Gejala IBD kerap dianggap sebagai diare biasa, padahal jika dibiarkan pasien bisa mengalami dari malnutrisi hingga pembengkakan usus yang beracun. Terapi dan pengobatan yang holistik dibutuhkan untuk mencegah kekambuhan.
IBD (inflammatory bowel disease) merupakan sekelompok penyakit autoimun yang ditandai dengan peradangan pada usus kecil dan besar, di mana sistem pencernaan diserang oleh sistem kekebalan tubuh sendiri.
Penyakit radang usus ini pada dasarnya terbagi menjadi 3 tipe, yaitu Ulcerative Colitis (UC) dan Crohn’s Disease (CD). Kini terdapat juga tipe yang lain dari IBD, yaitu Colitis Indeterminate (Unclassified).
Pada UC, terjadi peradangan dan luka di sepanjang lapisan superfisial usus besar dan rektum, sehingga sering merasa nyeri di bagian kiri bawah perut. Sedangkan pada CD, terjadi peradangan hingga lapisan saluran pencernaan yang lebih dalam, sehingga sering merasa nyeri di bagian kanan bawah perut namun pendarahan dari rektum cenderung lebih jarang.
Pasien dengan UC berisiko 6 kali lebih besar mengalami komplikasi menjadi kanker kolorektal dibanding dengan penyakit radang usus lainnya. Namun, hanya 5% kasus UC berat yang menjadi kanker kolorektal.
Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, SpPD, KGEH, FACG, FINASIM, yang berpraktik di RS Abdi Waluyo, Jakarta menyatakan, “Pada dasarnya, penyebab IBD belum diketahui jelas. IBD ini tentu disebabkan oleh gangguan sistem kekebalan tubuh. Namun, kesalahan pada diet dan tingkat stres berlebih juga bisa memicu terjadinya IBD. Faktor keturunan juga berperan dalam IBD meskipun angka penderitanya sangat sedikit.”
IBD yang dibiarkan bisa memperparah kondisi pasien akibat komplikasi yang ditimbulkan. Pada UC, penderitanya bisa mengalami toxic megalocon (pembengkakan usus besar yang beracun), perforated colon(lubang pada usus besar), dehidrasi berat dan meningkatkan risiko kanker usus besar.
Pada CD, penderitanya bisa mengalami bowel obstruction (sumbatan usus), malnutrisi hingga anal fissure(robekan pada jaringan anus). “Jika kedua jenis IBD ini dibiarkan, keduanya bisa menciptakan komplikasi seperti: penggumpalan darah, radang kulit, mata, dan sendi, serta komplikasi lainnya,” tambah Prof. Marcel.
Diagnosis dan pengobatan
Diagnosis IBD dibuat berdasarkan keluhan pasien seperti nyeri perut berulang, perubahan pola buang air besar, buang air besar berdarah, serta penurunan berat badan, ditambah dengan pemeriksaan fisik dan penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan di antaranya adalah pemeriksaan feses, darah, radiologi (CT scan dan MRI abdomen sesuai indikasi), dan endoskopi saluran cerna. Pasien yang sudah didiagnosis penyakit radang usus akan kemudian dinilai tingkat keparahan penyakitnya menggunakan sistem skoring.
Pengobatan penyakit radang usus ini umumnya menggunakan terapi obat (tablet dan injeksi), namun pada beberapa keadaan diperlukan tindakan operasi/pembedahan, atau bahkan kombinasi obat dan pembedahan.
“Beberapa jenis vaksinasi direkomendasikan juga bagi pasien IBD sebagai bentuk pencegahan infeksi. IBD yang kronis mungkin memerlukan pembedahan untuk mengangkat bagian saluran pencernaan yang rusak, tetapi dengan adanya kemajuan dan inovasi dalam pengobatan dengan obat-obatan, tindakan pembedahan sudah jarang dilakukan,” tambah Prof. Marcel.
Terapi gizi
Pemberian nutrisi yang tepat sangat penting bagi pasien IBD, baik untuk mencegah perburukan penyakit atau kekambuhan.
Dr. Nathania S. Sutisna, SpGK, menjelaskan, beberapa faktor risiko IBD berasal dari sisi nutrisi seperti kerap mengkonsumsi ultra processed food dan bahan aditif makanan. Oleh sebab itu, pola makan pasien IBD harus diubah dan disesuaikan dengan pengobatan utama.
“Saat timbul gejala, pasien perlu memperhatikan kebutuhan kalori dan protein yang lebih tinggi dibanding saat mereka sehat, serta perhatikan keseimbangan cairan," terang dr. Nathania, dalam peringatan Hari IBD Sedunia yang dihelat RS Abdi Waluyo, Jakarta, 20/5/2024.
Sementara di periode tanpa gejala (remisi), pengaturan nutrisi dimaksudkan untuk mengembalikan status gizi pasien, dan makanan diberikan secara bertahap sambil tetap memantau gejala.
“Pasien perlu memahami bahwa proses peradangan pada penyakit ini dapat mereda jika berkomitmen menjalani pengobatan dan modifikasi gaya hidup salah satunya dengan mengatur pola makan dan nutrisi sesuai dengan tingkatan IBD serta berolahraga,” tutupnya. (jie)