Diet terasa menyenangkan, dengan pemilihan dan variasi makanan serta teknik pengolahan yang benar. Mengenai diet, Hanida Syafriani dari OTC DIGEST mewawancara Yudi S. Budiman, Kepala Quality Control Bagian Dapur RS Jantung Harapan Kita, Jakarta. Yudi lulusan Akademi Gizi Hang Jebat (sekarang Politeknik Kesehatan Jakarta II) di bawah Departemen Kesehatan RI. Ia melanjutkan studi Pengolahan Pangan, kerjasama Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan Universitas Sahid, Jakarta.
Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan diet?
Diet adalah mengatur pola makan. Jadi, semua orang tanpa kecuali, harus diet sejak lahir hingga menjelang ajal. Saat janin mau dibentuk pun, orangtua harus diet. Tujuan diet yakni sehat jasmani rohani. Bagi yang sehat untuk menjaga kesehatan dan tidak muncul penyakit, bagi yang sakit agar lambat laun penyakitnya diatasi, tanpa berdampak ke penyakit lain. Semua dengan cara gizi seimbang.
Timbulnya penyakit misal penyakit jantung, berarti ada kesalahan dalam keseimbangan gizi. Gizi mengandung empat unsur: karbohidrat, protein, lemak, serta vitamin dan mineral. Satu saja salah (tidak seimbang), bisa memantik penyakit. Kalau sudah terjadi kesalahan, tak tertutup kemungkinan untuk kembali sehat dengan mengatur pola makan.
Pasien di rumah sakit, hanya sindrom (gejala) yang diatasi. Kausa/penyebabnya terlupakan. Misalnya pasien jantung sesak nafas. Dokter akan melihat dan mengobservasi. Wilayah dokter ada tiga: obat bila cukup hanya dengan obat; dipasang ring atau balon; dan ketiga dibuat fly over (operasi by pass). Kalau ditanya pasien pilih mana, mereka jawab: obat. Kalau saya tidak ketiganya, karena dasarnya kita tidak pakai itu. Bila terapi sudah ditentukan oleh dokter, lakukan. Tapi jangan pernah berpikir ingin dioperasi.
Saat dirawat, pasien bisa diet. Setelah pulang ke rumah, bagaimana?
Ini sering terjadi. Dokter kadang lupa merujuk ke ahli gizi. Orang di rumah bingung, apa yang harus disajikan kepada pasien. Ada saran, makan apa saja tapi sedikit-sedikit. Nah, pengertian ‘sedikit’ untuk tiap orang berbeda.
Selama di RS, pasien makan apa yang disediakan karena ingin sehat. Sampai di rumah, asumsinya sudah sehat, sehingga kembali ke habitat lama. Bila ikhtiarnya benar, sampai rumah pola makan diatur, saat konsultasi ke dokter, dosis obat makin lama dikurangi lalu bisa dihentikan. Itu yang benar.
Pasien penyakit jantung dan penyakit lain yang berhubungan dengan kelebihan berat badan, dianjurkan jangan banyak makan makanan berlemak, terutama yang digoreng. Pengertian tidak digoreng, berarti makanan direbus atau dikukus. Pasti pasien bosan. Diet harus enak. Agar enak, masakan bisa ditumis, dikukus, dipanggang; menu Eropa, Jepang, Indonesia, semua boleh.
Pasien tidak boleh makan goreng, seperti anjuran dokter. Sebenarnya, ada teknik menggoreng yang aman. Menggoreng kan mengubah bahan mentah agar enak, menggunakan unsur panas. Panas ini yang mengubah struktur molekul; yang tadinya baik bisa menjadi racun bila suhunya tidak tepat. Racun dalam kimia pangan ada dua: bersifat karsinogenik yang menyebabkan kanker, dan radikal bebas yang menyebabkan penuaan dini.
Bagaimana agar makanan tetap garing (digoreng) tapi tidak menjadi racun? Saat menggoreng, biasanya kita panaskan minyak, lalu masukkan bahan makanan. Kita ubah. Bumbui ikan atau ayam, lalu panggang sampai garing tanpa minyak. Kalau tidak ada teflon, cukup lapisi penggorengan dengan daun pisang. Panggang hingga kecoklatan; namanya cracking. Ini menutup pori-pori permukaan makanan sehingga jus di dalam lauk tidak keluar semua, dan nilai gizinya tertahan. Lauk bisa langsung dipanggang, atau kalau ayam bisa diungkep dulu.
Agar seperti digoreng, ada dua teknik. Saat masih di teflon, olesi lauk dengan minyak sehat (minyak jagung, biji bunga matahari, dan lain-lain). Lebih mahal, tapi pemakaiannya irit. Cara kedua, masukkan sedikit minyak ke penggorengan. Setelah suhunya agak panas, kecilkan api, masukkan lauk. Selesai. Tidak ada minyak jelantah.