Indonesia merupakan negara endemik dengue dengan kasus dengue tertinggi di Asia. “Hal ini menjadikan pencegahan dengue sangat penting dilakukan terutama untuk melindungi populasi dengan risiko lebih tinggi terhadap infeksi dengue,” jelas Prof. Dr. dr. Edi Hartoyo, Sp.A Subsp.Inf.P.T (K), dalam keterangan tertulis yang diterima OTC Digest.
Kasus dengue pertama kali ditemukan di Indonesia pada 1968. Telah >50 tahun berlalu, tapi hingga kini dengue masih saja menjadi salah satu momok kesehatan. Tahun ini saja, hingga 16 Mei 2025, Kementerian Kesehatan mencatat 56.269 kasus yang tersebar di 456 kabupaten/kota di 34 provinsi, dengan kematian sebanyak 250 kasus yang terjadi di 123 kabupaten/kota di 24 provinsi.
Peringatan Hari Dengue Asian / Foto: PT Takeda
Dengue Jangan Dianggap Enteng
Begitu seringnya kasus dengue yang terjadi tiap tahun, membuat kita ‘terbiasa’ sehingga level kewaspadaan menurun. Padahal, dengue bisa berakibat fatal. Terlebih, semua serotipe virus dengue (DEN 1, 2, 3, 4) ada di Indonesia. “Seseorang dapat terinfeksi virus dengue lebih dari sekali, dan infeksi kedua berisiko lebih parah,” ujar Dr. dr. Anggraini Alam, Sp.A. Subsp.Inf.P.T (K), Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Jawa Barat.
Pernah terkena dengue, tidak membuat kita kebal terhadap penyakit tersebut karena ada empat serotipe. Tubuh hanya membuat antibodi terhadap serotipe virus yang pernah menjangkiti kita, tapi kita tidak kebal terhadap serotipe lainnya.
Beberapa penelitian menunjukkan, kasus dengue berat berhubungan dengan berbagai faktor. Antara lain usia, dengan peningkatan risiko di kalangan anak-anak yang lebih muda. Di Indonesia, berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada 2021-2023, sekira 73% kasus dengue terjadi pada kelompok umur 5-44 tahun. Proporsi kematian tertinggi (49%) terjadi pada kelompok usia 5-14 tahun.
Data global juga menunjukkan bahwa selama 30 tahun, anak-anak memiliki insiden dengue yang lebih tinggi, serta Disability-Adjusted Life Years (tahun-tahun kehidupan yang hilang akibat kematian atau disabilitas yang disebabkan penyakit/DALYs) dari seluruh populasi. Gawatnya lagi, pada 2021, Indonesia merupakan negara dengan beban DALYs tertinggi akibat dengue.
Menekan Kasus Dengue dan Kematian Akibatnya
Upaya yang komprehensif untuk mencegah risiko dengue berat dan kematian. Dalam Stranas Penanggulangan Dengue, pengendalian vektor menjadi salah satu fokus utama. Tujuannya, meningkatkan partisipasi masyarakat serta kemampuan tenaga kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat melalui gerakan seperti 3M Plus dan 1 Rumah 1 Jumantik (1R1J).
Tak cukup mengendalikan vektor, upaya lain juga perlu dilakukan. Misalnya dengan upaya inovatif seperti nyamuk ber-Wolbachia, dan vaksinasi. Vaksinasi bisa kita lakukan secara mandiri. “Vaksin dengue adalah salah satu langkah krusial untuk meningkatkan perlindungan, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa,” ujar Prof. Edi.
Vaksin dengue generasi baru melindungi dari keempat serotipe virus. Vaksin bisa diberikan pada anak hingga dewasa, yaitu usia 6 – 45 tahun. Dilakukan dalam dua dosis (dua kali), dengan jarak antar dosis 3 bulan. “Untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap sesuai dosis yang dianjurkan,” tegas Prof. Edi.
Vaksinasi sendiri sudah lama sekali digunakan di dunia kesehatan. “Vaksin telah digunakan selama lebih dari 200 tahun, tepatnya sejak vaksin pertama kali dikembangkan untuk melindungi dari cacar pada tahun 1796,” papar Dr. dr. Djatnika Setiabudi, Sp.A. Subsp.Inf.P.T (K), MCTM (Trop Ped). Kala itu, cacar menimbulkan dampak kematian yang luar biasa pada peradaban manusia di seluruh dunia.
Saat ini, vaksinasi mencegah 3,5 juta hingga 5 juta kematian setiap tahun akibat berbaai penyakit; termasuk di antaranya difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), influenza, dan campak. Vaksin tidak membuat kita kebal 100% terhadap penyakit, tapi bisa menurunkan risiko terjangkit penyakit dan keparahan penyakit tersebut.
Menariknya lagi, vaksinasi tak hanya melindungi diri, tapi juga mampu menciptakan kekebalan komunitas; terutama bila vaksinasi dilakukan secara massal. “Seseorang yang telah divaksinasi tidak hanya melindungi dirinya, tetapi juga orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, vaksinasi dapat memutus mata rantai penyebaran penyakit,” terang Dr. dr. Djatnika.
Vaksinasi dengue sayangnya masih harus dilakukan secara mandiri. Pilot project program vaksinasi dengue sudah dilakukan di provinsi Kalimantan Timur. Tentu kita berharap, ini bisa mnjadi program nasional, sehingga kasus dengue bisa ditekan, dan kita bisa mencapai target Nol Kematian akibat dengue pada 2030.
Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, menyampaikan betapa luasnya dampak dengue. Bukan hanya tecermin dalam angka kasus, tetapi juga dalam hilangnya produktivitas karena perawatan, baik bagi pasien maupun anggota keluarga yang harus mendampingi. “Di balik data, ada cerita kehilangan orang-orang tercinta yang tidak tercatat dalam statistik. Setiap kehilangan adalah tragedi yang sebenarnya dapat kita cegah,” pungkasnya.
Hari Dengue ASEAN (The Association of Southeast Asian Nations) atau ASEAN Dengue Day (ADD) diperingati pada 15 Juni setiap tahun. Diperingati oleh negara-negara anggota ASEAN sebagai bagian dalam upaya pengendalian dengue yang meliputi pencegahan, penanggulangan, dan tatalaksana, guna menekan angka kejadian dan kematian akibat dengue. (nid)
____________________________________________
Ilustrasi: Freepik.com