Vaksin Covid-19 menjadi rebutan Negara-negara di dunia. Sampai minggu ketiga bulan Februari 2021, menurut Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, ada 130 negara di dunia yang belum bisa mendapatkan satu dosis pun vaksin untuk rakyaknya. Keterbatasan jumlah yang bisa diproduksi perusahaan farmasi, membuat vaksin ini menjadi barang langka. Cukup mengkuatirkan karena menurut pelacakan Universitas Johns Hopkins, Covid-19 telah menginfeksi 109 juta orang lebih dan menewaskan sedikitnya 2,4 juta orang di dunia.
Beruntung, pemerintah Indonesia melakukan gerak cepat. Selain ketersediaan dana, dilakukan lobby dan diplomasi disertai langkah-langkah strategis lain, sehingga Indonesia termasuk yang bisa menang dalam persaingan memperebutkan vaksin. Sejak 13 Januari 2021, vaksinasi sudah dimulai, diawali oleh Presiden Jokowi dan para pejabat pusat dan berikutnya para tenaga kesehatan yang sangat berisiko terpapar Covid-19. Hari-hari ini, vaksinasi untuk lanjut usia sudah pula dilakukan, ditandai penyuntikan vaksin kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin (77 tahun) Rabu, 17 Februari 2021.
Sekjen PBB menilai distribusi vaksin Covid-19, “Sangat tidak merata dan tidak adil.” Sebanyak 10 negara telah memesan 75 persen dari semua dosis vaksin yang tersedia. Sementara 130 negara belum mendapat satu pun dosis vaksin. Negara-negara yang belum bisa memberikan vaksin kepada rakyatnya, selain Negara miskin juga adalah Negara yang dilanda konflik dan ketidakstabilan politik, seperti Yaman, Suriah, Sudan Selatan, Somalia, dan Ethiopia.
Menurut Presiden Joko Widodo, upaya untuk mendapatkan vaksin Covid-19 sangat tidak mudah karena harus bersaing dengan ratusan negara. "Vaksin dari beberapa Negara, diperebutkan oleh 215 negara. Sampai sekarang pun, tetap tidak mudah untuk bisa mendapatkan vaksin," ujar Presiden Jokowi dalam rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara.
Sejauh ini, vaksinasi dilakukan dengan vaksin Sinovac dari China. Pemerintah RI telah menjalin kerja sama dengan beberapa negara lain untuk pengadaan vaksin ini. Presiden Jokowi juga meminta agar produksi vaksin dalam negeri dipercepat. Harapan itu pernah diutarakan kepada Mayjen TNI Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K), yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan.
Dr. Terawan, yang pernah memperkenalkan metode brain wash (cuci otak) dan mengundang pro kontra, merasa tertantang. Dibantu berbagai pihak, termasuk dari Balitbang Kemenkes dan perusahaan farmasi Amerika Serikat AIVITA Biomedical Corporation, telah dilakukan uji klinis tahap pertama pada vaksin yang diberi nama vaksin Nusantara.. Uji coba dilakukan di RSUD dr Kariyadi Semarang, bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan sejumlah pihak.
Vaksin Nusantara dikembangkan berbasis sel dendritik autolog, yakni komponen sel darah putih. Vaksin ini akan menjadi yang pertama di dunia, yang mengembangkan metode ini. Setelah menjalani uji klinis 1 (sudah), lanjut uji klinis 2 dan 3, vaksin Nusantara diperkirakan bisa mendapat izin penggunaan darurat dari BPOM bulan Mei 2021. Keunggulan vaksin ini: cukup satu kali penyuntikan dan relatif tidak menyakitkan; tidak perlu disimpan dalam suhu dingin dan kekebalan yang diperoleh diklaim bisa bertahan seumur hidup. (sur)
Baca: Ahli Pertanyakan Klaim Vaksin Nusantara Ciptakan Antibodi COVID-19 Seumur Hidup