua sisi mata), dapat dideteksi selama tahun pertama kehidupannya.

Anak laki-laki (68,7%) lebih banyak dari anak perempuan (31,3%). Penyakit ini menyebabkan 5% kebutaan pada anak, yang berujung pada kematian. “Penyebabnya diduga karena mutasi gen retinoblastoma di lengan panjang kromosom 13 band 13q14. Sekitar 5-10% anak dengan retinoblastoma memiliki riwayat keluarga,” papar dr. Dito.

 

Gejala

Gejala awal penyakit ini biasanya berupa bintik putih, di bagian hitam mata. Bila bintik putih melebar, tampak seolah mata kucing yang bersinar terkena cahaya. Warna putih juga terlihat jelas, saat anak melirik atau di malam hari.

Fenomena mata kucing ini disebabkan refleksi cahaya dari tumor yang berwarna putih, di sekitar retina mata (white pupillary reflex). Gejala lain: mata juling, mata merah, dapat disertai nyeri, pembesaran bola mata dan pembesaran pupil.

Mata merah sering terjadi akibat radang, disebabkan keberadaan sel-sel tumor yang mati. Mata merah juga sering dikaitkan dengan terjadinya glaukoma sekunder, radang intraokuleratau perdarahan badan-kaca.

Pada beberapa kasus, retinoblastoma dapat disertai terlepasnya retina, penglihatan menurun/ memburuk, heterochromia iridis (iris kedua mata  warnanya berlainan), hifema (perdarahan bilik mata depan akibat robeknya pembuluh darah iris), nistagmus (pergerakan bola mata yang cepat), kehilangan selera makan dan gagal pertumbuhan.

Terapi retinoblastoma tergantung pada stadium klinis tumor. “Bila terdeteksi  dini, keberhasilan mencapai 90%. Bila tidak diobati, fatal akibatnya,” tegas dr. Dito. Dalam waktu 1-2 tahun, dapat menyebar ke organ lain. Maka, bila ada gejala “mata kucing”, segera bawa anak ke dokter spesialis mata. (jie)