Mengenali Anak Obesitas | OTC Digest

Mengenali Anak Obesitas

Bayi yang gemuk terlihat lucu dan menggemaskan. Tapi, saat anak menginjak usia prasekolah (4-6 tahun), obesitas perlu mendapatkan perhatian. Bila tidak segera diatasi, berat badan yang berlebihan atau obesitas bisa berlanjut sampai anak beranjak remaja bahkan sampai dewasa. Hal ini bisa menyebabkan penyakit-penyakit metabolis, seperti diabetes, di usia yang lebih dini.

Obesitas pada anak, mengakibatkan penyakit menahun, seperti gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, diabetes tipe 2, hipertensi, dislipidemia, perlemakan hati, gangguan saluran cerna, gangguan tidur dan sindrom ovari polisistik.

“Prinsipnya, anak yang mengalami obesitas cenderung setelah dewasa akan mengalami obesitas dengan segala komplikasinya,” ujar Prof. dr. Hamam Hadi, MS, ScD dari Departemen Gizi dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Artinya, kalau sejak anak sampai masa remaja mengalami obesitas, penyakit-penyakit sindroma dunia baru dan sindroma metabolik akan dekat dengan mereka.

“Ada kecendrungan, bila anak obesitas, risiko terkena penyakit jantung akan terjadi lebih awal,” tambahnya. Belum lagi, dampak psikologis yang dialami anak obesitas, yakni lebih mudah depresi karena merasa diri mereka berbeda dengan anak lain. Hal ini terjadi terutama dialami oleh anak/remaja wanita.

 

Deteksi obesitas anak

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah, pastikan apakah berat badan anak berlebih? Perhatikan KMS (Kartu Menuju Sehat). Bila berat badan anak berada di atas garis hijau, berarti berat badannya memang berlebih. Selanjutnya, lihat tinggi badan anak, apakah proporsional?

Cara lain adalah dengan melihat grafik indeks masa tubuh (IMT), khusus anak di atas 2 tahun. Klasifikasinya adalah jika persentil >95 sudah dianggap obesitas, persentil 75-95 adalah overweight, persentil 25 – 75: normal dan persentil <25 kurang gizi.

 

Faktor risiko

Obesitas merupakan peningkatan massa jaringan lemak pada tubuh, karena  asupan energi lebih besar daripada energi yang dikeluarkan. Penyebabnya adalah pola makan dan aktivitas fisik. Anak yang kelebihan makan, sementara aktivitas fisiknya sedikit jelas akan mengalami obesitas.

Penelitian di Kota Jogjakarta  dan Kabupaten Bantul (2003) menemukan, 7,8% remaja Jogjakarta dan 2% remaja Bantul obesitas. Rata-rata asupan energi anak obesitas di Jogja 2818,3 ± 499,4 kkal/hari, sedangkan rata-rata asupan energi remaja nonobesitas 2210,4 ±329,8 kkal/hari. 

Yang menarik, remaja obesitas 2-3 kali lebih sering mengonsumsi fast food, nonton TV lebih lama dibandingkan remaja nonobesitas dan punya waktu untuk membaca buku, duduk-duduk, main playstasion lebih panjang dibanding remaja nonobesitas. Dan mereka hanya melakukan aktivitas sedang/berat, seperti naik sepeda, main bola, bola basket, dan sebagainya lebih pendek dibandingkan remaja nonobesitas. (vit)

 

Baca juga:
Kenali Gejala Diabetes Anak
ASI Cegah Obesitas Anak