Ekstrak valerian (Valeriana officinalis), sejak jaman Yunani dan Romawi kuno telah dikenal sebagai obat insomnia (susah tidur). Menurut Hippocrates, tanaman asli Eropa dan beberapa wilayah Asia Barat ini juga dapat digunakan untuk mengatasi gangguan kecemasan, kejang pada bayi, sakit perut, irritable bowel syndrome, depresi dan menjaga kestabilan tekanan darah. Bagian yang digunakan adalah akarnya.
Penelitian Susan Hadley dan Judith J. Petry mengungkapkan, pemberian ekstrak valerian dengan dosis 450 mg dan 900 mg dapat meningkatkan kualitas tidur. Juga mampu menurunkan kebiasaan tidur, tapi total waktu tidur tidak mengalami perubahan.
Penelitan lain dilakukan pada 121 penderita insomnia, menunjukkan bahwa ekstrak valerian mengurangi gejala insomnia. Responden menerima 600 mg akar valerian kering dan placebo (obat kosong) selama 28 hari.
Beberapa alat pengukur digunakan untuk mengevaluasi efektivitas dan toleransi metode ini, termasuk kuisioner tentang efek pengobatan (diberikan pada hari ke 14 dan 28), perubahan pola tidur (diberikan pada hari 0, 14 dan 28).
Setelah 28 hari, kelompok yang menerima ekstrak valerian menunjukkan penurunan gejala insomnia dibandingkan yang menerima plasebo. Perbedaan peningkatan antara ekstrak valerian dan plasebo, antara hari ke 14 dan 28.
Cara kerja valenian
Efek sedatif (menenangkan) dalam valerian tampaknya disebabkan dua komponen utama. Pertama, minyak volatile yang termasuk dalam asam valerenik yang terbukti dalam pengujian pada binatang (preklinis).
Walau memiliki efek sedatif, kandungan volatile dalam valerian tergolong sedikit, sehingga memungkinkan adanya senyawa lain yang menyebabkan ekstrak tumbuhan ini ampuh mengatasi gangguan tidur.
Kedua, kandungan iridoid dalam valerian, di mana terdapat senyawa valepotriate di dalamnya yang bekerja meningkatkan efek sedatif, namun tidak bekerja sebagai zat tunggal. Ekstrak valerian juga mengandung senyawa jenis alkaloida (aktinidin, katinin, valerianin dan valerin) dan senyawa GABA (gamma-aminobutyric acid), yang berkerja sebagai neurotransmiter berhubungan dengan efek sedatif valerian.
GABA merupakan neurotransmitter yang banyak terdapat di otak yang membantu merangsang relaksasi dan tidur. Respon gelisah juga diatur oleh GABA, sehingga beberapa obat yang berfungsi meningkatkan GABA di otak, digunakan untuk merawat penderita epilepsi.
Selama ini, obat-obatan yang digunakan untuk memberikan efek sedasi ialah barbiturat. Ini adalah obat anestasi yang bekerja memacu GABA. Dalam sebuah penelitian pada mencit, dibuktikan ekstrak valerian tidak dapat memperpanjang waktu tidur mencit yang diberi barbiturat.
Pemberian valerian sendiri memperpanjang waktu tidur mencit. Dibandingkan kelompok yang tidak diberi ekstrak valerian, makin tinggi dosis valerian makin panjang waktu tidur mencit.
Valerian dapat menimbulkan efek samping sakit kepala, pusing dan gangguan pencernaan. Namun, di Amerika Serikat ekstrak valerian tetap banyak digunakan sebagai suplemen pembantu; bukan sebagai obat untuk mengatasi susah tidur. (jie)