Mengapa penjajah sangat bernafsu menguasai Nusantara, tak lain karena sumber alamnya; di antaranya buah pala. Seperti yang dinarasikan dalam film Banda, The Forgotten Trail. Tanaman dengan nama latin Myristica fragrans Hout ini banyak terdapat di Kepulauan Banda, Maluku. Nilai ekonomis yang tinggi sebagai rempah-rempah, membuat buah dan biji pala menjadi komoditi perdagangan yang penting sejak zaman Romawi.
Pohon pala bisa mencapai tinggi 15-20 meter. Jika musim berbuah, pohon ini akan dipenuhi bunga di setiap ujung ranting dan kelak menjadi buah bergerombol berwarna hijau kekuningan. Daging buahnya tebal berwarna keputihan, berasa getir dan mengandung banyak getah. Selain daging buah ada fuli, berupa selaput tipis berwarna merah yang menyelimuti biji pala.
Bangsa Indonesia secara turun-temurun biasa menggunakan biji pala untuk pereda nyeri (analgesik), rematik dan masih banyak lagi. Salah satu manfaat yang sudah banyak diteliti ialah sebagai obat insomnia atau susah tidur.
Menurut penelitian, hampir semua manusia pernah mengalami gangguan tidur. Satu dari sembilan orang memiliki gangguan tidur, terutama pada mereka yang sudah sepuh (tua). Diperkirakan, tiap tahun 20 - 40% orang dewasa mengalami gangguan tidur, 17% di antaranya mengalami masalah serius. Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cenderung meningkat, sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya.
Kaplan dan Sadock melaporkan, sekitar 40-50% dari populasi usia lanjut menderita gangguan tidur. Beberapa individu menggunakan obat-obatan yang memiliki efek mempercepat induksi tidur (interval waktu antara pemberian obat hingga hilangnya kesadaran), dan memperlama waktu tidur di bawah pengawasan dokter.
Manfaat buah pala sebagai obat insomnia, tertulis pada literatur tua berjudul Werken en Raadgevingen betreffende het gebruik van Indische Planten, Vruchten enz (Cara dan Nasihat Mengenai Penggunaan Tanaman Indonesia, Buah-buahan, dll) yang ditulis oleh J. Kloppenburg-Versteegh, seorang wanita Belanda. Ia mengamati masyarakat Indonesia saat itu menggunakan pala, kangkung dan cabe puyang sebagai obat insomnia. Cetakan ketiga buku ini diterbitkan tahun 1912.
Biji pala mengandung minyak atsiri (7-14%), seperti saponin, myristisin, elemisi, enzim lipase, pektin, lemonena dan asam oleanolat. Hampir semua bagian buah pala mengandung senyawa-senyawa kimia yang bermanfaat bagi kesehatan. Daging buah pala seberat 100 g kira-kira mengandung air 10 g, protein 7 g, lemak 33 g. Kulit buah mengandung minyak atsiri dan zat samak. Setiap 100 g bunga kira-kira mengandung air 16 g, lemak 22 g, minyak yang menguap 10 g, karbohidrat 48 g, fosfor 0,1 g, zat besi 13 mg. Warna merah dari fulinya (kulit pembungkus biji pala) adalah lycopene, yang sama dengan warna merah pada tomat yang adalah antioksidan kuat.
Secara turun-temurun, masyarakat Indonesia membuat buah pala sebagai sirop pala. Buah pala direbus untuk diambil sarinya, kemudian ditambahkan gula. Sirop buah pala memiliki sifat menenangkan dan cocok untuk meredakan stres. Karena bersifat menenangkan, ramuan berbahan baku pala cocok digunakan oleh mereka yang mengalami gangguan tidur atau insomnia, juga untuk melancarkan darah, meredakan gangguan lambung, nyeri, dan perut mulas karena masuk angin.
Khusus untuk anti-insomnia, Weiss E.A. menyebutkan bahwa senyawa aromatik myristicin, elimicin, dan safrole sebesar 2 - 18% yang terdapat pada biji dan bunga pala, bersifat merangsang tidur berkhayal (halusigenik) dengan dosis kurang dari 5g. Penelitian tahun 2009 yang dilakukan Dhimas Dita Rahardian dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, menunjukkan ekstrak biji pala mempengaruhi pelepasan GABA (gamma- amino butiric acid – salah satu neurotransmitter dalam otak) dan menghambat katabolisme (penguraian senyawa) GABA.
Peningkatan aktivitas GABA dalam otak menghasilkan rasa kantuk dan memfasilitasi tidur atau mempertahankannya. Hal ini juga biasa digunakan pada obat-obatan sedatif-hipnotik.
Penelitian tersebut menunjukkan, pemberian ekstrak biji pala dengan dosis 7,5 mg / 25 g BB (berat badan) dapat memperpendek waktu induksi tidur (interval waktu antara pemberian obat hingga hilangnya kesadaran), dan memperpanjang lama waktu tidur mencit.Sementara dalam sebuah jurnal ilmiah, Prof. Ashwani Kumar, mantan Kepala Departemen Botani, Universitas Rajasthan, Jaipur, India, mejelaskan bahwa buah pala memiliki aktivitas neurologikal (sistem saraf, termasuk stres). Yakni dengan mengurangi gerak lokomotor (gerak yang menyebabkan perpindahan, seperti merangkak, berjalan atau berlari). “Ini potensial menambah waktu tidur,” tegasnya. (jie)