“Mumpung lagi di rumah terus, kenapa nggak melakukan sesuatu yang produktif?”
Mungkin, pikiran itulah yang terbesit di kepala, bahkan setelah setahun menjalani kehidupan di masa pandemi. Rasanya, ketika Anda berleha-leha di rumah, banyak waktu malah justru terbuang sia-sia, ya?
Makanya, Anda memilih untuk melakukan hal-hal produktif dalam satu hari secara sekaligus, seperti belajar bahasa asing, mengerjakan berbagai macam project, atau meeting tanpa henti.
Anda mungkin mengira, apa yang Anda lakukan itu produktif. Padahal ada batas yang jelas antara menjadi produktif dan toxic productivity. Bisa jadi Anda mengalami jenis produktivitas yang kedua.
Tanda-tanda Anda mengalami toxic productivity
Pada umumnya, toxic productivity adalah istilah lain dari “overworking”, “workaholic”, dan kata-kata yang menggambarkanmu sebagai pribadi yang terlalu banyak bekerja hingga mengesampingkan istirahat.
“Toxic productivity merupakan suatu keinginan untuk selalu produktif setiap waktu dengan segala usaha dan cara serta tidak mau berhenti walaupun tugasnya telah selesai,” jelas dr. Erikavitri Yulianti, SpKJ (K), pada webinar How to be Productive during Pandemic, beberapa waktu lalu.
Graheta Rara Purwasono, M.Psi, psikolog, dari aplikasi konsultasi psikologis Riliv, mengatakan, “Toxic productivity itu memunculkan rasa bersalah kalau tidak mengerjakan sesuatu. Ujung-ujungnya, mengalami burnout (kelelahan mental) yang membahayakan kesehatan, dan itu harus dihindari.”
Pada akhirnya, tidak ada quality time bersama teman dan keluarga buat Anda —termasuk, waktu untuk me time —karena Anda terlalu sibuk untuk bekerja setiap saat.
Namun, jangan khawatir. Selalu ada solusi untuk segala permasalahan, termasuk toxic productivity.
Ketika pekerjaan adalah satu-satunya hal yang berputar dalam pikiran, maka sulit untuk memikirkan hal lain yang sama pentingnya.
Apa contohnya? Mendapatkan istirahat yang berkualitas, atau menghabiskan waktu bersama keluarga terkasih.
Bila ini terjadi, Anda perlu menentukan batasan yang mengubah mindset dari yang hanya memikirkan pekerjaan ke hal-hal lain yang berarti dalam hidup, seperti:
- Tidak boleh bekerja selama tiga jam tanpa diselingi istirahat
- Harus quality time dengan keluarga di minggu ini
- Harus tidur cukup selama 8 jam setiap hari
Ini khusus buat Anda yang bisa melakukan rapat lima kali dalam sehari. Ingat, ada yang lebih penting daripada pekerjaan, dan itu adalah kesehatan fisik dan mentalmu sendiri.
Pahami bahwa menjadi pekerja bukanlah identitas Anda satu-satunya. Anda bukan hanya seorang pekerja, tetapi juga orangtua, pacar, teman, kakak atau adik.
Saat menerapkan “professional detachment”, Anda memperlakukan pekerjaan sebagai sesuatu yang akan ditangani setelah menjalankan tanggung jawab lain di luar itu.
Sudah bukan menjadi rahasia lagi kalau teknik mindfulness dapat membantumu berhubungan dengan dunia dengan cara yang lebih sehat.
Melalui mindfulness, Anda akan lebih mudah untuk menyadari apa yang dibutuhkan oleh tubuh dan pikiranmu—dan hal itu bukan toxic productivity. (jie)