melatih rasa tanggung jawab pada anak

Bagaimana Mengajarkan Tanggung Jawab Pada Anak Selama Di Rumah Saja

Himbauan pemerintah untuk bekerja, belajar dan beribadah di rumah membuat orangtua memiliki lebih banyak waktu berkumpul dengan anak-anak. Tetapi di saat yang sama, banyak orangtua bingung memberikan kegiatan agar anaknya tidak bosan di rumah. Mengajarkan tanggung jawab pada anak selama di rumah bisa menjadi kegiatan yang bisa dilakukan bersama.

Selain sebagai upaya menghambat penyebaran infeksi COVID-19, himbauan untuk tinggal di rumah memberikan kesempatan untuk membangun komunikasi dan interaksi bagi setiap anggota keluarga.

Orangtua bisa memilih kegiatan bersama, sambil tetap menanamkan nilai-nilai baik pada anak-anaknya, salah satunya rasa tanggung jawab. Tanggung jawab adalah perilaku yang menentukan bagaimana seseorang bereaksi terhadap situasi setiap hari, yang memerlukan keputusan etis (sesuai etika umum) yang berlaku di masyarakat.

Caranya, menurut Jane Cindy Linardi, MPsi, Psi, CGA, Psikolog dari RS Pondok Indah – Bintaro Jaya, Tangerang, adalah dengan memberi si kecil tanggung jawab melakukan pekerjaan rumah. Apabila anak dapat berperilaku dan berbuat sesuai norma masyarakat, maka lingkungan sekitar akan merasakan dan mendapatkan manfaatnya.

“Sama halnya ketika si kecil sudah dapat bertanggung jawab, artinya ia sudah dapat membedakan mana tindakan yang baik atau buruk. Nantinya ia bisa menentukan keputusannya sendiri dengan bijak,” katanya.

Kapan waktunya diberi tanggung jawab?

Jane Cindy menjelaskan anak-anak sebenarnya sudah mulai bisa dilepas dalam menentukan keputusannya sendiri sejak kecil – dalam hal sederhana. Misalnya, menentukan jenis mainan, pakaian yang disukai, atau makanan yang ingin dikonsumsi.

Namun orangtua wajib mendampingi/mengarahkan. “Misalnya saat hendak melatih anak mengambil keputusannya sendiri tehadap pakaian yang akan dipakai, maka Anda dapat membantu menjabarkan bahwa tempat yang akan dikunjungi memiliki suhu yang dingin. Dengan demikian anak dapat bertanggung jawab dan menyesuaikan keputusannya dengan situasi yang akan dihadapinya,” urainya.

Sejak usia dua atau tiga tahun, anak-anak sudah bisa dilatih untuk bertanggung jawab. Latihan dimulai dengan memberikan ‘tugas’ yang kecil, seperti merapikan mainan setelah selesai bermain.

Orangtua tetap dapat membantu, namun pastikan anak juga turut merapikan. Setelah anak terbiasa, maka kurangi perang Anda dalam membantu, dan latih anak untuk merapikan mainannya sendiri.  

Tanggung jawab bisa ditingkatkan dengan belajar mengurus dirinya sendiri, seperti merapikan barang-barang pribadi, meletakkan sepatu / pakaian kotor di wadahnya, membuang sampah di tempatnya, atau merapikan tas sekolah.

“Penguatan berupa pujian dan afirmasi dapat diberikan setelah anak berhasil menuntaskan tanggung jawabnya sendiri,” kata Jane.

Meletakkan / mencuci piring makan, mematikan lampu, menyapu / membersihkan kamar sendiri termasuk tanggung jawab yang bisa dibebankan pada si kecil. Anak juga bisa dilatih untuk mengerjakan tanggung jawab misalnya membantu menyiapkan piring dan peralatan makan untuk semua anggota keluarga.

Memberinya hewan peliharaan dan bertanggung jawab untuk merawat (memberi makan, memandikan, membersihkan kandang, dll) adalah cara yang efektif untuk membuat anak bertanggung jawab.

Berikan contoh bukan perintah

Dari semua tanggung jawab yang diberikan untuk anak-anak, jangan lupa berikan contoh langsung agar si kecil lebih mudah menerapkannya.

“Tanggung jawab anak pada tugas sekolah dapat diajarkan dan dilatih dengan menyediakan waktu bekerja bersama antara anak dan orangtua. Dalam satu meja yang sama, anak mengerjakan PR-nya, orangtua menyelesaikan pekerjaannya. Ini adalah contoh konkret yang dipraktikkan langsung oleh orangtua,” imbuh Jane.

Manfaat belajar tanggung jawab

Jane juga menjelaskan banyak manfaat yang bisa didapatkan bila anak-anak sudah dapat bertanggung jawab atas apa yang ia kerjakan, di antaranya :

  1. Melatih daya juang anak. Karena ia tidak terbiasa dibantu orangtua, sehingga anak akan memiliki motivasi internal untuk berusaha menyelesaikan segala sesuatu sendiri.
  2. Menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah, misalnya minuman tumpah, maka penyelesaiannya adalah dengan mengelap. Atau bila menghilangkan mainan temannya, maka penyelesainnya adalah mengganti mainan tersebut.
  3. Menumbuhkan efikasi diri anak. Ini adalah kepercayaan anak akan kapabilitas dirinya untuk melakukan sesuatu, yang akhirnya mengarah pada munculnya rasa kepercayaan diri. (jie)