kecemasan meningkatkan risiko demensia
kecemasan meningkatkan risiko demensia

Awas, Kecemasan Meningkatkan Risiko Demensia

Orang dewasa yang mengalami kecemasan (ansietas) punya risiko lebih tinggi untuk mengalami demensia, riset baru menemukan. Kabar baiknya, jika gejala kecemasan teratasi, risiko demensiapun turut berkurang. 

Kecemasan merupakan masalah psikis yang bisa menimbulkan gejala, baik fisik maupun psikologis. Kini semakin banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa kecemasan berkaitan dengan peningkatan risiko gangguan kognitif, termasuk demensia – orang awam menyebutnya pikun.

Baca : Membedakan Lupa Biasa dan Lupa Karena Demensia

Riset yang diterbitkan di Journal of American Geriatrics Society mencatat orang tua yang memiliki gangguan kecemasan berisiko lebih tinggi mengalami demensia seiring bertambahnya usia, dibandingkan mereka yang tidak mengalami kecemasan. 

Hal ini berlaku baik untuk mereka dengan kecemasan kronis (sudah berlangsung lama), maupun orang dengan kecemasan yang baru muncul. 

Namun penelitian ini juga mencatat, setelah kecemasan teratasi, risiko demensia yang tinggi tersebut tampak berkurang. 

Peningkatan risiko tiga kali lipat

Riset sebelumnya secara konsisten menunjukkan hubungan antara kecemasan dan risiko demensia. Namun, walau sudah ada banyak studi tentang hubungan tersebut, penelitian sebelumnya tidak selalu membedakan antara kecemasan kronis dan kecemasan baru. 

Pada riset ini, Khaing K, dkk, mengamati data 2.132 orang di Australia, rerata usia 76 tahun, dengan usia termuda sekitar 50 tahunan. Pengamatan dilakukan selama 5 tahun- pemeriksaan dilakukan di awal studi dan di tahun ke 5. 

Ada 221 partisipan dengan kecemasan kronis (sudah bergejala) pada pemeriksaan awal dan akhir. Kemudian tambahan 117 orang dengan kecemasan baru di tahun ke 5. 

Setelah mendokumentasikan berapa banyak peserta yang mengalami demensia, peneliti menemukan mereka dengan salah satu jenis kecemasan memiliki risiko gangguan kognisi lebih tinggi. 

Terutama mereka dengan kecemasan baru, 3,2 kali lebih mungkin menjadi demensia, dibanding partisipan tanpa kecemasan. Untuk peserta dengan kecemasan kronis, risikonya 2,8 kali lebih tinggi. 

Namun, partisipan dengan kecemasan di awal pemeriksaan tetapi tidak lagi pada pemeriksaan kedua – berarti gejala kecemasan terkontrol – tidak menunjukkan peningkatan risiko demensia. 

Kecemasan memicu demensia?

Walau ada hubungan yang jelas antara kecemasan dan risiko demensia, “namun ini bukan hubungan sebab akibat,” kata Stacey Podkovik, DO, residen bedah saraf di Riverside University Health System, melansir Health.com. 

Meskipun tidak sepenuhnya jelas mengapa hubungan ini ada, ada sejumlah mekanisme potensial. 

Salah satu gagasan yang mengemuka, terang Podkovik, adalah bahwa kecemasan cenderung meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, terutama pada pasien yang lebih muda. “Ada banyak studi yang menunjukkan penyakit kardiovaskular sebagai faktor risiko demensia,” katanya. 

“Dengan mengurangi kecemasan pada individu yang lebih muda, itu mungkin membantu mengurangi masalah kronis pada kesehatan kardiovaskular secara keseluruhan.”

Teori lain adalah hormon stres – seperti kortisol – bisa berdampak negatif ke otak, terutama saat mereka beriteraksi dengan area yang mengatur fungsi memori dan kognitif, ujar Michele Nealon, PsyD, psikolog dan presiden dari The Chicago School. 

Demikian pula, kecemasan kronis bisa menyebabkan respons stres yang berkepanjangan dalam tubuh, yang pada gilirannya memicu neuroinflamasi dan kerusakan saraf. Keduanya merupakan faktor risiko demensia. 

Selain itu, kecemasan kerap dibarengi dengan kondisi lain, seperti depresi dan gangguan tidur, yang juga terkait dengan demensia, Nealon menjelaskan. (jie)