Minyak goreng dari bekatul padi? Belum banyak yang tahu. Bekatul yang biasa untuk campuran pakan ternak ini, ternyata bisa diolah menjadi minyak goreng yang memiliki titik asap paling tinggi dibanding minyak goreng lain.
Titik asap artinya kemampuan minyak goreng menoleransi proses pemanasan pada suhu tertentu, sebelum akhirnya struktur kimiawinya rusak. Minyak goreng mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh. Ketika dipanaskan melebihi titik asapnya, asam lemak tak akan berubah menjadi kolesterol “jahat“ (LDL / Low Density Lipoprotein) yang bisa menyumbat pembuluh darah, penyebab serangan jantung dan stroke.
Asam lemak tak jenuh pun berubah menjadi lemakjenuh, dan menghasilkan beberapa zat racun seperti akrolein yang bisa menyebabkan batuk.
Saat dipanaskan (untuk menggoreng) suhu bisa mencapai 221 ºC. Minyak bekatul memiliki titik asap 254ºC, lebih tinggi dari minyak zaitun (160 ºC ), minyak jagung (235 ºC) atau minyak kelapa (175 ºC). Ini artinya, minyak bekatul lebih cocok dipakai untuk menggoreng deep fry, dibanding minyak goreng jenis lain.
Dr. Diana Sunardi, MGz, anggota PDGMI (Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia) menyatakan, minyak bekatul memiliki komposisi lemak jenuh 20%, lemak tak jenuh tunggal 47% dan lemak tak jenuh ganda 33%. Ini masuk kategori seimbang, sesuai dengan rekomendasi American Heart Association (AHA), di mana asupan lemak mesti seimbang yakni lemak jenuh 37%, lemak tak jenuh tunggal 37% dan lemak tak jenuh ganda 33%.
Viskositas (kekentalan) minyak ini juga rendah, sehingga makanan yang digoreng dengan minyak bekatul menyerap minyak 20% lebih rendah dibanding minyak lain, hingga kandungan kalori makanan lebih rendah. (jie)