Gizi yang cukup berkaitan erat dengan performa anak-anak di sekolah, mempengaruhi kecepatannya menangkap pelajaran dan mendukung aktivitas fisiknya. Membawa bekal ke sekolah bisa menjadi salah satu cara memastikan asupan gizinya.
Gizi yang tepat didapatkan dari berbagai bahan makanan yang dikonsumsi sehari – hari. Makanan dari sumber yang bervariasi akan memenuhi kebutuhan secara lengkap.
“Tidak ada satu jenis makananpun yang mengandung semua gizi. Itu kenapa harus bervariasi,” terang Fitri Hudayani, SST, SGz, MKM, RD, Ketua PP Asosiasi Dietisien Indonesia.
Konsumsi zat gizi yang cukup (gizi seimbang) sangat penting untuk menjadi tubuh agar selalu siap beraktivitas. Namun perlu dipahami, tukas Fitri, kepatuhan pola makan anak sangat dipengaruhi kebiasaan yang diterapkan keluarga.
Termasuk dalam membawa bekal makanan sehat di sekolah. Membawa bekal sarapan atau makan siang adalah salah satu cara memastikan anak-anak memperoleh gizi yang cukup, untuk otak maupun fisiknya.
Baca: Komposisi Makan Siang Yang Menujang Konsentrasi Anak di Sekolah
“Anak saya yang SMA akan marah kalau saya tidak siapkan bekal. Memang sudah jadi kebiasaan sejak masuk prasekolah. Komposisi apa ia sudah tahu, mau nasi, buah, lauk sama sayurnya ia sudah tahu. Tapi jenis makanan memang berubah pada saat ia SMP, preferensi rasa sudah mulai banyak dan jenis makanan yang diberikan sudah benar-benar makanan rumah,” kata Fitri.
Harus diakui ada tantangan tersendiri menyiapkan bekal untuk anak atau anggota keluarga lain, terutama jika kedua orangtua bekerja. Namun ada caranya.
“Kita sebagai orangtua – saya juga orangtua yang bekerja – harus sudah planning (merencanakan), apa yang mau saya siapkan sudah di-planning sehari sebelumnya, saya harus menghangatkan apa atau harus mengolah yang mana.”
“Atau malam setelah pulang kantor menyiapkan bahan-bahan yang akan diolah paginya. Kalau sudah terbiasa, itu juga seperti otomatis.”
“Bisa juga dengan metode menyetok (bahan/makanan setengah matang atau sudah sudah matang), boleh di-freezer nanti dipanaskan, yang penting tempat menyimpan itu benar-benar aman, sehingga tidak ada pertumbuhan bakteri,” saran Fitri, misalnya rendang yang disimpan di freezer.
Kebiasaan yang dibentuk sejak dini
Membentuk pola makan perlu dibiasakan sejak anak-anak masih kecil, tidak bisa mendadak, karena “saingan” makanan / jajajan di luar sangat banyak.
“Tidak bisa ujuk-ujuk. Itu semua adalah kebiasaan. Termasuk preverensi rasa, itu kebiasaan. Kalau kita biasa ngasih anak makanan yang gurih, asin, manis, ia akan terbiasa dengan rasa tersebut. Kecenderungannya ia akan minta makanan yang seperti itu.”
“Dan itu saya terapkan pada anak saya. Sekarang kan banyak minuman kekinian, misalnya teh dikasih krim atau susu. Saya membiasakan anak untuk tidak mengonsumsi selain air putih. Dan sampai sekarang saya cukup jarang menemukan anak saya membeli minuman itu, paling banter es teh manis,” imbuh Fitri.
“Demikian pula dengan kerupuk. Jika orangtua terbiasa makan dengan kerupuk, anak bisa juga mengikuti. Nanti ia makan hanya nasi dan kerupuk, lauk sama sayurnya nggak dimakan,” Fitri mengingatkan.
Penting untuk dicatat lingkungan sangat mempengaruhi. Apa yang orangtua biasakan itu yang akan menjadi pola makan anak.
Saat ini walau pemerintah sudah mengadakan program Makan Siang Bergizi Gratis, orangtua tetap jangan lengah dalam memastikan asupan gizi si kecil. Caranya: bawakan bekal sarapan bergizi.
Sarapan bergizi sangat penting untuk suplai energi dan kemampuan berpikir anak di jam-jam awal pelajaran. (jie)