Bakteri tidak semuanya jelek. Contohnya di usus kita, ekosistem yang dihuni triliunan bakteri. Sebagian berpotensi merugikan (patogen), sebagian bermanfaat, sebagian lagi bakteri petualang yang mengikuti sifat bakteri dominan. Bakteri bermanfaat akan memperkuat usus dan sistem imun, membantu penyerapan nutrisi, serta melancarkan pembuangan/proses BAB (buang air besar).
Di usus, bakteri bermanfaat berkompetisi berebut makanan dan tempat tinggal dengan bakteri patogen. Sebagian bakteri bermanfaat menghasilkan asam laktat, seperti Lactobacilus dan Bifidobacteria, membuat lingkungan usus menjadi asam sehingga bakteri patogen sulit tumbuh. Asam yang dihasilkan bersifat organik, tidak membahayakan lambung dan usus. Menempel di dinding usus, bakteri bermanfaat memperkuat barrier usus. Bakteri patogen tidak bisa menempel, “poripori” di usus lebih rapat sehingga zat berbahaya dan zat asing tidak bocor ke aliran darah.
Bakteri bermanfaat merangsang pertumbuhan bakteri bermanfaat lain, membuat bakteri petualang bersifat baik sehingga keseimbangan ekosistem mikroflora usus terjaga. Bakteri bermanfaat juga melatih sistem imun untuk mengenali, mana zat berbahaya dan mana yang tidak. Itu sebabnya probiotik bisa membantu meredakan keluhan alergi; sistem imun tidak bereaksi terhadap alergen yang tidak berbahaya. Di sisi lain, bakteri bermanfaat membuat sistem imun lebih aktif membasmi mikroba berbahaya dan sel-sel kanker. Bisa dikatakan, bakteri bagian penting dari kesehatan usus dan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Usus yang sehat dan kuat merupakan kunci dari kesehatan dan usia yang panjang, seperti diutarakan peraih Nobel Ilya Metchnikoff, lebih seabad lalu. Ia mengamati masyarakat di dataran tinggi Eropa Timur, rerata berusia panjang (>100 tahun) dan sehat hingga tua. Mereka biasa mengonsumsi susu yang difermentasi dengan bakteri tertentu. Inilah konsep awal probiotik, yang saat itu masih asing.
L. casei Shirota strain
Teori Metchnikoff mengenai pemanfaatan bakteri untuk kesehatan sempat berkembang, kemudian terpinggirkan. Dr. Minoru Shirota di Jepang tertarik mempelajari teori Metchnikoff. Kala itu, kemiskinan melanda Jepang. Banyak anak meninggal akibat kurang gizi dan infeksi.
Merasa prihatin, Dr. Shirota berupaya mencari bakteri yang bisa digunakan untuk memperbaiki kondisi pencernaan manusia. Sekitar 300 jenis bakteri diteliti melalui beberapa uji ketahanan. Pada musim dingin
1930 di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Kedokteran Kyoto, ia temukan satu strain bakteri yang memenuhi kriteria baik, dan bisa mencapai usus dalam keadaan hidup. Ini tonggak sejarah dalam penelitian mengenai keturunan unggul bakteri asam laktat.
Bakteri temuannya dinamai sesuai namanya, L. Casei Shirota strain. Susu fermentasi yang mengandung L. casei Shirota strain mulai dipasarkan di Jepang pada 1935, dengan nama Yakult. Ini sesuai ide dan filosofi Dr. Shirota: membangun kesehatan dengan minuman susu fermentasi.
Tidak sembarang probiotik
Tahun 1990-an berkembang kembali konsep mengenai bakteri bermanfaat untuk kesehatan. Belakangan, dikenal istilah probiotik. Untuk disebut probiotik, produk yang mengandung bakteri bermanfaat harus terbukti secara ilmiah bisa meningkatkan derajat kesehatan. Produk fermentasi seperti blue cheese, kefir atau yogurt rumahan tidak bisa disebut probiotik.
Produk pangan ini lebih tepat disebut sebagai sumber kultur (flora) hidup. Sebaliknya, Yakult didukung Pusat Penelitian Mikrobiologi Yakult (Yakult Central Institute) yang berdiri sejak 1967 di Jepang. Berbagai penelitian ilmiah membuktikan manfaat Yakult sebagai probiotik. Misalnya studi Akoglu B, dkk (2015) di Jerman, melibatkan 142 pasien rawat inap dengan gejala gastroenterotitis (radang lambung dan usus) seperti diare.
Pasien mendapat probiotik berupa 65 ml susu fermentasi dengan L. Casei Shirota strain, 2x sehari. Hasilnya, pemberian probiotik mengurangi diare, memperbaiki fungsi ginjal dan peradangan, dibanding kelompok kontrol. Dong, dkk (2013) melibatkan 30 relawan sehat usia tua. Ditemukan, probiotik yang mengandung L. casei Shirota strain memperbaiki aktivitas sel NK (Natural Killer cell) dan produksi zat-zat anti peradangan. Sel NK adalah bagian dari sistem imun yang bertugas membasmi sel kanker dan mikroorganisme penyebab infeksi.
Tilley L, dkk (2014) meneliti 120 partisipan dengan feses (tinja) keras. Secara acak dibagi dua; satu kelompok mendapat susu fermentasi dengan L. casei Shirota strain, kelompok lain mendapat plasebo, diminum selama 4 minggu. Pada kelompok probiotik, feses jadi lebih lembut. Diduga, terjadi akibat berubahnya mikroba usus. Feses mereka mengandung L. Casei Shirota strain, tanda bahwa bakteri dari probiotik yang dikonsumsi, bisa mencapai usus dalam keadaan hidup. Penelitian Mai Tuyet, dkk (2017) menegaskan hal tersebut. Sebanyak 26 orang Vietnam usia dewasa diminta mengonsumsi susu fermentasi dengan L. casei Shirota strain, selama 14 hari.
Contoh feses dikumpulkan sebelum, selama dan setelah konsumsi probiotik. Setelah konsumsi probiotik selama 7 hari, ditemukan L. casei Shirota strain pada feses mereka. Pada 8 partisipan, bakteri tersebut masih terlihat di feses 14 hari setelah konsumsi probiotik dihentikan.
Karya Dr. Shirota
Yakult mengandung >6,5 miliar bakteri L. casei Shirota strain, terbukti tahan terhadap asam lambung dan cairan empedu sehingga bisa mencapai susu dalam keadaan hidup. Dengan kemasan mungil 65 ml, Yakult bisa habis sekali minum sehingga kualitasnya terjaga. Tidak langsung menghabiskan Yakult dan membiarkannya dalam kondisi botol terbuka, memungkinkan zat dan organisme lain masuk dan mengontaminasi.
Simpan Yakult pada suhu 0 – 10 derajat C. Pada suhu ini, L. casei Shirota strain tidak aktif sehingga populasinya terjaga (tidak mati), dan rasa Yakult tetap segar. Rasa Yakult jadi lebih asam adalah tanda bahwa L. Casei Shirota strain mulai aktif; kualitasnya menurun. Agar pencernaan dan tubuh senantiasa sehat, Yakult perlu rutin dan kontinyu dikonsumsi, 1 botol sehari. Cintai ususmu, minum Yakult setiap hari. (nid)