Boby Febri Krisdianto, Universitas Andalas
Sejak pertengahan April lalu, 20 wilayah di Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah lajur penyebaran virus corona di kota-kota tersebut. Di tengah kasus baru COVID yang cenderung terus menanjak, kita belum tahu pasti kapan pembatasan ini akan dicabut.
Berbeda dengan kebijakan dan seruan menjaga jarak sosial 1-2 meter antarorang, PSBB menerapkan peraturan yang lebih ketat karena ada mekanisme penegakan hukum bagi pelanggar.
Dampak kebijakan tersebut, jutaan orang di berbagai kota tersebut lebih banyak beraktivitas di rumah selama berminggu-minggu. Tanpa melakukan gerak fisik yang cukup, sejumlah riset menunjukkan ada bahaya “bom waktu” yang mengancam di depan mata: penyakit kronis meningkat akibat gaya hidup menetap (sedentary life style) selama pandemi Covid 19.
Karena itu, kita harus memperhatikan beberapa pengaturan aktivitas fisik di rumah dan lingkungan untuk mencegah datangnya penyakit kronis saat pandemi dan setelah krisis kesehatan kali ini.
Banyak di rumah, kurang gerak
Selama PSBB, hampir semua murid dan pekerja kantoran melakukan aktivitasnya di rumah. Alhasil, Internet menjadi kebutuhan pokok bagi murid dan pekerja kantor.
Internet (93,5 %) juga digunakan sebagai informasi kesehatan utama selama pandemik. Aktivitas masyarakat akan lebih banyak dalam duduk atau rebahan sambil bermain game menonton televisi, gadget seluler dan bekerja di depan komputer.
Hasil survei Mckinsey menunjukkan selama pandemi sebagian besar masyarakat Indonesia lebih sering meluangkan waktunya untuk menonton televisi, mengkonsumsi berita online, dan menggunakan media sosial.
Terdapat penambahan 35% untuk penggunaan online streaming. Sama halnya untuk video conferencing baik yang personal dan profesional chat yang bertambah 25% dan 38%.
Pengguna pembelajaran jarak jauh seperti moodle dan google classroom juga meningkat sampai 39%. Pemakaian fasilitas hiburan di rumah berupa permainan online games, tik-tok dan menonton e-sport meningkat sebesar 32%, 15% dan 28%.
Di bidang jasa pengantaran makanan restoran dan kebutuhan sehari-hari, ada peningkatan tajam yaitu 36% dan 41%.
Dari data tersebut kita bisa kita ketahui bahwa pandemi COVID-19 memicu meningkatnya gaya hidup “ogah gerak” di masyarakat Indonesia.
Hubungan antara berdiam lama dan penyakit kronis
Gaya hidup sedentary ditunjukkan dengan menghabiskan waktu yang cukup lama dengan banyak diam, misalnya menonton televisi atau duduk terlalu lama.
Penelitian Universitas Missouri pada 2015 menyebutkan duduk selama 6 jam atau lebih dapat merusak fungsi sirkulasi aliran darah dan meningkatkan nilai tes gula darah 2 jam setelah makan (glukosa post-prandial), asam lemak darah, peradangan, dan stres oksidatif.
Perilaku tersebut sebelumnya juga diteliti oleh Neville Owen dari Universitas Queensland pada 2010. Riset ini menemukan ada hubungan antara gaya hidup sedentary dan penyakit metabolik seperti obesitas, hipertensi, diabetes tipe dua dan kanker kolon dan kanker payudara.
Mekanisme peningkatan glukosa post-prandial dan lemak darah akibat gaya hidup minim gerak ini terjadi karena penurunan jumlah dan intensitas kontraksi otot. Penurunan kinerja otot dapat menyebabkan penurunan dalam pengambilan gula dan lemak dari darah ke otot yang biasanya digunakan untuk pembakaran energi.
Akumulasi peningkatan glukosa dan asam lemak dalam darah inilah yang menyebabkan penurunan fungsi metabolisme tubuh dan pengaturan insulin yang pada akhirnya menyebabkan penyakit diabetes.
Penyakit diabetes juga dilaporkan merupakan penyakit penyerta yang menyebabkan kematian pada pasien COVID-19.
Pengurangan kontraksi otot secara otomatis dapat mengurangi kecepatan aliran darah yang mengalir di kapiler darah di kaki. Proses yang terjadi secara terus menerus seperti ini menyebabkan kerusakan fungsi endotel. Endotel merupakan sel-sel yang melapisi pembuluh darah dan berfungsi mempertahankan tegangan otot pembuluh darah dan pengaturan cara pembentukan darah.
Pengurangan fungsi endotel terkait dengan sejumlah penyakit seperti arteriosklerosis, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan stroke. Penyakit kardiovaskuler masih menduduki penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia.
Selain itu juga, pasien positif terinfeks virus corona (COVID-19) dapat memiliki gejala yang parah dan memberatkan apabila mengalami juga penyakit kardiovasuler seperti hipertensi dan penyakit jantung.
Gaya hidup sedentary juga berkaitan erat dengan masalah kesehatan berupa obesitas. Sedangkan terdapat laporan kasus bahwa peningkatan prevalansi pasien infeksi SARS-CoV-2 dengan kondisi berat di ICU yang mengalami obesitas.
Dengan demikian, obesitas meningkatkan risiko kritis saat terinfeksi COVID-19.
Yuk tetap bergerak dan olahraga di rumah: kurangi risiko sakit
Ada alasan kesehatan yang kuat mengapa kita perlu untuk melanjutkan latihan fisik di rumah dan mengurangi perilaku malas gerak agar tetap sehat, mengurangi risiko penyakit dan mempertahankan kekebalan tubuh pada saat pandemi Covid 19 seperti ini.
Latihan fisik di rumah saat PSBB adalah pilihan yang lebih aman, sederhana dan mudah untuk dilakukan.
Latihan ini berfokus pada kombinasi penguatan otot, latihan keseimbangan, peregangan otot dan rentang gerak.
Contoh latihan fisik di rumah adalah membiasakan diri untuk berjalan kaki dari rumah ke toko untuk membeli kebutuhan pokok, membawa dan mengangkat sendiri barang dan bahan makanan yang dibeli, menaiki tangga, berdiri satu kaki secara bergantian, mengubah posisi berdiri dan duduk menggunakan kursi, sit up dan push up.
Penggunaan e-health dan video latihan dari Youtube atau televisjuga bermanfaat untuk menambah semangat. Lakukan latihan fisik tersebut setidaknya 30 menit sehari.
Jenis latihan di rumah juga bisa disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi di rumah. Misalnya pada orang usia lanjut lebih dianjurkan berjalan santai saja.
Bagi lansia, berjalan santai sudah cukup efektif dalam menurunkan risiko kematian dan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Hal lain yang penting dilakukan adalah mengurangi waktu duduk. Ketika duduk bekerja di depan komputer atau bermain gadget seluler penting sekali menjedanya setiap 20 menit dan berjalan santai selama 2 menit. Itu akan sangat membantu memperbaiki fungsi dari sirkulasi darah dan mencegah penyakit metabolik.
Revolusi industri 4.0 ini memberikan kita kemudahan teknologi berupa jam tangan pintar untuk menghindari kita dari gaya hidup sedentary selama PSBB seperti apple watch atau samsung galaxy watch active dan mungkin beberapa merek lain.
Jam tangan pintar ini akan melacak seberapa sering Anda berdiri, seberapa banyak Anda bergerak, dan berapa menit Anda berolahraga. Tujuan aplikasi ini adalah agar kita lebih sedikit duduk dan lebih banyak bergerak.
Dari uraian di atas, ada banyak bukti yang menunjukkan gaya hidup ogah gerak seperti duduk dalam waktu yang lama dapat meningkatkan risiko penyakit.
PSBB bukan berarti membatasi kita untuk melakukan latihan fisik. Ahli kesehatan menganjurkan Anda untuk menjeda waktu dengan aktivitas ringan seperti berdiri dan berjalan santai sekitar rumah.
Ikuti perkembangan terbaru seputar isu kesehatan selama sepekan terakhir. Daftarkan email Anda di sini.
Boby Febri Krisdianto, Nursing Lecturer, Universitas Andalas
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
______________________________________________
Foto: Hanida / OTC Digest