kasus covid-19 tembus 1 juta para ahli lakukan karantina rt/rw

Kasus COVID-19 Tembus 1 Juta, Ahli: Kembali Lakukan Karantina Tingkat RT/RW

Tidak membutuhkan waktu satu tahun untuk mencapai 1 juta kasus positif COVID-19 di Indonesia. Tercatat pada Selasa (26/1/2021) akumulasi kasus COVID-19 sebanyak 1.012.350 orang. Situasi pandemi yang memrihatinkan ini membuat para ahli menyerukan untuk kembali melakukan karantina di tingkat RT/RW.

Worldometer mencatat Indonesia berada di peringkat pertama kasus COVID-19 di Asia Tenggara, dan nomor empat di Asia (setelah India, Turki dan Iran). Kasus aktif tercatat 163.529 dan kematian sebanyak 28.468 kasus.

Sementara penambahan kasus aktif harian seminggu terakhir lebih dari 10 ribu kasus, dengan positivity rate sekitar 30% (pernah tembus 31,1% pada 11 Januari 2021); WHO mensyaratkan angka positivity rate <5%.

Dr. Pandu Riono, MPH, PhD, epidemiolog Universitas Indonesia meragukan angka tersebut. Menurutnya jumlah satu juta kasus COVID-19 sudah terjadi sejak beberapa waktu lalu.

“Saya tidak kaget dengan angka 1 juta kasus. Sebenarnya satu juta kasus itu sudah terjadi lama, itu adalah angka yang berhasil dikonfirmasi. (Jumlah) yang sebenarnya bisa jauh lebih banyak,” katanya dalam Forum Diskusi Salemba yang berlangsung virtual, hari ini (27/1/2021).

Presiden Jokowi pun kabarnya meminta kepada jajaran menteri terkait agar melakukan perubahan strategi agar penanganan COVID-19 berjalan lebih baik. Salah satunya dengan karantina wilayah terbatas sampai tingkat mikro di lingkup RT/RW

Di lain tempat Prof. dr. Hasbullah Tabrani, MPH, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia mengatakan, dengan angka 1 juta sudah terlambat untuk melakukan lockdown alias karantina wilayah, seperti di Wuhan saat awal pandemi.

“Sudah tidak efektif, karena sudah tidak tahu lagi di mana virusnya. Akan lebih efektif bila melakukan karantina di tingkat RT/RW berdasarkan tracing (pelacakan) yang bagus,” kata Prof. Hasbullah.

Peningkatan kasus – bahkan selama PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) – disebabkan oleh semakin kendornya masyarakat menerapkan protokol kesehatan dan pergerakan masyarakat yang tinggi dalam beberapa bulan terakhir.

Hal ini seiring dengan semakin longgarnya aturan perjalanan, yang menyebabkan mobilitas masyarakat lebih tinggi di tengah pandemi.   

Senada dengan Prof. Hasbullah, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr. Daeng M. Faqih, SH, MH, mengatakan bila saat ini pasien tanpa gejala (OTG) sudah berada di lingkungan terkecil, yakni keluarga.

“Sekarang yang OTG sudah ada di mana-mana, mungkin di rumah kita, sehingga PSBB yang membatasi mobilitas harus dibarengi dengan penguatan. Di RT/RW kembali ada pengawasan tracing, ada pos untuk warga setempat,” terang dr. Daeng, dalam acara Indonesia Town Hall, di Metro TV.

Vaksinasi bukan jawaban

Banyak masyarakat menganggap dengan vaksinasi, maka pandemi COVID-19 akan segera berakhir, bisa kembali beraktivitas seperti sebelum pandemi. Masyarakat berharap vaksinasi akan menghilangkan virus corona.

Sayangnya bukan seperti itu. Secara umum tujuan vaksinasi adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian. Tetapi risiko infeksi masih tetap ada; mereka yang terinfeksi setelah divaksin biasanya bergejala ringan.

“Untuk menanggulangi pandemi selain vaksinasi, protokol kesehatan diperlukan,” kata Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, SpPD, Ketua Perhimpunan Alergi-Imunologi Indonesia, dalam Forum Diskusi Salemba tersebut.

Ia menambahkan untuk mencapai herd immunity (kekebalan kelompok) dengan vaksinasi pada 70% populasi (penduduk) sulit dicapai dalam waktu 1 tahun, karena keterbatasan jumlah vaksin, adanya kelompok-kelompok dengan komorbid yang tidak bisa divaksin, serta mereka yang menolak vaksin.

“Bahkan penularan bisa terjadi setelah suntikan pertama sebelum antibodi terbentuk. Jadi penting untuk melengkapi vaksinasi dengan 5M,” imbuh Prof. Iris.

Saat ini pemerintah menambahkan kriteria protokol kesehatan dari 3M (memakai masker, menjaga jarak fisik, mencuci tangan dengan air mengalir dan memakai sabun) dengan membatasi mobilitas di tempat umum dan menjauhi keramaian. (jie)