Di masyarakat santer terdengar kabar bila vaksin COVID-19 (apapun jenisnya) bisa sebabkan gangguan kesuburan alias infertilitas, dan mengubah DNA. Kabar ini semakin banyak disebarkan oleh mereka yang sejak awal menolak vaksin.
Dr. Katherine O’Brien, profesor dari Departemen Kesehatan Internasional & Departemen Epidemiologi di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health (JHSPH), AS menjelaskan banyak mitos tentang vaksin COVID-19 yang tidak terbukti kebenarannya.
Vaksin dan infertilitas
Salah satu yang diributkan masyarakat – bahkan di negara Barat - adalah vaksin sebabkan infertilitas.
“Vaksin tidak bisa sebabkan infertilitas. Ini adalah rumor yang telah banyak beredar pada berbagai vaksin, dan tidak ada kebenarannya. Tidak ada vaksin yang menyebabkan infertilitas,” tegas dr. O’Brien, dalam podcast WHO’s Science in 5, dari laman resmi WHO.
Mengubah DNA sel
Anggapan lain tentang vaksin COVID-19 adalah entah bagaimana bisa mengubah DNA. Pandangan ini didasarkan dari adanya vaksin COVID-19 yang dikembangkan dari mRNA virus, misalnya vaksin Pfizer dan Moderna.
Vaksin mRNA tidak menggunakan virus yang dilemahkan atau dimatikan, melainkan komponen materi genetik yang direkayasa agar menyerupai kuman atau virus tertentu. Dengan demikian, vaksin ini dapat memicu reaksi kekebalan tubuh layaknya virus dan kuman yang dilemahkan pada vaksin biasa.
Messenger RNA (mRNA) tidak mungkin berubah menjadi DNA, imbuh dr. O’Brien, sehingga tidak mungkin mRNA dapat merubah DNA sel manusia.
Messenger RNA adalah instruksi bagi tubuh untuk membuat protein. Kebanyakan vaksin dikembangkan dengan benar-benar memberikan protein atau dari komponen kecil kuman/virus yang kita coba untuk vaksinasi.
“Ini (teknologi mRNA) adalah pendekatan baru. Di mana alih-alih memberikan komponen kecil virus, sebaliknya kita memberikan instruksi kepada tubuh kita sendiri untuk membuat bagian kecil itu dan kemudian sistem kekebalan alami tubuh meresponsnya,” urai dr. O’Brien.
Reaksi kimiawi vaksin berbahaya
Rumor lain adalah tentang komposisi vaksin, zat-zat kimia di dalamnya berisiko membahayakan mereka yang divaksin.
“Itu hanya mitos,” tegas dr. O’Brien sembari menekankan bahwa semua komponen yang digunakan dalam vaksin diuji secara ketat untuk memastikan semua yang ada di dalamnya, dengan dosis yang ada, aman untuk manusia.
Vaksin memang mengandung sejumlah elemen yang berbeda, tetapi semuanya diuji. Sebelum diberikan kepada manusia, kandidat vaksin diuji untuk segala jenis masalah pada binatang.
“Baru kemudian diuji dalam uji klinis pada puluhan ribu orang sebelum dizinkan digunakan pada masyarakat umum. Selain itu, pembuatan vaksin memiliki pengawasan kualitas yang konstan sehingga setiap bahan yang dimasukkan ke dalam vaksin dijamin memiliki kualitas terbaik dan aman pada manusia,” pungkas dr. O’Brien. (jie)
Baca juga : Sudah Divaksin, Masih Bisakah Menularkan COVID-19?