Bahaya di Balik Anak Ngorok | OTC Digest

Bahaya di Balik Anak Ngorok

Dengarkan dengkuran si kecil saat tidur. Jangan dikira dia sedang tidur nyenyak dan bermimpi indah. Menurut penelitian, mendengkur pada anak dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan, mulai dari penurunan kadar oksigen dalam darah hingga membuat anak merasa cepat letih dan kesulitan belajar.

Anak yang tidur ngorok disebabkan karena ada penyempitan saluran napas, sehingga membuat getaran pada langit-langit tenggorokan. Ini bisa terjadi akibat ada pembesaran amandel, adenoid (kelenjar semacam amandel, letaknya agak di dalam dan di tengah), lidah, serta rinitis kronik (radang kronis pada membran mukosa). Atau karena kelainan bentuk anatomis, misalnya anak terlahir dengan rahang bawah atau saluran napas kecil.

Mendengkur patut dicermati. Bisa jadi, ngorok tersebut merupakan gejala sleep apnea (napas terhenti sampai 1 menit ketika tidur). Jika berulang sepanjang malam, anak bangun pagi dengan kondisi yang tidak segar.

Tidur yang berkualitas pada masa anak-anak menjadi syarat pertumbuhan. Dr. Rosalina D. Roeslani, SpA, dari PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan, bahwa tidur dibagi 2 fase, yakni rapid eye movement (REM) dan non-REM.

“Tidur penting bagi anak, karena pada fase non-REM tubuh mengeluarkan growth hormone (GH) untuk pertumbuhan dan perbaikan sel-sel yang rusak. Juga kortisol, untuk mengatasi stres dan pertumbuhan otak,” jelasnya.

Selain hormon, pada fase non-REM anak mengingat stimulasi yang didapat seharian, seperti mengenal suara ibu, elusan kasih sayang ayah dan lainnya. Sedangkan pada masa REM, si kecil akan mengingat kegiatan motorik seperti belajar tengkurap atau cara menggerakkan tangan dan menguatkan daya ingat.

“Kurang tidur membuat daya tahan turun,” imbuh dr. Rosalina. Ini karena saat tidur, tubuh juga memroduksi interleukin-1 yaitu salah satu zat dalam sistem kekebalan tubuh.

Para peneliti dari Universitas Arizona, Tucson, AS, menemukan anak dengan sleep apnea yang terus mengalami gangguan tersebut, saat remaja memiliki lebih banyak masalah dengan perhatian, hiperaktivitas dan agresif. Sulit mengelola emosi dan situasi sosial serta kurang mampu merawat diri sendiri.

Pada penelitan yang melibatkan 263 anak-anak, yang ditindaklanjuti selama lima tahun, anak-anak dengan sleep apnea 2-3 kali lebih mungkin memiliki masalah sosial, perilaku dan belajar dibanding anak-anak tanpa gangguan sleep apnea.

Dr. Rimawati Tedjasukmana, Sp.S, RPSGT dari RS Medistra, Jakarta, menyatakan, “Ngorok tidak normal pada anak, tapi tidak selalu harus diobati. Tapi, bila anak sering terbangun atau dicurigai sleep apnea, ia harus diobati.”

Sleep apnea ditandai dengan ngorok keras di malam hari, berhenti napas dan menarik napas dalam. Hal ini dapat membuat anak terbangun dari tidur. Anak tidur gelisah, keringat berlebihan atau ngompol.

Terapinya, tambah dr. Rimawati, adalah dengan operasi pengangkatan amandel; 90% kasus sleep apnea dapat sembuh dengan cara ini. (jie)