Jangan Tambahkan Gula di Susu Anak, Kenapa? | OTC Digest

Jangan Tambahkan Gula di Susu Anak, Kenapa?

Susu enak rasanya, kaya zat gizi dan bukan hanya untuk diminum, banyak makanan olahan yang memanfaatkan susu untuk memperkuat rasa. Selain ditambah protein dan vitamin, umumnya susu formula ditambahi pemanis / gula, untuk mendapatkan kandungan kalori yang tinggi, sekaligus sebagai pengawet.

WHO (World Health Organization) sendiri merekomendasikan, asupan gula tambahan maksimal 10% dari total energi yang dikonsumsi, untuk menghindari kelebihan energi dalam tubuh anak.

Menurut Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, MS, SpGK, “Bagi anak usia 1-3 tahun maksimal gula yang boleh diberikan 5 sdt (sendok teh) sehari. Dan untuk anak umur 4-6 tahun, 7 sdt sehari. Orangtua harus tahu, berapa banyak anaknya mengonsumsi susu dan berapa gula tambahannya sehari.”

Penambahan gula dan karbohidrat tambahan, berisiko menyebabkan diabetes tipe 2 dan obesitas. J Brand-Miller dan Atkinson dari University of Sidney, NSW, Australia tahun 2011 meneliti penambahan karbohidrat tambahan pada susu anak.

Dari tujuh produk susu pertumbuhan anak yang beredar di Indonesia dan Malaysia, sebagian besar memiliki indeks glikemik (IG) sedang (56-69) sampai tinggi (>70). Hanya satu produk susu yang kandungan IG-nya rendah (<55).

IG merupakan indikator kecepatan kenaikan gula darah akibat asupan karbohidrat. Makin tinggi IG, berarti gula darah cepat naik dan cepat pula turun. Fluktuasi gula darah ini menyebabkan gampang kenyang tapi gampang lapar. IG rendah berarti gula darah lambat naik dan turun (stabil), sehingga memberi rasa kenyang yang lebih lama.

Karbohidrat olahan yang ditambahkan dalam produk susu, di antaranya sirup jagung, fruktosa, jagung dalam campuran fruktosa/gula, tepung maizena berupa glukosa bebas dan maltodekstrin.

Baca juga : Hindari Gula Tambahan Dalam Susu Formula

Prof. dr. Jose Rizal Latief Batubara, SpA(K), PhD, Guru Besar Endokrin Anak FKUI/RSCM mengatakan, “IG tinggi erat kaitannya dengan obesitas dan diabetes tipe 2.  Sebanyak 14% anak Indonesia obesitas. Banyak hal dapat terjadi pada  anak gendut, misalnya gangguan jantung dan hipertensi. Dan di sekolah, anak sering diejeki karena gendut. Anak bisa depresi dan pelariannya adalah banyak makan. Jadi seperti lingkaran setan.” 

Ia menambahkan, pada anak 1-3 tahun susu dibutuhkan, tapi sifatnya sebagai makanan pelengkap. Anak butuh kalsium dan protein dari susu, juga perlu vitamin dan mineralnya. “Pilih susu yang IG-nya rendah, tanpa gula tambahan, supaya anak tidak cepat lapar,” katanya.

Kandungan protein dalam susu, memiliki asam amino yang lengkap yang berarti nilai biologis baik. Pada masa pertumbuhan, anak perlu asupan asam amino dari luar. Makin lengkap asam amino yang dikonsumsi, makin baik untuk pertumbuhan.

Masalah  muncul, karena anak senang rasa manis. “Sedari kecil, anak harus dibiasakan dengan rasa asli makanan. Kalau sudah terlanjur suka manis, siasati dengan memberikan makanan yang tinggi serat,” ujar Prof. Jose. (jie)