Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI akhirnya mengeluarkan izin penggunaan darurat (EUA) untuk vaksin Sinovac bagi anak usia 6 -11 tahun. Namun, IDAI mewanti-wanti ada kondisi tertentu yang menyebabkan anak 6-11 tahun tidak bisa divaksin Sinovac.
Kepala BPOM Penny K Lukito menjelaskan, hasil uji klini pada anak lebih pada aspek keamanan dan imunogenitas. “Imunogenitasnya menunjukkan persentase yang cukup tinggi, 96%. Kalau efikasi, mengikuti yang ada selama ini,” katanya dalam konferensi pers secara virtual, Senin (1/11/2021).
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), mengungkapkan bila pihaknya akan segera merilis rekomendasi detail terkait pemberian vaksinasi COVID-19 untuk anak 6-11 tahun.
"Pada prinsipnya, amat sedikitlah yang akan mengalami kontraindikasi. Jadi sebagain besar anak kami diharapkan menerima vaksin ini," terang dr. Piprim.
Kontraindikasi adalah kondisi spesifik yang membuat pengobatan atau prosedur medis tidak disarankan atau sama sekali boleh diberikan karena akan membahayakan pasien.
Dr. Priprim menjelaskan ada beberapa kondisi medis yang membuat anak 6-11 tahun ini tidak bisa menerima vaksin Sinovac ini.
“Pada kondisi-kondisi tertentu seperti yang immunocompromised atau anak-anak yang sedang sakit berat, sedang menderita keganasan, sesak, gagal jantung, tidak bisa (divaksinasi),” tukasnya.
Rekomendasi IDAI pemutakhiran 2 November
Dalam rekomendasi yang diperbarui pada 2 November 2021, IDAI menjelaskan vaksin Sinovac (Coronavac) yang digunakan pada anak > 6 tahun diberikan secara intramuskular (suntik), dengan dosis 3 ug (0,5 mL) sebanyak dua kali. Interval dari dosis pertama ke kedua adalah 4 minggu.
Secara spesifik IDAI juga mencantumkan kondisi medis (kontraindikasi) yang menyebabkan anak tidak bisa divaksin, seperti :
- Defisiensi imun primer, penyakit autoimun tidak terkontrol.
- Penyakit Sindrom Gullian Barre, mielitis transversa (peradangan di salah satu bagian saraf tulang belakang), acute demyelinating encephalomyelitis (serangan peradangan yang singkat namun meluas di otak dan sumsum tulang belakang yang merusak mielin / selubung saraf).
- Penderita kanker anak yang sedang menjalani kemoterapi/radioterapi.
- Sedang mendapatkan pengobatan immunosupresan (penekan sistem imun) atau sitostatika berat.
- Demam 37,5 derajat Celsius atau lebih.
- Sembuh dari COVID-19 kurang dari 3 bulan.
- Hamil.
- Pasca imunisasi lain kurang dari 1 bulan.
- Hipertensi, diabetes, penyakit kronik atau kelainan kongenital yang tidak tekendali.
Namun IDAI juga menekankan vaksinasi untuk anak dengan kanker dalam fase pemeliharaan, penyakit kronis atau autoimun yang terkontrol dapat mengikuti panduan imunisasi dengan sebelumnya berkonsultasi ke dokter.
Vaksinasi COVID-19 pada anak-anak dianggap perlu, karena selain sudah mulai dibukanya pembelajaran tatap muka (PTM), kasus positif COVID-19 pada anak 0-18 tahun di Indonesia tergolong tinggi, yakni 12,6% (menurut data covid19.co.id).
Ini berarti pula satu dari delapan orang yang tertular COVID-19 adalah anak-anak. Kasus positif COVID-19 pada usia balita adalah 2,9%, sedangkan usia sekolah/remaja umur 6-18 tahun sebanyak 9,7%. Anak dapat tertular atau menularkan corona ke orang lain di sekitarnya, walau tanpa gejala.
Uji klinis vaksin Sinovac pada anak
Hasil uji klinis fase 1 dan 2 vaksin Sinovac pada anak umur 3-17 tahun dengan metode randomisasi, buta ganda dan kontrol plasebo di Zanhuang (China) menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Pada fase 1 dan 2 setelah 28 hari penyuntikan ditemukan KIPI (kejadian ikutan pasca-imunisasi) pada 26 -29% kelompok subyek, secara statistik tidak berbeda bermakna dengan kelompok plasebo (24%).
KIPI terbanyak berupa nyeri ringan dan sedang pada lokasi penyuntikan (13%). KIPI serius hanya 1 kasus tidak ada hubungan dengan vaksin.
KIPI pada kelompok usia 3 -11 tahun terutama demam, sedangkan pada umur 12 –17 tahun terutama nyeri di lokasi suntikan, tidak ada laporan demam. (jie)