Alergi merupakan penyakit yang akan dialami seumur hidup, alias belum ada obatnya. Sampai saat ini metode yang paling ampuh mencegah alergi makanan adalah dengan menghindari penyebabnya.
Karena tidak ingin mentok dengan pilihan di atas, para peneliti aktif untuk mencari metode pencegahan lain atau membalikkan reaksi alergi makanan. Salah satunya dengan memanfaatkan mikrobiom, ekosistem mikroorganisme yang hidup di usus.
Merubah mikrobiom usus diharapkan berpengaruh pada status alergi makanan. Para peneliti dari Brigham and Women’s Hospital dan Boston Children’s Hospital, di Amerika Serikat, telah mengidentifikasi spesies bakteri di usus bayi yang memberi efek perlindungan terhadap alergi makanan. Mereka juga menemukan perubahan yang terkait dengan perkembangan alergi dan merubah respons imun.
Dalam studi praklinis pada tikus yang dibuat mengalami alergi makanan, peneliti menemukan bahwa pemberian formulasi yang mengandung 5 atau 6 spesies bakteri usus, memberikan efek perlindungan melawan alergi makanan dan memperkuat toleransi tubuh terhadap makanan penyebab alergi. Riset ini diterbitkan dalam jurnal Nature Medicine (2019).
Salah satu peneliti Lynn Bry, MD, PhD, direktur dari the Massachusetts Host-Microbiome Center di Brigham, menjelaskan tindakan tersebut tidak hanya sebagai terapi perlindungan dengan mencegah terjadinya alergi makanan, tetapi juga menormalkan reaksi tubuh terhadap alergen.
“Dengan mikroba ini, kami mengatur ulang sistem kekebalan tubuh,” ujar Lynn, dilansir dari laman sciencedaily.com.
Bagaimana studi dilakukan
Tiap 4-6 minggu peneliti mengumpulkan sampel tinja dari 56 bayi yang menderita alergi makanan. Mereka menemukan banyak perbedaan saat membandingkan dengan mikrobiom dari 98 bayi tanpa alergi yang ditransplantasikan ke tikus yang dibuat sensitif terhadap telur.
Tikus yang mendapatkan bakteri dari bayi-bayi sehat memiliki efek perlindungan lebih baik pada alergi telur, dibanding tikus dengan bakteri dari bayi yang alergi.
Peneliti kemudian menganalisa perbedaan mikrobiom dari bayi dengan atau tanpa alergi, untuk mengidentifikasi bakteri mana yang mempunyai efek perlindungan. Ditemukan spesies bakteri Clostridiales dan Bacteroidetes dapat menekan reaksi alergi makanan di model tikus.
Untuk memahami bagaimana kedua spesies bakteri tersebut mempengaruhi kerentanan alergi makanan, tim juga melihat perubahan imunologis, baik pada bayi manusia dan pada tikus. Mereka menemukan bahwa Clostridiales dan Bacteroidetes menargetkan dua jalur imunologis penting dan merangsang sel T regulator spesifik.
Sel T merupakan sel yang memodulasi sistem kekebalan tubuh, mengubah profil mereka untuk menciptakan respons toleran alih-alih respons alergi. Efek ini ditemukan baik dalam model praklinis dan juga terjadi pada bayi manusia.
Metode baru ini berbeda dengan imunoterapi yang sudah dikembangkan, sebuah metode untuk meningkatkan ambang batas tubuh pada alergi. Caranya dengan mengekspos si penderita sedikit demi sedikit pada makanan penyebab alergi, sehingga tubuh beradaptasi.
Terapi bakterial ini merubah sistem kekebalan tubuh dengan tidak tergantung pada alergen. Memiliki potensi untuk mengobati alergi makanan secara luas daripada (hanya) mengurangi sensitivitas terhadap alergen tertentu. (jie)
Baca juga : Bakteri Usus dan Gagal Tumbuh Kembang Bayi Prematur