Coba lihat sekeliling Anda, berapa orang yang langsing dan berapa orang yang gemuk, atau setidaknya memiliki perut buncit? Atau, Anda termasuk dalam kategori gemuk / buncit? Kegemukan atau obesitas adalah pintu masuk berbagai penyakit. Membatasi asupan gula terbukti dapat menahan lonjakan berat badan, sekaligus menurunkan risiko diabetes.
Prevalensi obesitas pada orang dewasa di Indonesia terus meningkat dari tahun ketahun, dari 16,8% (Riskesdas 2007) menjadi 31,4% (Riskesdas 2013). Seperti diketahui kegemukan menyebabkan beragam penyakit, mulai dari kolesterol tinggi, diabetes, hipertensi, sampai serangan jantung dan stroke. Semua itu dikategorikan sebagai penyakit tidak menular ; 51-60% penyebab kematian usia < 70 tahun.
Bagaimana dengan diabetes? Data International Diabetes Federation 2015 memperkirakan sekitar 10 juta penduduk Indonesia menderita diabetes. Menjadi penyebab kematian ke 3 terbesar (6,7%) setelah stroke (21,1%) dan penyakit jantung koroner (12,9%). Namun perlu diingat, stroke dan penyakit jantung koroner adalah 2 komplikasi tersering diabetes.
“Salah satu penyebab tingginya angka obesitas dan diabetes adalah masyarakat Indonesia menyukai mengonsumsi hidangan yang manis,” papar Dr. dr. Saptawati Bardosono, M.Sc., pakar gizi dan pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. “Tanpa diimbangi akitvitas fisik yang memadai, konsumsi gula berlebih akan menumpuk menjadi lemak.”
Riset membuktikan kejadian obesitas sentral (perut buncit) berbanding lurus dengan terjadinya sindroma metabolik (diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemia). Penumpukan lemak di perut menyebabkan peredaran lemak dalam darah di sekitar perut meningkat. “Ujung-ujungnya dibawa ke hati. Diolah di hati dan akan meningkatkan gula darah dan lemak darah,” terang dr. Saptawati.
Itu sebabnya pada 2016 lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan “perang” terhadap gula. Salah satu caranya dengan mengganti snack / camilan kemasan (tinggi gula dan garam) dengan buah dan sayur. Mengurangi asupan gula tambahan (added sugar) < 10% dari kebutuhan energi total baik pada anak atau dewasa. Dan, secara bertahap mengurangi konsumsi gula tambahan sampai 5%.
“Misalnya rata-rata kebutuhan kalori anak adalah 1500 kalori, maka gulanya harus kurang dari 150 kalori. 1 gram gula adalah 4 kalori, maka 150 dibagi 4, menjadi sekitar 35 gram gula. Itu setara dengan 6-10 sendok teh. Sedangkan orang dewasa boleh sampai sekitar 12 sendok teh,” tutur dr. Saptawati.
Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Nutrients 2016 menyatakan ada hubungan signifikan antara penurunan konsumsi gula dengan penurunan berat badan, risiko diabetes dan hipertensi. Sebaliknya, ada kenaikan risiko penyakit kardiovaskular (jantung dan stroke) 1,3 kali, jika konsumsi gula 10-25% melebihi anjuran. Risiko bertambah 2,75 kali jika konsumsi gula > 25%. (jie)