Sebagian besar kasus hipertensi tanpa gejala, sehingga perlu melakukan pemeriksaan tekanan darah untuk deteksi dini. Periksa tekanan darah di rumah penting untuk mengonfirmasi diagnosis dokter.
Sekitar 26% populasi dunia atau sekitar 972 juta orang di tahun 2000 menderita hipertensi. Jumlahnya diperkirakan akan meningkat menjadi 29% pada tahun 2025. Di Indonesia prevalensi hipertensi di tahun 2018 untuk kelompok usia ≥ 18 tahun sebesar 34,1%. Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebanyak 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi dikenal sebagai ‘pembunuh senyap atau silent killer’ karena sebagian besar tak bergejala.
Dikategorikan menderita hipertensi bila “Seseorang memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg,” terang dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro, SpJP(K), dari RS Jantung Harapan Kita, Jakarta.
Tensi normal bila nilai tekanan darah sistolik (saat jantung memompa) adalah 120-129 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik (saat jantung istirahat) 80-84 mmHg; biasa ditulis dengan 120-129/80-84 mmHg.
Salah satu hal penting dalam pencegahan dan pengendalian hipertensi adalah pemeriksaan tekanan darah berkala. Selain oleh dokter di klinik, periksa tekanan darah perlu juga dilakukan di rumah menggunakan ambulatory blood pressure monitoring (ABPM) atau home blood pressure monitoring (HBPM).
“Rata-rata hasil pengukuran tekanan darah di rumah berbeda dengan di klinik,” kata dr. Ario, dalam seminar virtual Kelola Hipertensi, Cegah Gagal Jantung dan Kematian, Kamis (12/11/2020).
“Tekanan darah yang tinggi saat datang ke klinik belum tentu hipertensi, barangkali tegang selama di klinik. Itu sebabnya harus dipastikan dengan periksa di rumah.”
Dalam istilah medis kondisi tersebut disebut white-coat hypertension, di mana tekanan darah cenderung tinggi saat seseorang periksa ke klinik atau bertemu dokter. Biasanya dipicu oleh perasaan gugup atau stres saat menunggu dokter.
Periksa tekanan darah di rumah dianggap perlu karena pasien akan merasa lebih rileks, sehingga memberikan hasil yang lebih akurat.
Baca : Bagaimana Cara Lakukan Cek Tekanan Darah Mandiri
Dr. Ario menambahkan hasil periksa tekanan darah di rumah akan berbeda antara jika dilakukan pagi – siang dan malam hari.
Bila pengukuran dilakukan pagi sampai siang hari (atau ketika bangun tidur) dan hasilnya > 135/85 mmHg sudah dikategorikan sebagai hipertensi. “Demikian pula bila pemeriksaan malam hari (saat hendak tidur) hasilnya > 120/70 mmHg, digolongkan sudah hipertensi,” katanya.
Sebagai informasi, ada yang namanya irama tekanan darah menyesuaikan aktivitas. Saat matahari terbit – ketika manusia beraktivitas – tekanan darah secara alamiah meningkat, dan saat matahari tenggelam tekanan darah ikut turun.
Siapa yang harus periksa tekanan darah rutin?
Dr. Ario menjelaskan setiap orang hendaknya tahu ukuran tekanan darahnya. Ini penting sebagai deteksi dini / pencegahan hipertensi.
Untuk mereka yang memiliki tekanan darah optimal (<120/80 mmHg) periksa tekanan darah bisa dilakukan tiap 5 tahun. Pada mereka dengan tensi nomal (120-129/80-84 mmHg) dianjurkan periksa tekanan darah setiap 3 tahun.
Sementara pada mereka dengan tekanan darah normal tinggi (130-139/85-89 mmHg), periksa tekanan darah setiap tahun. “Jika mencurigai ada hipertensi terselubung, periksa tekanan darah di rumah,” imbuh dr. Ario.
Untuk mereka yang sudah dinyatakan hipertensi lakukan kontrol tekanan darah sesuai anjuran dokter dan tetap periksa tekanan darah di rumah untuk konfirmasi diagnosis. (jie)
Baca juga : Hipertensi Bisa Sebabkan Gagal Jantung, Bagaimana Mengelola Di Masa Pandemi?