“Aisha suka ngelihatin aku, dan tanpa aku sadari ia mengingat koreo-koreo zumba dan melakukannya sendiri. Aku daftarin zumba untuk anak dan dia senang banget, padahal ia masih terapi yang membuat dia lemah. Tapi kelihatan di matanya ia senang banget, aku lihat ia tertawa, punya teman-taman yang kasih semangat.”
Itu adalah cerita Denada Tambunan (42 tahun), penyanyi yang kini aktif sebagai instruktur senam zumba di Singapura. Zumba punya arti lebih buat Denada. Tidak sekedar bergerak, nge-dance atau olahraga, tetapi memberi kebahagiaan buatnya dan bagi anak-anak penderita kanker melalui senam zumba.
Ini semua bermula pada pertengahan 2018, saat anak tunggalnya Aisha Aurum (saat itu berusia 5 tahun) dinyatakan menderita leukemia (kanker darah). Semenjak itu, Denada membawa sang anak menjalani pengobatan di Singapura. Meskipun treatment kemoterapi sudah selesai, mereka masih menetap di sana untuk memantau perkembangan Aisha.
“Setelah pindah di Singapura, aku punya lebih banyak waktu mendampingi Aisha, tetapi dalam perjalanan waktu sebagai pendamping ada kalanya aku down, butuh semangat. Pada saat itu yang kulakukan adalah ke gym, di sana selalu ada kelas zumba,” kenang Denada, dalam sesi webinar dalam rangka Bulan Peduli Kanker Payudara, Selasa (26/10/2021).
Sebagai informasi, bertahun-tahun sebelum pindah ke Singapura, Denada telah jatuh cinta pada senam yang berasal dari Columbia, Amerika Selatan ini. Setiap kali merasa membutuhkan support, ia akan ‘kabur’ ke gym dan ikut kelas zumba.
“Energi yang aku dapatkan dari zumba sangat positif, kelasnya sangat menyenangkan, seperti ada di dance party tetapi party yang sehat. Selesainya aku seperti mendapatkan kekuatan, kebahagiaan lagi,” katanya.
Merasa mendapatkan manfaat yang besar, Denada memutuskan untuk mengambil sertifikasi instruktur zumba. Pandemi COVID-19 membuat wanita yang pernah disebut sebagai rapper wanita pertama Indonesia ini lebih banyak mengajar dari rumah (di Singapura). Dari sana “virus bahagia” senam zumba menular ke Aisha yang sedang dalam masa perawatan.
Kondisi Aisha waktu itu masih lemah akibat kemoterapi, bahkan Denada mengingat, Aisha kerap terjatuh saat jalan, tersandung sendiri.
“Tetapi Ia bahagia sekali. Apalagi karena selama pandemi hanya bisa di rumah saja, jadi ketika punya banyak teman (di kelas zumba anak) ia sangat senang.”
“Aku berpikiran akan menyenangkan sekali kalau perasaan ini juga dirasakan anak lain yang mengalami hal serupa, setelah sebelumnya aku lihat anakku yang kalau habis kemo tidak nyamannya seperti apa. Makanya aku ambil kursus (sertifikasi instruktur zumba) untuk anak,” ujar putri penyanyi senior Emilia Contessa.
Ia mengakui mengajar anak-anak penderita kanker menjadi salah satu momen terindahnya. Menularkan energi positif, membuat anak-anak itu tertawa dan gembira. Ia menyebut zumba adalah olahraga bahagia.
Hadiah dari Iron Man
Diakui Denada tidak gampang untuk menjelaskan kondisi yang Aisha (saat ini 8 tahun) alami kepadanya.
“Bagaimana menjelaskan tiba-tiba harus pindah ke Singapura, kenapa harus menjalani prosedur (kemoterapi) yang tidak nyaman, dll? Saat harus kemo aku selalu bilang kalau ini adalah vitamin yang saat masuk ke badan akan membuat Aisha makin kuat.”
“Juga saat mau operasi pasang alat kemo di dadanya. Waktu dia bangun kan ia merasa tidak nyaman, aneh. Dengan pertolongan Tuhan, aku bisa bilang kalau itu adalah alatnya Iron Man yang dipasang ke Aisa melalui dokter. Akhirnya ia punya pemikiran yang positif lagi,” Denada bercerita. “Bahkan kalau ketemu teman-temannya Aisha bisa dengan bangga cerita kalau itu adalah hadiah dari Iron Man.”
Menjelaskan kondisi medis kepada anak kecil, menurut Denada harus dengan bahasa yang bisa diterima oleh pikiran anak-anak. Dan sebagai orangtua yang mendapingi 24 jam, wajib untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dan positif. (jie)