Anak Ngompol, Jangan-Jangan Tanda Penyakit | OTC Digest

Anak Ngompol, Jangan-Jangan Tanda Penyakit

Ngompol (enuresis nocturnal) adalah keluarnya urin tanpa disadari saat tidur. Ngompol sering terjadi pada anak di seluruh dunia.

Survei di Inggris menyebutkan, 500 ribu anak usia 6-16 tahun ngompol. Satu dari 6 anak usia 5 tahun (17%) ngompol secara teratur. Sebanyak 14% masih ngompol di usia 7 tahun, 9% anak usia 9 tahun, dan 1-2 % anak usia 15 tahun masih ngompol. Normalnya, anak wanita berhenti ngompol di usia 6 tahun, dan anak pria sekitar usia 7 tahun. Memasuki umur 10 tahun, 95% anak umumnya sudah tidak ngompol.

Menurut David Perlstain, MD, FAAP dari St. Barnabas Hospital, New York, Amerika Serikat, terdapat 2 jenis ngompol. Pertama, ngompol primer. Yakni ngompol terjadi karena belum sempurnanya anti diuretic hormone (ADH) yang bekerja mengurangi produksi urin di malam hari.

Juga, karena fungsi susunan saraf pusat (SSP) terlambat matang. Akibatnya, otak terlambat menangkap sinyal yang diberikan kandung kemih saat sudah penuh. Mekanisme ini mulai berkembang pada usia 2-6 tahun. Faktor keturunan ikut berpengaruh. Bila salah satu orangtua suka ngompol waktu kecil,  44% anak berisiko ngompol. Jika kedua orangtua memiliki masalah yang sama, risiko menurun pada anak menjadi 77%.

Ngompol sekunder, diartikan sebagai ngompol lagi setelah setidaknya anak pernah mengalami masa “kering“ selama 6 bulan. Dr. David berkata, “Secara medis bisa karena infeksi di saluran kemih, diabetes, atau karena gangguan pengeluaran kotoran. Akumulasi kotoran pada usus besar, memberi tekanan lebih pada kandung kemih.” 

Stres juga memicu anak hingga kembali “banjir”, seperti pelecehan seksual, kematian dalam keluarga, hadirnya adik baru, sering dimarahi, stres pada banyaknya tugas sekolah atau sebagai bentuk meminta perhatian dari orangtua.

Solusinya? Anak jangan banyak minum satu jam sebelum tidur. Jika usia anak sudah di atas 5 tahun, biasakan pipis sebelum tidur. Bangunkan anak 2-3 jam setelah ia tertidur, untuk kencing. Ini sekaligus akan melatih anak mau bangun/beranjak ke kamar mandi.

Gunakan alarm khusus, yang diletakkan di dalam celana anak, yang akan berbunyi ketika area di sekitarnya basah. Hindari memberi makanan yang mempunyai efek diuretik sebelum tidur, seperti coklat atau soda.

Jika kebiasaan ngompol masih berlanjut, sebaiknya bawa ke dokter anak untuk mendapat penanganan medis. Seperti, melakukan terapi ADH, yakni memberikan hormon desmopressin yang membantu meningkatkan ADH sehingga menyeimbangkan produksi urin. Juga akan dilihat, adakah masalah di saluran kemih atau potensi diabetes.

Bila anak ngompol karena masalah psikologi, menurut dr. David, orangtua perlu lebih “mendekat” pada anak. Tanyakan, perasaan atau pikiran apa yang dipendam.” Dan, karena ngompol bisa berpengaruh pada rasa percaya diri anak, perlu pendekatan step by step dan kesabaran orangtua. (jie)