Mendengkur tidak melulu tanda tidur pulas, bisa penanda gangguan tidur sleep apnea. Kurang tidur dan mendengkur mempengaruhi imunitas, yang pada pasien COVID-19, akan mempengaruhi keparahan penyakit.
Mendengkur adalah penanda utama sleep apnea atau henti napas sesaat saat tidur yang terjadi berulang-ulang. Sejauh ini diketahui sleep apnea berhubungan dengan gangguan irama jantung (aritmia) dan gagal jantung.
Ternyata di masa pandemi COVID-19 ini kurang tidur, kantuk berlebih dan mendengkur berpengaruh pada keparahan infeksi virus corona.
Dr. Andreas Prasadja, RPSGT, praktisi kesehatan tidur dan pendiri AP Snoring & Sleep Disorder Clinic, membeberkan gangguan tidur banyak dialami oleh pasien COVID-19. ”Prevalensi penderita sleep apnea pada pasien COVID-19 di Finlandia mencapai 29%, sedangkan di Washington sebanyak 28,6% dan Seattle 21 %,” ujarnya.
Sementara itu, di banyak artikel jurnal menyatakan bahwa gangguan tidur sleep apnea merupakan salah satu kondisi yang memperburuk kondisi pasien COVID-19.
Studi yang dipublikasikan di The Journal of Clinical Sleep Medicine menulis sleep apnea bisa berpotensi memperburuk hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) dan badai sitokin yang terjadi pada pasien COVID-19.
Baca : Bagaimana Ngorok Bisa Memperburuk Infeksi COVID-19
Salah satu peneliti, Profesor Atul Malhotra, dari University of California, San Diego School of Medicine, menjelaskan mekanisme yang berhubungan antara sleep apnea dan perburukan hasil COVID-19 belum diketahui jelas.
Namun, “beberapa penelitian menyatakan bila sleep apnea merupakan faktor risiko pneumonia. Demikian pula gangguan tidur lainnya – walau tanpa sleep apnea – dihubungkan dengan risiko mengalami pneumonia dan respons vaksinasi yang lemah,” ungkap Prof. Malhotra, dilansir dari Pulmonology Advisor.
Dr. Andreas dalam akun Twitternya (@prasadja) menulis, semua penyakit tidur dari kurang tidur, insomnia dan sleep apnea sudah diketahui turunkan imunitas dan sebaliknya meningkatkan risiko pneumonia.
“Sleep apnea sebabkan penurunan kadar oksigen berulang kali sepanjang tidur. Ini yang membuat mereka yang mendengkur berisiko alami penurunan oksigen yang lebih parah jika menderita COVID-19,” tulisnya.
Episode sesak pada orang yang mendengkur juga didapati membuat marker-marker peradangan seperti IL6 (interleukin 6; protein yang berfungsi sebagai pembawa pesan yang mengaktifkan sistem kekebalan terhadap zat asing) dan leptin meningkat.
“Kondisi peradangan kronis ini berisiko tingkatkan kemungkinan badai sitokin pada pasien COVID-19,” tambah dr. Andreas.
Dr. Andrea menekannya bila kesehatan tidur bisa menjadi kunci pencegahan keparahan COVID-19. “Mulai perhatikan kesehatan tidur. Setiap dengkur, kekurangan tidur atau kantuk berlebihan bisa menjadi tanda kesehatan yang penting,” ujarnya.
Walau masih banyak tanda tanya dalam perjalanan penyakit COVID-19, tampak jelas hubungan antara tidur, imunitas dan infeksi COVID-19.
Tidur sebelum dan sesudah vaksin
Tak kalah pentingnya tidur yang cukup dalam vaksinasi. Dalam jurnal medis terkenal The Lancet dijelaskan adanya hubungan antara durasi tidur dan waktu pelaksanaan vaksinasi pada imunitas tubuh.
Riset tersebut ditulis oleh Christian Benedict, dari Department of Neuroscience, Uppsala University, Swedia, berjudul ‘Could a good night’s sleep improve COVID-19 vaccine efficacy?’
Peneliti melihat tidur yang cukup mempengaruhi imunitas adaptif terhadap virus spesifik. Pada individu yang tidur malam setelah vaksinasi pertama, mengalami peningkatan interferon-γ (IFN-γ) atau sel imun positif, pada minggu 0-8 secara signifikan dibandingkan mereka yang tetap terjaga pada malam itu.
IFN-γ secara langsung menghambat replikasi virus dan mengaktifkan respon imun untuk menghilangkan virus, dengan demikian melindungi inang dari penyakit dan kematian yang disebabkan oleh virus.
Peneliti menyimpulkan bila tidur yang cukup setelah divaksinasi, dan waktu vaksinasi yang segar di pagi hari karena cukup tidur dapat meningkatkan respons imunitas tubuh. (jie)