Gawai, ekspektasi dalam pernikahan, dan minimnya waktu berkualitas. Tiga hal ini kerap menjadi batu sandungan dalam pernikahan zaman sekarang. Ini diungkapkan oleh psikolog Ajeng Raviando, M.Psi, dalam bincang-bincang Istri Resik, Pernikahan Harmonis yang diselenggarakan oleh Resik V Godokan Sirih di Jakarta. Apakah hal-hal tersebut juga sering jadi masalah dalam kehidupan rumah tangga Anda?
Gawai
Boleh jadi, kita lebih akrab dengan gawai ketimbang pasangan sendiri. Mulai dari urusan kerja, mencari infoemasi, hingga berselancar di media sosial. (Baca juga: Komunikasi dan Kebersihan Organ Intim, Kunci Hubungan Suami Istri)
“Banyak orang yang terbiasa memegang gawai 24 jam, termasuk di tempat tidur,” ujar Ajeng. Bahkan, tak sedikit orang yang melakukan phubbing. “Yakni tindakan tidak melakukan percakapan face to face dengan lawan bicara, tapi lebih sibuk dengan gawai,” terang Ajeng. Coba diingat-ingat, tanpa sadar, kita pun mungkin sering melakukan ini saat bersama pasangan.
Ekspektasi berlebihan.
Semua orang pasti memiliki ekspektasi terhadap pasangan dan kehidupan pernikahan. Ini sah-sah saja, seharusnya memang ada. Dengan ekspektasi ini, kita bisa bekerja sama dengan pasangan untuk membangun rumah tangga yang ideal menurut kita.
Yang menjadi masalah, bila ekspektasi ini berlebihan atau cenderung tidak masuk akal seperti laiknya dongeng. Media sosial memiliki pengaruh besar dalam hal ini. “Kita melihat pasangan lain sepertinya asik banget, rukun. Muncullah rasa iri ingin seperti itu, dan merasa pasanga kita tidak seperti itu,” ujar Ajeng.
Lama kelamaan kita terus memikirkannya, hingga timbul rasa cemas. Kita jadi merasa bahwa pasangan kita jauh dari sosok ideal. Akhirnya timbullah cekcok. “Padahal tadinya tidak ada masalah,” jelas Ajeng. (Baca juga: 5 Bahasa Cinta – Yang Mana Tipe Pasangan dan Anda?)
Minimnya waktu berkualitas.
Lagi-lagi, gawai dan media sosial punya andil besar dalam hal ini. “Kalau kita tetap sibuk dengan gawai, bahkan di ruang intim seperti tempat tidur, apakah waktu bersama pasangan jadi berkualitas?” tutur Ajeng.
Akhirnya, kita hanya menghabiskan waktu bersama, tapi hanya secara fisik. Tidak tercipta waktu berkualitas karena masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri. Pembicaraan yang terjadi pun sekadarnya saja. Tidak tercipta komunikasi yang intim dan hangat. “Akhirnya pembicaraan hanya seputar urusan domestik dan rumah tangga yang tidak ada habisnya. Pembicaraan soal rasa kadang terlupakan, karena kita sibuk dengan rutinitas,” sesal Ajeng. (Baca juga: Soraya Larasati: “Hubungan Intim dengan Suami Penting, Jangan Jadi Sahabat Pena”)
Ketiga hal tersebut tampaknya sepele, tapi bisa besar dampaknya bila dibiarkan berlarut-larut. Ada baiknya mulai membuat ‘kesepakatan’ dengan pasangan untuk menjauhkan gawai dalam waktu tertentu. Misalnya saat makan bersama, dan ketika masuk kamar.
Terkait media sosial, tidak perlu benar-benar menghindarinya. Namun sadarilah, apa yang terpampang di sana tidak 100% menggambarkan kenyataan. Pernikahan bahagia tidak tercipta begitu saja, melainkan hasil dari kerja kolaborasi suami dan istri, juga anak-anak. (nid)
__________________________________________
Ilustrasi: rawpixel / Pixabay.com