Putriana Rachmawati, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru-baru ini merilis pernyataan bahwa sepanjang tahun lalu mereka menemukan lebih dari 1.500 produk kosmetik ilegal di Indonesia yang mengandung bahan yang dilarang dan membahayakan kulit seperti merkuri.
Pemakaian merkuri bisa menyebabkan kanker kulit. Berdasarkan Peraturan BPOM Nomor 23 Tahun 2019 tentang Persyaratan teknis Bahan Kosmetika, merkuri termasuk bahan yang tidak diizinkan berada dalam kosmetika.
Merkuri seringkali ditambahkan dalam kosmetik dengan klaim mencerahkan kulit dan mencegah keriput. Efek mencerahkan kulit dengan menggunakan krim yang mengandung merkuri cenderung lebih cepat sehingga banyak masyarakat tertarik untuk menggunakaannya.
Selain merkuri sebagai bahan yang dilarang dalam kosmetik, terdapat bahan kosmetik yang diperbolehkan dalam kosmetik dengan jumlah yang terbatas. Sehingga ketika kosmetik yang mengandung bahan tersebut digunakan secara berlebihan akan berisiko terhadap kesehatan.
Salah satunya adalah paraben, suatu golongan zat kimia yang berfungsi sebagai pengawet dalam produk kosmetik. Pengawet ini berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroba, baik bakteri maupun jamur.
Penggunaan berulang kosmetik meningkatkan risiko berkumpulnya mikroba pada produk tersebut. Karena itulah, penting untuk menambahkan pengawet dalam suatu produk kosmetik.
Kosmetik yang seringkali mengandung pengawet adalah kosmetik yang mengandung air seperti krim, gel, larutan, losion seperti yang banyak digunakan untuk pelembab, sabun mandi, dan make-up.
Jenis paraben yang seringkali ada dalam kosmetik adalah metil paraben, propil paraben, butil paraben, dan etil paraben. Dalam golongan paraben, yang diperbolehkan ada di kosmetik hanya metil dan propil paraben. Sisanya sudah dilarang di beberapa negara. Bahan yang diperbolehkan ada dalam kosmetik yang beredar di Indonesia diatur BPOM.
Regulasi paraben dalam kosmetik
Suatu produk biasanya mengandung lebih dari satu jenis paraben. Penggunaan paraben secara kombinasi dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dari pengawet tersebut.
Suatu kosmetik seringkali ditambahi pengawet karena mengandung air dan digunakan secara berulang. Air yang terkandung dalam kosmetik ini dapat menjadi media untuk pertumbuhan mikroba.
Menurut Peraturan BPOM No 23 Tahun 2019, metil paraben diperbolehkan dalam kosmetik dengan konsentrasi maksimum 0,4%. Sedangkan butil paraben dan propil paraben boleh ada dalam kosmetik dengan konsentrasi maksimum 0,14% baik secara tunggal atau kombinasi, atau 0,8% jika dikombinasikan dengan metil paraben.
Untuk butil dan propil paraben tidak boleh digunakan pada kosmetik non-bilas (tidak dibilas) yang diaplikasikan pada area yang tertutup oleh popok bagi anak-anak di bawah usia tiga tahun.
Kosmetik impor yang mengandung bahan paraben dapat didaftarkan di Indonesia asalkan bahan tersebut diizinkan sebagai bahan kosmetika di negara asal. Kandungannya tidak boleh bertentangan dengan persyaratan batas maksimum tersebut.
Badan Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyatakan bahwa belum ada cukup bukti yang menunjukan bahwa kandungan paraben dalam kosmetik berbahaya bagi kesehatan manusia pada jumlah kecil.
Tren “free paraben” dalam kosmetik
Tren bebas paraben dalam kosmetik berkembang, dan kini populer, karena ada beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa paraben dapat memengaruhi estrogen dalam tubuh yang berperan dalam sistem reproduksi laki-laki dan perempuan serta risiko kanker.
Faktanya, yang berada dalam daftar tersebut adalah isobutil paraben dan butil paraben. Dua jenis ini diperbolehkan.
Beberapa penelitian tentang pengaruh paraben terhadap hormon baru dilakukan secara in vitro (suatu uji yang dilakukan di luar makhluk hidup, biasanya pada tabung reaksi) dan pada hewan uji tikus.
Artinya penemuan “bahaya” pada uji in vitro belum bisa menggambarkan tingkat “bahaya” pada makhluk hidup. Temuan riset in vitro juga menyimpulkan bahwa paraben bekerja sebagai agonis estrogen yang lemah. Agonis estrogen adalah senyawa dari luar tubuh yang dapat bekerja seakan akan sebagai estrogen, yakni hormon yang dihasilkan tubuh untuk mengatur fungsi reproduksi perempuan.
Sebelumnya terdapat isu bahwa penggunaan paraben ini mampu memengaruhi hormon dalam tubuh manusia. Namun pada faktanya, dia tergolong dalam agonis estrogen yang lemah.
Selain itu, paraben juga seringkali disebutkan memicu alergi pada kulit. Faktanya paraben memiliki tingkat pemicu yang berbeda. Metil paraben, etil paraben, propil paraben, dan isopropil paraben adalah alergen (suatu substansi yang dapat memicu alergi) yang lemah. Namun butil-, isobutil-, pentil- dan benzil paraben adalah alergen yang kuat atau bahan yang dapat memicu alergi.
Alergen kuat dapat memicu sesak napas berat, tekanan darah turun secara drastis, mual, atau muntah. Sedangkan alergen ringan dapat memicu gatal pada kulit hingga kemerahan.
Meski penggunaannya paraben cukup luas di seluruh dunia, angka kejadian paraben dalam memicu alergi kulit dan menyebabkan kontak dermatitis (eksim yang dipicu akibat kontak dengan suatu substansi) tetap sangat jarang. Tingkat prevalensi yang dilaporkan rendah, berkisar antara 0,6% dan 1,7% di Amerika Utara dan 0,5% dan 1,3% di Eropa.
Penilaian keamanan ini selanjutnya dibuktikan oleh American Contact Dermatitis Society (ACDS) yang menyoroti paraben sebagai bahan non-alergen dalam laporan keamanan mereka tahun 2018.
Jangan berlebihan
Semua bahan, apapun itu, termasuk paraben tentunya memiliki risiko jika digunakan di luar batas aman. Air minum sekalipun akan berbahaya ketika dikonsumsi di luar batas aman.
Selama produk kosmetik tersebut memiliki nomor izin edar, seharusnya sudah memenuhi persyaratan jumlah batas maksimum yang ditetapkan.
Jumlah batas maksimum tersebut ditetapkan berdasarkan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan. Aturan ini tentu saja dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Pada prinsipnya, kita tidak perlu takut terhadap kosmetik yang mengandung paraben, selama produk tersebut memiliki nomor izin edar, dan digunakan sesuai dengan aturan pakai. Juga jangan menggunakan kosmetik ilegal karena level keamanan belum diketahui dan risikonya jauh lebih besar.
Namun, tentunya ada beberapa yang orang yang memiliki kulit lebih sensitif terhadap paraben dan menimbulkan reaksi alergi tertentu. Sama halnya dengan orang yang alergi terhadap suatu makanan, tentunya tidak bisa kita melabeli bahwa makanan tersebut “berbahaya”. Intinya, jangan berlebihan saat memakai kosmetik meskipun kosmetik tersebut legal.
Putriana Rachmawati, Dosen Program Studi Farmasi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
_________________________________________________
Ilustrasi: Image by ArtPhoto_studio on Freepik