Empat dari hampir 200 orang yang digigit anjing, meninggal di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Anjing yang menggigit diduga tertular virus rabies atau penyakit anjing gila.
Kasus di Bima itu terjadi sejak Januari – 13 Oktober 2022. “Empat orang yang meninggal, tiga di Desa Dumu, satu orang di Desa Laju, Kecamatan Langgudu,” ujar Kepala Bidang Kesehatan Hewan (Keswan) Disnakeswan Bima, Abdul Manan, Kamis kemarin. Korban meninggal karena terlambat dibawa ke Puskesmas. "Kalau ada yang digigit anjing, masyarakat cenderung mengobati sendiri. Tidak bisa sembuh, karena bekas gigitan anjing itu mengandung virus rabies," katanya.
Rabies sudah dikenal sejak zaman Mesir dan Yunani kuno, sekitar 2300 tahun sebelum Masehi. Virus rabies termasuk keluarga Rhabdoviridae dan genus Lyssavirus. Virus yang menyerupai peluru ini peka terhadap panas. Suspensi virus sudah inaktif pada suhu 50 derajat Celcius, selama 15 menit. Zat fenol, eter dan chloroform juga dapat menginaktifkan virus rabies.
Virus rabies menyerang susunan saraf, ditandai kelumpuhan progresif dan bisa berakhir dengan kematian. Virus ini dapat menginfeksi semua hewan berdarah panas, termasuk manusia, karena bersifat zoonosis (menular dari hewan ke manusia). Selain oleh anjing, rabies bisa disebarkan lewat kucing, sapi, kambing, kuda, musang, kelelawar, monyet dan lain-lain.
Di Bima, populasi anjing sekitar 146.000 ekor, tersebar di 18 kecamatan. Perilaku masyarakat diduga ikut andil dalam kasus ini. Di musim tanam jagung, kata Abdul Manan, masyarakat memelihara anjing untuk menjaga tanaman dari hama babi. Panen usai, anjing-anjing itu dilepasliarkan sehingga kelaparan. Ada yang kemudian terpapar virus rabies, masuk ke pemukiman dan menyerang siapa saja.
Masa inkubasi dan gejala pada binatang
Gejala rabies bervariasi pada individu. Setelah digigit hewan penderita rabies, masa inkubasi antara 14-90 hari; bisa sampai 7 tahun. Sebagian besar (95%) masa inkubasi 3-4 bulan, dan hanya 1% dengan inkubasi 7 hari sampai 7 tahun. Karena lamanya masa inkubasi, pasien kadang menganggap digigit anjing gila tidak berbahaya.
Gejala klinis pada hewan, bisa menjadi beringas dan paralisis. Hewan bisa gelisah, agresif dan menggigit apa saja yang ditemui, respon berlebihan pada suara dan sinar, takut air dan air liur berlebihan.
Bentuk paralisis ditandai dengan kelemahan bagian belakang tubuh sehingga berjalan terhuyung-huyung, kejang, koma, napas terhenti dan mati. Di Indonesia, penyakit anjing gila tergolong masalah kesehatan serius, karena menyebabkan kematian (always almost fatal) sampai 100%.
Penularan rabies biasanya melalui kontak dengan anjing atau binatang lain yang sudah terinfreksi virus. Bisa melalui gigitan atau air liur yang menyentuh luka. Virus masuk ke ujung saraf di otot di tempat gigitan, masuk ke ujung saraf tepi sampai mencapai sistem saraf sumsum tulang belakang dan kemudian menyerang otak.
Gejala awal rabies: demam, kesemutan pada tempat yang digigit, tidak enak badan, mual, nyeri tenggorokan. Muncul rasa cemas, gelisah dan reaksi berlebihan terhadap rangsangan sensoris (stimulus-sensitive myoclonus). Tonus otot dan aktivitas simpatik meninggi, hipersalivasi, hiperlakrimasi, koma dan bisa berakhir dengan kematian.
Pencegahan
Mantan Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan, Tri Satya Naipospos menyatakan, pengendalian rabies bisa dengan metode LAS (Local Area Spesific Problem Solving), pemecahan masalah melalui pendekatan spesifik wilayah. Edukasi masyarakat mengenai bahaya rabies, eliminasi anjing liar yang menyebarkan virus rabies, dan vaksinasi anti ravies (VAR) sebagai tindakan pencegahan. (sur)