probiotik cegah sindrom metabolik
probiotik cegah sindrom metabolik

Sepenting Itu Menjaga Kesehatan Usus: Cegah Sindrom Metabolik

Kesehatan usus penting untuk menjauhkan Anda dari sindrom metabolik. Saat usus didominasi oleh bakteri baik akan lebih banyak menghasil senyawa yang bisa mengontrol gula darah, kolesterol, hingga tekanan darah. 

Sindrom metabolik adalah sekelompok gangguan metabolik yang terjadi secara bersamaan. Ini meliputi 5 hal: tekanan darah tinggi, gula darah tinggi (hiperglikemia), penumpukan lemak perut (obesitas sentral), kolesterol tinggi, dan trigliserida tinggi. Seseorang disebut mengalami sindrom metabolic bila memiliki setidaknya 3 dari 5 kondisi tadi.

Kondisi ini meningkatkan risiko penyakit diabetes (5 x), hipertensi, penyakit jantung atau stroke (2X). Juga sakit ginjal dan hati. 

Menjaga kesehatan usus – usus yang didominasi bakteri baik (probiotik) – terbukti membantu mencegah munculnya sindrom metabolik. Tentunya dibarengi dengan gaya hidup sehat lainnya seperti diet sehat, perbanyak aktivitas fisik, istirahat cukup dan tidak merokok. 

Apa itu diet sehat? “Jika ia tinggi serat dari sayur dan buah, rendah lemak jahat, mengandung cukup protein, karbohidrat dan lemak baik, serta jumlahnya sesuai kebutuhan,” ujar Ruliana, S.ST, M.Kes, RD, dietisien dari RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang. 

“Yang tak kalah penting adalah makanan tersebut tidak menyebabkan gangguan keseimbangan mikrobiota usus,” imbuhnya. “Kalau mikrobiota usus sehat, bisa membantu mengurangi risiko sindrom metabolik dan penyakit-penyakit terkait.”  

Mikrobiota usus merujuk pada komunitas mikroorganisme yang hidup di saluran cerna, terdiri dari trilyunan bakteri (baik bakteri baik, patogen atau bakteri komensal), virus, jamur, dll. 

Populasi patogen di usus bisa mendominasi jika kita mengonsumsi makanan tinggi lemak dan rendah serat, antibiotik sembarangan, dan makanan/minuman terkontaminasi (misalnya makanan yang tidak dicuci bersih atau dimasak matang). 

Prof. Dr. Ir. Endang S. Rahayu, MS, Guru Besar Bidang Mikrobiologi Pangan, sekaligus peneliti probiotik dari Fakultas Teknologi Pertanian UGM menambahkan, pola makan yang baik akan menginduksi mikrobiota usus yang baik (seimbang) dan menghasilkan berbagai metabolit (SCFA / short chain fatty acid) yang penting untuk mendukung kesehatan tubuh.

Ketika kondisi usus sehat, bakteri baik dalam usus membantu menghasilkan SCFA yang berguna untuk meningkatkan sensitivitas insulin dan membantu regulasi gula darah. Juga membantu mengatur tekanan darah, dengan memengaruhi sistem renin-angiotensin (sistem yang mengatur tekanan darah) dan mengurangi peradangan.

“Di lain pihak, diet tinggi lemak dan protein hewani, mengakibatkan disbiosis (ketidakseimbangan mikrobiota usus, didominasi patogen) dengan berbagai metabolit yang dihasilkan. Mengganggu kesehatan, muncul metabolic disorder (misalnya gula darah tinggi),” terang profesor yang akrab disapa Trisye ini kepada OTC Digest. 

Disbiosis menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme asam empedu yang berperan dalam mengatur keseimbangan energi dan metabolisme glukosa, Ruliana menambahkan. 

Produksi trigliserida di hati pun meningkat pada individu dengan disbiosis. “Peradangan kronis yang dipicu oleh usus yang tidak sehat berpengaruh pada disregulasi metabolisme lipid, termasuk peningkatan trigliserida,” katanya. 

Membalik efek disbiosis dan inflamasi

Probiotik adalah bakteri baik yang sudah jelas strain-nya, misalnya Lactobacillus casei strain Shirota (LcS), yang terbukti melalui penelitian aman dikonsumsi dan membawa manfaat kesehatan. 

“Tidak semua bakteri baik bisa dikelompokkan sebagai probiotik. Contohnya LcS atau Lactobacillus platarum dad-13, yang berdasarkan penelitian-penelitian telah memenuhi syarat disebut sebagai probiotik,” terang Prof. Trisye. 

Pada individu dengan sindrom metabolik, misalnya obesitas atau diabetes, terjadi kondisi disbiosis. Firmicutesdan bakteri gram negatif meningkat, terjadi inflamasi (peradangan). 

Terapi probiotik dan prebiotik (jenis serat yang tidak tercerna di usus, berfungsi sebagai makanan bakteri baik) akan mendukung keseimbangan mikrobiota usus, kesehatan sel epitel (sel yang melapisi dinding usus). Inflamasi berkurang. 

Studi kami menunjukkan, Prof Trisye menjabarkan, konsumsi probiotik pada populasi overweight selama 90 hari membantu penurunan IMT (Indeks Massa Tubuh), dan terjadi keseimbangan mikrobiota usus.  

Salah satu penelitian mengenai manfaat probiotik untuk mengatasi sindrom metabolik, dilakukan oleh Eiichiro Naito, dkk (2018). Studi ini melibatkan 100 laki-laki Jepang yang obes dan memiliki prediabetes. 

Konsumsi susu fermentasi mengandung LcS selama 8 minggu memicu penurunan HbA1c (kadar gula darah rata-rata selama 3 bulan). Menariknya, kadar kolesterol total, LDL dan non-HDL jauh lebih rendah pada kelompok probiotik, ketimbang kelompok plasebo. Disimpulkan bahwa LcS bermanfaat terhadap kelainan-kelainan metabolik pada orang obes dengan prediabetes. 

Konsumsi minuman mengandung probiotik, salah satunya LcS, terbukti menstimulasi keseimbangan mikrobiota usus, yang pada akhirnya memperbaiki status kesehatan secara umum. 

Probiotik dapat membantu dalam tatalaksana sindrom metabolik, “Namun diet (sehat), olahraga, dan ceria tetap yang utama,” pungkas Prof. Trisye. (jie)