Rishi Caleyachetty, University of Birmingham
Ungkapan “sehat apapun ukuran tubuhmu” adalah pernyataan yang salah. Studi kami yang terbaru memperlihatkan jika Anda dikategorikan mengalami obesitas tapi secara metabolis sehat (yang disebut sebagai gemuk tapi sehat atau “fat but fit”), Anda tetap saja memiliki risiko penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi dibanding orang bermetabolisme sehat yang berat badannya normal.
Gemuk tapi sehat sudah menjadi debat sengit sepuluh tahun terakhir. Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, debat ini penting. Namun kita sebaiknya mengeluarkan tenaga lebih untuk mereka yang memiliki risiko tinggi penyakit kardiovaskular (seperti serangan jantung, gagal jantung, dan stroke), sementara mengurangi tenaga untuk mereka yang memiliki risiko penyakit kardiovaskular rendah.
Banyak orang berpikir jika Anda mengalami obesitas tetapi tidak mengidap diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, atau kolesterol tinggi, maka Anda bisa diperlakukan seperti mereka yang berat badannya normal dan tidak memiliki abnormalitas metabolisme tersebut. Tapi bukti-bukti baru mengungkap bahwa obesitas termasuk faktor risiko untuk kesehatan jangka panjang meski secara metabolis orang tersebut saat ini sehat.
Satu studi observasi baru-baru ini, yang diikuti 18.000 peserta dari sepuluh negara Eropa, menemukan orang-orang yang mengalami obesitas memiliki risiko penyakit jantung koroner yang lebih tinggi daripada orang dengan berat badan normal bermetabolisme sehat. Studi kami mendukung bukti itu dan bahkan mengungkap beberapa hal lain.
Studi terbesar di topik ini
Studi kami, sejauh ini, adalah studi observasi prospektif terbesar yang meneliti orang-orang kegendutan yang secara metabolisme sehat. Kami menggunakan data 3,5 juta orang, berusia 18 tahun ke atas, yang kami dapatkan dari basis data kesehatan dasar di Inggris.
Kami bukan hanya ingin mengetahui apakah ada hubungan antara obesitas dan metabolisme sehat dengan mengalami penyakit jantung koroner kemudian hari. Kami juga ingin tahu apakah ada hubungan antara stroke, stroke ringan (juga dikenal sebagai serangan iskemik sesaat), gagal jantung, dan peripheral vascular disease. Kami juga meneliti apakah orang dewasa kegemukan yang sehat mempertahankan kesehatan metabolisme mereka pada periode studi selanjutnya.
Baca juga: Apakah kanker itu hanya persoalan ‘nasib buruk’?
Peserta yang dikelompokkan sebagai “terlalu gemuk dan sehat secara metabolis” adalah mereka yang tidak menderita diabetes, memiliki lemak darah tidak normal atau tekanan darah tinggi, pada awal studi.
Dari 3,5 juta peserta, yang tidak mengalami penyakit kardiovaskular di awal studi, 15% di antaranya dikelompokkan sebagai obesitas yang sehat secara metabolis. Dalam periode tindak lanjut standar, selama lima tahun, dari mereka yang tadinya secara metabolis sehat dan obesitas, 6% di antaranya mengalami diabetes, 12% memiliki lemak darah abnormal, dan 11% memiliki tekanan darah tinggi.
Dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal dan secara metabolis sehat, orang obesitas yang bermetabolisme sehat memiliki risiko jantung koroner lebih tinggi sebanyak 50%, risiko stroke 7% lebih tinggi, dan risiko gagal jantung dua kali lipat. Risiko lebih tinggi ini tidak ditentukan oleh umur, jenis kelamin, merokok, atau status sosial ekonomi karena kami juga sudah memasukkan faktor-faktor ini dikalkulasi kami.
Bukan kondisi tidak berbahaya
Lantas, apakah Anda bisa gemuk tapi sehat? Jika yang dimaksud dengan sehat adalah kesehatan kardiovaskular, jawabannya adalah tidak.
Dengan menimbang faktor perbedaan genetik terkait orang yang cenderung gemuk, kami bisa membayangkan bahwa di antara populasi orang kegemukan tentu akan ada yang tidak memiliki risiko tinggi komplikasi terkait obesitas, seperti penyakit kardiovaskular.
Tapi bukti-bukti sudah terkumpul bahwa secara umum obesitas bermetabolisme sehat bukanlah kondisi yang tidak berbahaya. Kerja riset pada masa mendatang harus berfokus pada menemukan cara paling efektif bagi masyarakat umum untuk mencegah obesitas dan strategi mengendalikannya.
Rishi Caleyachetty, Epidemiologist, University of Birmingham
Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.
__________________________________
Ilustrasi: Michael Jarmoluk / Pixabay.com