membedakan anak stunting dengan pendek
membedakan anak stunting dengan pendek

Pendek Tidak Selalu Stunting, Bagaimana Membedakan Anak Stunting dengan Pendek

Masih banyak orangtua yang salah persepsi tentang istilah stunting. Banyak yang beranggapan bila anak yang pendek adalah stunting, padahal tidak. Itu bisa menjadi dua hal yang berbeda.

Hingga kini stunting masih menjadi masalah besar di Indonesia. Angka stunting secara nasional menunjukkan perbaikan, dari 27,7 % tahun 2019 menjadi 24,4 % tahun 2021; turun 3,3 %. Sayangnya, angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan rekomendasi WHO yaitu di bawah 20%.

Kenapa kita perlu khawatir dengan stunting? “Karena stunting berhubungan dengan prestasi akademis yang buruk, cenderung sekolah tidak tinggi dan putus sekolah. Dan akhirnya pendapatan sebagai orang dewasa lebih rendah,” terang Prof. dr. Madarina Julia, MPH, PhD, SpA(K), dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FK UGM.

Stunting berhubungan dengan perkembangan kognitif yang lebih rendah, juga berisiko menderita penyakit kronis seperti diabetes dan obesitas yang lebih besar di kemudian hari.

Tetapi yang perlu dipahami, “Tidak semua anak pendek itu stunting, walau semua anak stunting pasti pendek. Anak pendek bisa disebabkan oleh hal lain,” imbuh Prof. Madarina, dalam seminar daring Pentingnya Pemantauan Tumbuh Kembang Terhadap Penegakkan Deteksi Dini Stunting pada Anak Indonesia, Kamis (24/2/2022).

Perawakan pendek merupakan salah satu keluhan gangguan pertumbuhan yang sering membuat orangtua membawa anaknya ke dokter spesialis anak. Orangtua cemas, mengira anaknya menderita stunting. Tidak banyak yang menjelaskan bahwa stunting hanyalah salah satu dari berbagai penyebab perawakan pendek.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan stunting sebagai gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak akibat nutrisi buruk, infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang tidak adekuat (memadai).

“Untuk mendiagnosis stunting, selain tinggi badan yang pendek, anak stunting juga kurus dan mempunyai masalah perkembangan,” imbuh Prof. Madarina. “Untuk dapat mendeteksi dini masalah ini, selain harus dipantau panjang atau tinggi badannya, setiap anak juga harus rutin ditimbang berat badannya, diukur lingkar kepalanya dan dinilai perkembangannya.” 

Membedakan stunting dengan pendek

Ada tiga parameter yang digunakan untuk menentukan seorang anak ‘hanya’ pendek atau tergolong stunting: tinggi sesuai umur (menggunakan Kartu Menuju Sehat/KMS), berat badan (kurus atau tidak), dan gangguan perkembangan misalnya terlambat duduk atau ngoceh (diukur menggunakan Kartu Kembang Anak / KKA).

Prof. Madarina memaparkan, bila anak pendek tetapi juga kurus mungkin saja stunting – karena nutrisi yang tidak memadai atau sakit-sakitan. Anak kurus, pendek, ada gangguan perkembangan, tampaknya memang stunting.

Sementara bila pendek namun tidak kurus berarti tampaknya bukan stunting. Lain halnya jika anak pendek, tidak kurus, tidak ada gangguan perkembangan, berarti jelas bukan stunting.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala BKKBN, Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, SpOG(K), menjelaskan sangat penting untuk mencegah dan mendeteksi stunting, antara lain menggunakan KKA - dikembangkan oleh BKKBN melengkapi KMS yang sudah lebih dulu ada.

“Selama ini lebih banyak merekam pertumbuhan (tinggi dan berat badan), belum merekam perkembangan. Sehingga dengan KKA akan memberikan masukan yang positif. Apakah perkembangan anak terganggu/tidak bisa menjadi salah satu penentu diagnosis (stunting),” katanya.

Stunting harus dapat dideteksi dan mendapatkan penanganan dini sehingga perkembangan otak pada 1000 hari pertama kehidupan tidak terganggu. Namun, kesalahan penanganan stunting, seperti memberikan tambahan susu atau makanan tinggi kalori kepada anak yang tidak memerlukan, bisa sangat merugikan. Anak berisiko obesitas yang di kemudian hari besar kemungkinannya mengalami diabetes mellitus dan berbagai penyakit tidak menular lainnya.

“Upaya pemantauan tumbuh kembang anak secara berkala penting untuk diterapkan semua orangtua. Kemajuan teknologi telah memungkinkan orangtua untuk bisa memantau tumbuh kembang anak melalui aplikasi. Salah satunya lewat PrimaKu, aplikasi yang dikembangkan Ikatan Dokter Anak Indonesia. Di sana keluar grafik dan interpretasinya, juga ada banyak info lain tentang tumbuh kembang anak,” pungkas Prof. Madarina. (jie)