“Selama 90 menit saja kita tidak bergerak, sudah terjadi stasis,” tegas dr. Cosphiadi Irawan, Sp.PD-KHOM, FINASIM dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Stasis adalah perlambatan aliran darah, sering terjadi pada pembuluh darah balik (vena) kaki.
Vena terdiri atas katup-katup, yang berkontraksi untuk memompa darah kembali ke atas (jantung). Pergerakan (motion) akan membantu kontraksi. Sebaliknya katup vena tidak bekerja optimal pada kondisi statis atau diam. Akibatnya, aliran darah melambat dan ‘tergenang’ di antara katup. Lama kelamaan, ‘genangan’ bisa saling menempel dan terbentuk gumpalan/bekuan darah (trombosis).
Gumpalan darah sering terjadi pada vena dalam, disebut DVT (deep vein thrombosis), terutama di sepanjang tungkai kaki. Kaki adalah anggota tubuh yang paling panjang. Katup vena pada kaki perlu usaha keras untuk memompa darah ke atas, melawan gravitasi. Bila kaki dibiarkan diam dalam waktu lama, risiko DVT meningkat.
DVT mengintai orang yang berdiam diri dalam waktu lama; misalnya yang melakukan perjalanan >4 jam, yang berbaring lama di tempat tidur, atau habis menjalani operasi besar misalnya bedah ortopedi. Juga mereka dengan berat badan berlebih; perokok; berusia >40 tahun; ada ada riwayat DVT, emboli paru, atau riwayat penggumpalan darah dalam keluarga.
Apa gejala DVT? “Nyeri, pembengkakan jaringan lunak, kulit terasa hangat dan kemerahan karena pembuluh darah melebar. Kalau sudah hebat agak menghitam,” terang dr. Chospiadi. DVT tidak selalu bergejala. Nyeri baru muncul bila sudah ada pembengkakan jaringan lunak yang signifikan.
Trombosis di kaki bisa lepas, ikut dalam aliran darah lalu tersangkut dan menimbulkan masalah di organ, misalnya paru. Ini disebut emboli paru (EP), “Biasanya pasien datang dengan keluhan sesak nafas, nyeri dada, batuk berdarah dan rasa lemas.” Ditengarai, terjadi 300.000 kematian/tahun di Amerika Serikat akibat EP.
Sumbatan pada arteri pulmonalis yang membawa darah dari jantung ke paru, bisa menyebabkan kematian mendadak akibat henti nafas. Bisa terjadi kematian pada jaringan paru, penumpukan cairan di paru dan rongga dada, kejang, atau denyut jantung tak beraturan.
DVT bisa dicegah. Pindah posisi kaki bila harus duduk atau bersila untuk waktu lama. Biasakan olahraga rutin dan teratur, agar aliran darah lancar. “Sekitar 44% orang tidak sadar bahwa latihan fisik bisa mengurangi risiko trombosis,” imbuh dr. Cosphiadi. Intinya, kaki harus bergerak agar katup-katup vena bisa memompa dengan optimal.
Lakukan olahraga kaki sederhana bila melakukan perjalanan jauh. Misalnya ke toilet, berjalan antara barisan kursi, atau lakukan peregangan/relaksasi pada kaki. Hindari pakaian ketat yang bisa menghambat aliran darah. Bila memiliki risiko DVT, bisa memakai stoking khusus, terutama jika melakukan perjalanan, “Stoking akan membantu kontraksi otot.” (Baca juga: Menghindari DVT dalam Perjalanan)
Pemeriksaan DVT dilakukan dengan USG kompresi. (nid)