Kecukupan asupan serat sangat penting untuk tumbuh kembang anak. Serat adalah makanan untuk bakteri baik. Bakteri ini penting untuk menjaga imunitas tubuh, yang artinya mengurangi risiko anak-anak mengalami alergi.
Sebaliknya akibat kurang serat anak lebih rentan mengalami alergi. Sayangnya konsumsi serat –dari sayur dan buah – masyarakat Indonesia sangat kurang. Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018 menyatakan 95,5% penduduk Indonesia berusia di atas 5 tahun kurang serat.
Penelitian Prof. dr. Badriul Hegar, PhD, SpA(K), dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menunjukkan bila 9 dari 10 anak kekurangan asupan serat, dimana rata-rata anak Indonesia usia 1-3 tahun hanya memenuhi ¼ (seperempat) atau rata-rata 4,7 gram per hari dari total kebutuhan hariannya.
Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang ditetapkan oleh Kemenkes RI lewat Peraturan Menteri Kesehatan no. 75 tahun 2013, jumlah kebutuhan serat harian anak berdasarkan usianya, yaitu:
- Anak usia 0-6 bulan belum memiliki kecukupan serat yang dianjurkan.
- 7-11 bulan: 10 gram setiap hari.
- 1-3 tahun: 16 gram setiap hari.
- 4-6 tahun: 22 gram setiap hari.
- 7-9 tahun: 26 gram setiap hari.
Konsultan alergi dan imunologi anak, dr. Endah Citraresmi, SpA(K), menjelaskan kecukupan konsumsi serat bermanfaat bagi kesehatan anak, termasuk memperbaiki keseimbangan imunitas tubuh, mengurangi peradangan akibat alergi dan bermanfaat bagi mikrobiota usus yang akan membuat nutrisi terserap secara optimal.
“Apa yang kita makan bisa memberi nutrisi bagi kita, tetapi juga bagi trilyunan bakteri di saluran cerna,” ujar dr. Endah, dalam acara Bicara Gizi, Selasa (23/8/2022).
Bakteri khususnya golongan Bifidobacteria dan Lactobacilli, dikenal memiliki manfaat kesehatan, disebut juga sebagai bakteri baik (probiotik). Kondisi dysbiosis (terjadi ketidakseimbangan bakteri baik dengan bakteri patogen di usus) dapat berhubungan dengan kejadian alergi pada anak.
Ada makanan yang bisa mempengaruhi mikrobiota usus, yakni makanan yang mengandung probiotik, seperti yogurt, kimchi, kefir dan tempe. Dan makanan yang disebut prebiotik.
Prebiotik merupakan makanan tinggi serat tidak tercerna oleh enzim pencernaan. Di usus besar mereka akan difermentasikan oleh bakteri usus, menjadi makanan bagi bakteri probiotik.
Sumber prebiotik misalnya sayuran, buah, biji-bijian utuh dan legumes (kacang polong atau kacang merah).
“Probiotik akan memroduksi asam lemak rantai pendek (short-chain fatty acids/SCFAs), seperti butyrate, yang fungsinya antara lain bekerja sebagai sinyal untuk berkomunikasi dengan otak, mengatur sistem imun dan peradangan,” dr. Endah menerangkan.
Penelitian Carina Venter, dkk, yang diterbitkan di jurnal Allergy membuktikan bila pemberian prebiotik bermanfaat dalam pencegahan dan terapi alergi. Peneliti menegaskan pemberian hanya satu jenis serat makanan tidak bisa memberikan manfaat bagi keseluruhan sistem imun (dan pencegahan/pengobatan alergi). Jadi perlukan berbagai jenis serat makanan.
“Kejadian alergi erat kaitannya dengan pola makan modern yang tinggi lemak dan rendah serat. Perlu pertahankan asupan makanan tradisional yang banyak serat, seperti gado-gado atau lotek. Dan camilan anak jangan biskuit kemasan, mending bubur kacang ijo, atau pisang goreng,” imbuh dr. Endah.
Makan minimal lima porsi buah dan sayur per hari. Makan juga kulitnya (mengandung lebih banyak serat). Jus sayur dan buah hanya sedikit atau bahkan tidak mengandung serat.
Kalau anak susah makan sayur
Salah satu masalah umum anak-anak adalah menolak sayuran. Bagaimana solusinya?
Psikolog anak, Anastasia Satriyo MPsi, Psi, menjelaskan anak cenderung akan takut terhadap hal-hal baru, yang diasosiasikan sebagai hal yang tidak aman, termasuk makan sayur atau buah.
Itu sebabnya orangtua perlu mencontohkan makan sayur dan buah. “Kita perlu nyontohinnya agak lebay: wah enak banget nih. Anak tidak harus langsung makan, ia bisa lihat dulu, jilat-jilat dulu.”
“Bisa juga dikenalkan lewat mainan, ada pisang, dll. Semua hal harus dilakukan untuk membuat anak familiar dengan makanan. Kalau tidak familiar ia anggap tidak aman,” terang Anas, demikian ia biasa disapa.
Dr. Endah menambahkan bahwa orangtua membutuhkan ketelatenan mengenalkan sayur/buah. “Proses makan adalah proses belajar. Konsepnya harus makan bersama keluarga, ia lihat ayah ibunya makan sayur dan buah. Anak akan belajar melihat orangtuanya.”
“Untuk anak yang picky, yang tidak suka buah atau sayur, untuk memperkenalkan rasanya bisa diblender dulu, dijadiin es. Anak mana yang tidak suka makan es,” katanya.
Tidak mau makan sayur atau buah juga bisa dipicu karena beberapa anak-anak sensitif pada tekstur (high sensitive tactile). Ia tidak nyaman memegang benda bertekstur (lembek, benyek, dll). Anas menyarankan paparkan dengan benda bertekstur secara bertahap.
“Kenalkan tekstur, misalnya dengan memakai tepung kering, kemudian tepung yang diberi air. Saat mandi gunakan waslap yang bertekstur,” sarannya. (jie)