Probiotik boleh dikatakan sebagai ‘keajaiban’ medis, bakteri digunakan untuk menuntaskan banyak penyakit. Riset menyatakan konsumsi probiotik bisa cegah diabetes.
Penelitian baru menunjukkan bakteri baik ini pun mampu ‘menulis ulang’ sel epitel sehingga dapat menormalkan gula darah pada penderita diabetes, baik tipe 1 maupun tipe 2.
Studi epidemiologi memperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Penelitian juga menyatakan diabetes menjadi penyebab kematian kedua (14,7%) penduduk perkotaan usia 45-54 tahun, dan penyebab ke 6 (5,8%) di pedesaan.
Secercah harapan muncul bagi penyandang diabetes. Konsumsi probiotik menurut penelitan terbukti menurunkan gula darah sampai 30%. Peneliti dari Cornell University, New York, Amerika Serikat menemukan konsumsi probiotik dapat mengubah ‘tombol’ pengatur gula dalam darah dari pankreas ke usus bagian atas.
Sebagaimana diketahui pada penyandang diabetes, pankreas tidak bisa atau tidak cukup memroduksi insulin. Atau, insulin yang diproduksi tidak berfungsi optimal sehingga tubuh tidak bisa merubah gula menjadi energi.
Profesor John March dan tim menggunakan probiotik golongan Lactobacillus yang akan mengeluarkan glucagon-like peptide 1 (GLP-1), sebuah hormon yang akan melepaskan insulin sebagai respon dari makanan yang masuk dalam tubuh. Tikus percobaan sengaja dibuat menderita diabetes, kemudian diberi pil probiotik setiap hari selama 90 hari.
Di akhir penelitian didapati tikus yang mendapatkan pil probiotik mengalami penurunan gula darah sebanyak 30% dibandingkan kelompok kontrol (tidak mendapat pil probiotik).
“Yang lebih menarik, tampaknya probiotik mengubah sel epitel usus bagian atas menjadi sel yang berperilaku seperti sel beta pankreas, yakni mengeluarkan insulin dan mengatur gula darah,” papar Prof. March, yang juga adalah pemimpin penelitian.
Ketika probiotik yang sudah dimodifikasi ini diberikan pada tikus sehat, tidak tampak ada perubahan kadar gula darah. Riset ini dipublikasikan dalam Journal Diabetes.
Gantikan camilan dengan yogurt
Riset pada manusia yang ditulis dalam British Journal of Nutrision dilakukan pada 17 orang sehat. Kelompok dibagi dua: yang mendapatkan dua botol susu fermentasi probiotik setiap hari selama 3 minggu vs (versus) kelompok kontrol. Pada minggu keempat kedua kelompok mendapat diet tinggi lemak dan kalori. Susu probiotik tetap diberikan pada kelompok pertama.
Riset menunjukkan asupan tinggi lemak dan tinggi kalori selama seminggu akan menurunkan sensitivitas insulin 27%. Namun pada kelompok pertama sensitivitas insulin dan level gula darah tetap terjaga.
Studi lain yang dilakukan oleh dr. Nita G. Forouhi, dkk., dari University of Cambrige School of Clinical Medicine, Inggris, menemukan bahwa mengganti camilan keripik kentang dangan yogurt rendah lemak bisa mengurangi risiko diabetes tipe 2 hingga 50%.
Riset dilakukan dengan membandingkan makanan/minuman harian (selama 7 hari) partisipan studi EPIC-Norfolk. Usia rerata partisipan adalah 59 tahun dengan indeks massa tubuh 26 kg/m². Mereka diberi pertanyaan mengenai makanan olahan susu yang dikonsumsi (yogurt, keju atau susu), baik tinggi atau rendah lemak.
Didapatkan bahwa susu adalah yang paling sering dikonsumsi (82%), menyusul keju (9%) dan yogurt (8%). Rerata konsumsi harian adalah 259 gram per hari dengan 65%-nya adalah rendah lemak.
Setelah dilakukan penyesuaian dengan faktor-faktor yang ada, ditemukan hubungan yang bermakna antara konsumsi produk olahan susu rendah lemak terfermentasi dengan kejadian DM2 baru. Pemberian yogurt rendah lemak berhubungan dengan 35% penurunan risiko diabetes.
Dalam analisa yang terpisah dilakukan pemeriksaan terhadap efek mengganti makanan camilan seperti kue, puding, biskuit atau keripik dengan produk olahan susu. Konsumsi yogurt dibandingkan dengan keripik menurunkan risiko diabetes sebesar 47%. Namun penggantian keripik dengan produk olahan susu lainnya tidak menurunkan risiko diabetes secara bermakna.
Probiotik ditengarai meningkatkan pembentukan menaquinone (vitamin K2), memperbaiki profil lemak dan status antioksidan pada pasienDM2. Riset ini ditulis dalam jurnal ilmiah Diabetologia 2014. (jie)