Kejadian infeksi saluran kemih (ISK) tidak semata-mata karena sisa air seni yang menumpuk, namun juga adanya akumulasi smegma di area kepala penis. Balanitis adalah ISK yang disebabkan oleh penumpukan smegma.
“Banyak orangtua hanya membersihkan areal luar penis, tidak menarik kulup ke belakang. Akibatnya di sekitar leher penis menumpuk smegma.”
“Menyebabkan bau yang tidak sedap dan kotor. Sel-sel yang memproduksi smegma banyak terdapat di kulit bawah penis. Jika kulit ini dibuang (sunat) maka otomatis produksi smegma juga berkurang,” tukas dr. Mahdian Nur Nasution, Sp.BS, dari Rumah Sunatan.
Smegma merupakan sekresi alami yang diproduksi oleh kelenjar-kelenjar di sekitar kepala penis. Pada mereka yang belum disunat, hasil produksi dari sekret tersebut sering terperangkap pada lipatan kulit kepala penis. Menjadi medium ideal untuk bakteri berkembang biak.
Baca juga : Penis Fimosis Membuat Anak Lebih Gampang Alami Demam, Perlu Segera Sunat
Penumpukan smegma di kepala penis bisa memicu infeksi yang dalam istilah medis disebut balanitis. Kondisi ini dapat menjalar sampai ke batang penis atau postitis, sehingga disebut balanopostitis. Menimbulkan nyeri saat berkemih dan dapat menyebabkan ke luarnya nanah dari kulup.
Infeksi berulang dapat menyebabkan kulit pada glans (kepala) penis kering (menjadi seperti bersisik), dan menutup saluran kencing. Akibatnya air seni tidak bisa memancar sempurna.
“Biasanya kejadian balanitis baru ketahuan waktu kulupnya di buka. Jika mengalami balanitis berulang, menyebabkan kulit (kulup) menjadi keras, ada jaringan parut dan sulit dibuka. Dibutuhkan antibiotik untuk mengatasi balanitis,” ungkap dr. Mahdian.
Pencegahan
Sangat dianjurkan saat memandikan anak/bayi, penis seyogyanya juga dibersihkan dengan cara menarik kulup secara perlahan dan menyabun bagian dalam penis. Tindakan ini bertujuan meminimalkan risiko kejadian infeksi saluran kemih.
Kapan harus sunat
Dr. Mahdian menyarankan khitan dilakukan saat anak masih bayi, tepatnya saat usia dibawah < 6 bulan. Cara ini dipandang lebih aman dibandingkan jika dilakukan saat si anak lebih besar. Setidaknya ada empat alasan.
- Usia 0-6 bulan adalah masa cepat pertumbuhan bayi. “Sel-sel tubuh berkembang sangat cepat, ditunjukkan biasanya berat bayi umur 6 bulan adalah 2x berat lahir. Ini berdampak pada proses penyembuhan luka yang juga lebih cepat,” imbuh dr. Mahdian.
- Usia 0 – 6 bulan si kecil belum masuk fase tengkurap dan merangkak, sehingga meminimalkan risiko tergesek.
- Mencegah trauma psikis yang bisa dialami jika anak disunat pada usia lebih dewasa.
- Luka pascasunat lebih sulit sembuh jika khitan dilakukan pada usia SD – SMP (seperti yang menjadi tradisi di masyarakat Jawa Tengah – Jawa Timur). Alasannya pada usia ini anak-anak mulai mengalami ereksi di pagi hari. Kulit yang sedang proses penyembuhan akan meregang (saat ereksi), sehingga luka kembali terbuka. Kondisi kulit kelamin pada anak yang lebih dewasa pun lebih tebal dibanding bayi, menyebabkan proses penyembuhan lebih lama. (jie)