kasus omicron anak naik 1000 persen
kasus omicron anak naik 1000 persen

Kasus Omicron Anak Naik 1000 Persen, Radang Multi-organ MIS-C Mengintai

Meningkatnya kasus COVID-19 hari-hari ini, menjadi ancaman tersendiri bagi anak-anak. Anak yang terpapar varian Omicron, “Dalam satu bulan, dari Januari ke Februari 2022, meningkat 1.000 persen atau naik 10 kali lipat lebih. Pekan terakhir, naik 300 persen," papar Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A, saat konferensi pers peluncuran buku Pedoman Tatalaksana COVID -19 Edisi 4, Rabu 9 Februari 2022.

Kasus COVID-19 pada anak tercatat 676 pada 24 Januari 2022. Per 31 Januari 2022, anak yang terkonfirmasi positif corona di Indonesia 2.775 kasus. Meningkat signifikan hingga pada 7 Februari 2022, angkanya mencapai 7.190 kasus.

Angka-angka ini didasarkan pada laporan sejawat dokter IDAI di cabang-cabang. Kenaikan 1.000 persen lebih atau 10 kali lipat lebih, dinilai sangat mengkuatirkan. Dr. Piprim mengingatkan masyarakat dan orangtua, agar masalah ini jangan dianggap enteng. Saat ini di Indonesia sedang terjadi gelombang ketiga pandemi COVID-19, yang didominasi varian Omicron dan Delta, dengan kemampuan penularan yang lebih cepat.

“Jangan berpikir hanya orang dewasa yang bisa terinfeksi. COVID-19 tidak pilih-pilih. Anak memiliki risiko yang sama," kata dr. Piprim. Gejala Omicron yang menginfeksi anak, paling sering berupa batuk, pilek dan nyeri tenggorokan. Maka, “Kalau anak terserang batuk, pilek, suhu badan naik, segera ke dokter."

Sebabkan peradangan langka MIS-C

Di Amerika Serikat, anak yang terinfeksi COVID-19 jumlahnya juga meningkat. Banyak di antara mereka mengalami peradangan langka yang disebut MIS-C (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children).

Menurut dr. Joko Kurniawan, MSc, SpA, “MIS-C merupakan kelainan hiperinflamasi, yang melibatkan multiorgan, yang disebabkan severe acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Kondisi ini dilaporkan terjadi di beberapa negara, pada kasus infeksi COVID-19 anak.”

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, “MIS-C dapat terjadi pada anak usia 0-19 tahun. Gejalanya demam lebih dari 3 hari, disertai 2 gejala penyerta dan peningkatan penanda inflamasi (seperti LED, CRP, dan prokalsitonin) tanpa ada penyebab inflamasi lain, dan terinfeksi Covid-19.”

Mengenai MIS-C, Dr. Matthew Harris, yang bertugas di bagian Darurat Pediatrik Cohen Children's Medical Center, Long Island, AS, menyatakan, “Mereka anak paling sakit yang pernah saya lihat, dalam karir saya sebagai dokter darurat pediatrik." Katanya lagi kepada Fox News, Kamis 10 Februari lalu, “Ada 14 kasus MIS-C di rumah sakit ini. Mereka dirawat di ruangan ICU.”

Benar, varian Omicron lebih banyak menginfeksi anak. Namun Dr. Harris tidak dapat menarik kesimpulan bahwa Omicron lebih mungkin menyebabkan MIS-C. Namun, merajalelanya infeksi Omicron membuat anak yang positif COVID-19, diiringi kasus MIS-C.

Anak yang terpapar MIS-C, sebanyak 50 - 55 pasien persen harus menjalani perawatan intensif, dan mayoritas membutuhkan dukungan hemodinamik.

Baca: Waspadai MIS-C Pada Anak Dengan Riwayat COVID-19, Ini Gejalanya

MIS-C mirip penyakit Kawasaki

Menurut dr. Joko Kurniawan, penyakit MIS-C mirip  penyakit Kawasaki. Belum ada studi yang dapat membedakan penyakit Kawasaki dengan MIS-C. Namun, ada beberapa parameter yang dapat digunakan. Dari sisi usia, gejala MIS-C pada pasien COVID-19 umumnya dialami anak usia 4,5 - 11 tahun, sedangkan penyakit Kawasaki usia 1-4 tahun.

Gejala penyerta penyakit Kawasaki berupa konjungtivitis (mata merah), keterlibatan kulit atau mukosa lebih banyak. Pada anak MIS-C, masalah respirasi lebih dominan.

Dari parameter laboratorium, angka leukosit, limfosit, monosit, dan platelet lebih rendah pada kasus COVID-19 dibanding penyakit Kawasaki. Sementara kadar CRP, troponin, troponin T, feritin dan D dimer pada kasus COVID-19 lebih tinggi, dibandingkan penyakit Kawasaki.

Pasien MIS-C sering membutuhkan dukungan kardiovaskular, karena penyakit ini menyebabkan peradangan jantung (miokarditis). Meski begitu, sebagian besar anak diketahui sembuh dan hanya sedikit yang memiliki efek jangka panjang. Kabar baik lainnya, kata Dr. Harris, “Meski MIS-C cukup berbahaya, tidak ada kematian yang dilaporkan dalam kasus MIS-C.” (sur)