Apa yang menghentikan Anda mencari pertolongan profesional tentang masalah kejiwaan? Padahal konsultasi masalah ke psikolog bisa sangat membantu meringankan beban mental.
Menurut catatan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Kementerian Kesehatan RI, prevalensi penderita depresi di Indonesia sebesar 6,1% pada tahun 2018. Angka tersebut diperkirakan meningkat di tahun 2021, terutama akibat pandemi COVID-19.
Kondisi pandemi yang serba tidak pasti, pemutusan hubungan kerja, kecemasan terhadap situasi yang tidak aman, menurunnya kemampuan ekonomi rumah tangga, hingga tinggal di rumah dengan keluarga yang tidak harmonis maupun penuh risiko seperti kekerasan fisik, mental, dan seksual bisa menjadi faktor-faktor pemicu masalah psikososial yang lebih besar.
Namun, masih banyak orang yang tidak ingin atau mampu pergi ke psikolog untuk berkonsultasi mengenai masalah atau gangguan mental yang dimilikinya. Padahal sekali lagi, penting untuk konsultasi masalah Anda ke psikolog.
Ada beberapa hal yang menghambat seseorang untuk pergi ke psikolog.
1. Stigma sosial
Sejak lama, masyarakat Indonesia menganggap gangguan jiwa sebagai sesuatu yang tabu. Kebanyakan dari mereka tidak ingin menjadi bahan pembicaraan orang lain sebagai seseorang dengan perilaku yang menyimpang dari norma sosial.
Della Nova Nusantara, M.Psi, psikolog dari aplikasi konseling online Riliv, menjelaskan gangguan kesehatan mental bukanlah hal yang tabu atau pula aib.
“Sama seperti saat fisik kita kalau sedang terluka, capek, kadang butuh istirahat, butuh treatment yang sesuai dengan kebutuhannya saat itu, mungkin perlu istirahat atau justru olahraga. Begitu juga dengan kesehatan mental diperlukan perawatan yang tepat untuk menjaga kesehatannya,” terang Della.
Meski mulai berkurang di kalangan milenial dan generasi Z, stigma sosial masih dapat ditemukan, tidak mudah melepaskan pemikiran kolektif yang telah tertanam lama.
2. Kurangnya pemahaman kesehatan mental
Anggapan bahwa gangguan mental itu tabu menandakan kesadaran orang Indonesia tentang kesehatan mental masih rendah.
Biasanya, imbuh Della, hal ini ditunjukkan dengan orang-orang yang menyepelekan gangguan mental karena tidak bisa dilihat secara gamblang layaknya penyakit fisik.
Kenyataannya, penyakit mental dan fisik sama-sama menimbulkan rasa sakit kepada penderitanya. Bahkan dalam beberapa kasus, penyakit mental lebih mungkin untuk mengancam nyawa seseorang.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa setiap 40 detik ada 1 orang bunuh diri di seluruh dunia.
3. Ketakutan tersendiri
Bagi beberapa orang, pergi ke psikolog adalah keputusan yang besar. Muncul pertanyaan-pertanyaan seperti, “Apa aku terlalu berlebihan, ya?” dan “Bagaimana kalau psikolog-nya tidak membantuku?”
Ketika Anda mulai meragukan diri sendiri dengan melontarkan pertanyaan seperti itu, yakinlah bahwa mencoba untuk pergi ke psikolog itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
Menemukan psikolog yang cocok memang butuh waktu, tetapi setidaknya Anda akan berada selangkah lebih dekat dengan mengetahui apa yang terjadi dalam diri agar dapat membaik. Inilah pentingnya mengonsultasikan masalah Anda ke psikolog.
4. Minimnya akses psikolog
Menurut Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK), jumlah psikolog klinis yang ada saat ini adalah 3.232. Jumlah ini bisa dibilang sedikit apabila dibandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki 106,500 psikolog. Apalagi jumlah tersebut terpusat di Pulau Jawa.
Selama pandemi banyak psikolog yang membuka layanan konseling daring, atau Anda bisa memanfaatkan aplikasi konseling psikologi online untuk mengakses layanan psikologi tanpa harus keluar rumah.
5. Banyaknya biaya yang harus dikeluarkan
Selain keterbatasan akses psikolog, faktor biaya juga harus dipertimbangkan. Kebanyakan psikolog mengenakan Rp.150.000 sebagai biaya konsultasi. Tidak semua orang dapat mengeluarkan uang sebesar itu.
BPJS Kesehatan bisa memberikan akses psikolog di rumah sakit terdekat. Jika Anda memiliki asuransi atau BPJS Kesehatan, Anda bisa mencoba mencari tahu apakah rumah sakit terdekat bisa menawarkan layanan psikolog yang ditanggung asuransi. (jie)