WHO menekankan hingga saat ini tidak ada pengobatan spesifik yang direkomendasikan untuk mencegah infeksi virus corona (SARS-CoV-2). Ini berarti selain menerapkan protokol kesehatan, menjaga daya tahan tubuh adalah kunci utama mencegah penularan COVID-19.
Riset Philip C Cobder, dkk (di Jurnal Nutrients edisi April 2020) mengatakan status gizi yang optimal untuk sistem kekebalan yang berfungsi baik merupakan faktor penting untuk melindungi dari infeksi virus, termasuk corona.
Walau terdengan klise, tetapi daya tahan tubuh yang baik bisa diperoleh dengan konsumsi makanan sehat, membatasi makan cepat saji, olahraga teratur 3-4 kali seminggu (@ 30 menit), cukup tidur 7-8 jam per hari dan menghindari faktor-faktor pemicu stres.
Khusus tentang makana, salah satu nutrisi yang bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh adalah vitamin D; yang lainnya termasuk vitamin A, B6 dan B12, C, zinc, asam folat dan magnesium.
Vitamin D dikenal juga sebagai sunshine vitamin. Di awal pandemi sempat beredar hoax bahwa kita dianjurkan berjemur karena panas sinar matahari bisa mematikan virus corona.
Ternyata yang lebih tepat adalah berjemur akan mengaktifkan vitamin D di bawah kulit dan meningkatkan daya tahan tubuh, serta mencegah respons imun yang berlebihan.
Dr. Cindiawaty J. Pudjiadi MARS, MS, SpGK, RS Medistra, Jakarta, menjelaskan peran vitamin D dalam sistem imun antara lain menjaga fungsi saluran cerna – ini penting karena 80% kekebalan tubuh dibentuk di saluran cerna.
“Termasuk juga dan melindungi paru dari infeksi, meningkatkan perlindungan sel kornea mata, dan menjaga fungsi sel epitel ginjal,” katanya.
Dalam sebuah penelitian terlihat hubungan antara kekurangan vitamin D dengan tingginya kematian di 10 negara akibat COVID-19. Pemimpin penelitian Vadim Backman, yang juga profesor Biomedical Engineering, mengatakan vitamin D tidak hanya meningkatkan sistem imun bawaan, tetapi juga mencegah sistem imun kita terlalu aktif. Ini berarti memiliki cukup kadar vitamin D bisa mencegah komplikasi parah dan kematian akibat COVID-19.
Hal tersebut mungkin, urai dr. Cindi, karena vitamin D memiliki banyak mekanisme, seperti menurunkan jumlah replikasi virus, mengurangi konsentrasi sitokin (protein yang dihasilkan sistem kekebalan tubuh) proinflamasi yang menyebabkan peradangan di paru-paru. Sekaligus, meningkatkan konsentrasi sitokin anti-inflamasi.
“Kekurangan vitamin D berkontribusi pada sindrom gangguan pernapasan akut. Dan, penelitian juga menyatakan angka fatalitas kasus meningkat dengan bertambahnya usia dan komorbid penyakit kronis, keduanya berhubungan dengan konsentrasi vitamin D yang lebih rendah,” tukas dr. Cindi.
Sinar matahari pagi (sebelum pukul 09.00) dan sore (setelah pukul 15.00) diketahui sebagai sumber vitamin D terbaik.
“Berjemurlah sebelum pukul 09.00, lima menit dulu. Kemudian naikkan secara bertahap, maksimum 15 menit, 2-3 kali seminggu. Hentikan berjemur jika kulit mulai merah muda. Dilarang berjemur jika Anda sensitif sinar matahari,” tambahnya.
Selain itu vitamin D alamiah bisa didapatkan dari ikan laut (salmon, sarden, trout, makarel, tuna), kuning telur, kerang, hati sapi, susu, keju dan jamur. Selain itu vitamin D bisa diperoleh dari makanan yang difortifikasi vitamin D (misalnya sereal dan biskuit), minyak ikan dan suplemen vitamin D.
Riset William B. Grant, yang diterbitkan di Jurnal Nutrients (April 2020) membuktikan bila suplementasi vitamin D bisa mengurangi risiko influenza dan infeksi COVID-19, serta kematian. (jie)
Baca juga : Kenapa Anak Dengan Alergi Susu Sapi Butuh Lebih Banyak Vitamin D Saat Pandemi COVID-19