Para ilmuwan masih terus mengulik bagaimana virus COVID-19 ini mempengaruhi tubuh, pengetahuan tentang gejala pun terus berkembang, demikian juga dengan dampak yang ditimbulkan setelah pasien dinyatakan sembuh. Yang terbaru adalah adanya laporan tentang rontok rambut setelah pasien sembuh.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) atau pun Centers for Disease Control and Prevention (CDC) belum memasukkan ‘rontok rambut’ ke dalam daftar gejala COVID-19, tetapi beberapa dokter memperhatikan munculnya gejala tersebut pada beberapa pasien.
Dilansir dari Science Alert, Dr Nate Favini, pemimpin medis di Forward, klinik perawatan primer yang mengumpulkan data pasien COVID-19 di Amerika Serikat, mengatakan hal tersebut cenderung muncul pada pasien dengan kasus yang cukup parah.
Menurutnya, pasien COVID-19 bisa mengalami kondisi yang disebut telogen effluvium, suatu keadaan yang menyebabkan rambut berhenti tumbuh dan akhirnya rontok dalam 3 bulan pascaperistiwa traumatis.
Sementara rata-rata orang sehat kehilangan sekitar 100 helai rambut per hari, mereka dengan telogen effluvium bisa kehilangan 3 kali lebih banyak.
“Saat tubuh dalam situasi stres, pada dasarnya tubuh akan mengalihkan energi dari menumbuhkan rambut ke hal-hal yang lebih penting,” imbuh Fatini. Stres bisa berupa fisik atau mental; demam tinggi atau depresi salah satu bentuk stres tersebut.
Kondisi tersebut biasanya berlangsung selama 6 bulan, dengan pasien kehilangan hingga setengah rambut di kulit kepala mereka.
“Untuk penyebab lain dari telogen effluvium, kami biasanya memberitahukan pada pasien : 3-6 bulan, kemudian akan ada perbaikan,” kata Favini. Tetapi ia mencatat bahwa kondisi tersebut mungkin tidak berlaku untuk kasus COVID-19.
“Dengan virus corona baru ini selalu ada peringatan bahwa kita belum memahami ini dengan baik,” ujarnya.
Dalam riset tentang telogen effluvium yang ditulis oleh Shashikant Malkud, dari Department of Dermatology, Venereology and Leprosy, ESIC Medical College, Kalaburagi, India, dijelaskan wanita berusia 40 – 50 tahunan cenderung lebih mungkin mengembangkan kondisi ini. Tetapi sekali lagi, para ahli belum yakin apakah tren ini akan sama untuk COVID-19.
Rambut rontok yang menakutkan
Beberapa orang mengeluhkan mengalami rontok rambut beberapa bulan setelah sembuh dari COVID-19. Salah satunya adalah Peggy Golory (56 tahun).
Lebih dari dua bulan setelah dia dinyatakan positif COVID-19, Peggy memperhatikan bahwa dia kehilangan sejumlah besar rambut di kamar mandi. Wanita yang tinggal di Long Island, AS, ini mejelaskan rambutnya rontok mulai sekitar minggu kedua Juni 2020; tiga bulan setelah gejala COVID-19 muncul.
Peggy merasa tidak benar-benar pulih. Ia sudah sakit sejak 5 Maret 2020 dengan gejala kelelahan, otak yang ‘berkabut’, jantung berdebar dan sesak napas. Ia berjuang untuk naik tangga atau berjalan saat berbelanja tanpa kelelahan.
“Kehilangan rambut rasanya di atas itu. Cukup traumatis,” kata Peggy.
Tetapi Peggy tahu ia tidak sendirian. Peggy termasuk dalam support group pasien COVID-19 di Facebook. “Suatu hari seseorang memposting : Apakah ada yang rambutnya rontok? Dan orang-orang benar-benar menunjukkan gumpalan rambut di tangan mereka,” katanya. “Jadi aku tahu, kalau aktu tidak gila sekarang.” (jie)