hipertensi pada anak dan remaja

Waduh… Anak dan Remaja Juga Berisiko Hipertensi, Ini Penyebabnya

Hipertensi bukan hanya “peperangan” bagi orang dewasa atau lansia. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 mencatat, sebagian kasus hipertensi terjadi pada anak, remaja dan dewasa muda. 

Hipertensi walau terjadi di usia muda tetap disebut sebagai silent killer, si pembunuh diam-diam. Hipertensi diperkirakan diderita oleh 1 – 8 orang usia 20 hingga 40 tahun. Data SKI 2023 menyebutkan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tensimeter sebesar 10,7% pada kelompok usia 18–24 tahun dan 17,4% pada kelompok 25–34 tahun.

Lantas bagaimana kejadian hipertensi pada anak dan remaja? Dr. BRM. Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K), FIHA, Sekjen InaSH (Indonesian Society of Hypertension) menyatakan, dalam praktik sehari-hari hipertensi juga bisa ditemui pada pasien anak-anak, remaja, usia produkitif hingga ibu hamil. 

“Peningkatan angka kejadian hipertensi pada anak dan remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain peningkatan kejadian obesitas, anak kurang beraktivitas, terlalu banyak bermain gadget, asupan makanan yang tinggi kalori dan tinggi garam.” 

“Bagi remaja, konsumsi minuman yang mengandung alkohol dan kafein, kebiasaan merokok, stres mental dan kurang tidur, juga memicu hipertensi. Jika sudah terkena hipertensi saat usia muda, maka sampai dewasa mereka akan menjalani hidup dengan pengobatan hipertensi, serta memperbesar risiko penyakit kardiovaskular pada masa dewasa,” urainya di sela acara The 19th Scientific Meeting Indonesian Society of Hypertension (InaSH) 2025, Jumat (21/2/2025).  

Perlu dipahami, batasan tekanan darah normal pada anak, berbeda-beda untuk setiap kelompok umur, jenis kelamin dan tinggi badan. Hal ini berbeda dengan dewasa yang menggunakan satu batasan tekanan darah normal untuk semua umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuh. 

Tekanan darah normal pada anak-anak bisa bervariasi karena proses pertumbuhan yang pesat. Tekanan darah normal untuk anak-anak menurut kelompok usia adalah sebagai berikut:

  1. Bayi baru lahir sampai 1 bulan: 260-90/20-60 mmHg
  2. Bayi di atas 1 bulan: 87-105 / 53-66 mmHg
  3. Usia 3-5 tahun: 95-110 / 56-70 mmHg
  4. Usia 6-13 tahun: 97-112 / 57-71 mmHg
  5. Usia 13-17 tahun: 108-143 / 62-94 mmHg

“Idealnya, mulai dari usia 3 tahun, anak bisa mulai menjalani pemeriksaan tekanan darah, setidaknya setahun sekali, seperti halnya pengukuran berat dan tinggi badan yang perlu dilakukan pada setiap anak secara teratur. Pada anak-anak dengan riwayat lahir prematur, berat lahir kurang dari 2500 gram, atau riwayat dirawat di ruang perawatan intensif/ICU, memerlukan pemeriksaan tekanan darah lebih dini lagi,” imbuh dr. Ario. 

Hipertensi pada anak, remaja dan dewasa muda perlu menjadi perhatian khusus, karena seperti diketahui, hipertensi tidak bisa disembuhkan total, tetapi hanya dapat dikontrol. Jika sudah menderita hipertensi di usia muda, maka akan terjadi penurunan kualitas hidup saat dewasa hingga lansia. 

“Namun, jika memang sudah terjadi, maka kejadiannya bisa diatasi dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat, mengonsumsi obat-obatan secara patuh, dan melakukan pemantauan rutin,” dr. Ario menegaskan.

Hipertensi primer yang tak bergejala 

Salah satu sebab sulitnya penanganan hipertensi adalah sebagian besar pasien tidak merasakan gejala, hingga akhirnya menimbulkan komplikasi. Ini berarti pencegahan hipertensi adalah kuncinya. 

Prof. Dr. dr. Teguh A.S Ranakusuma, SpN(K), Adboard InaSH menjelaskan, “Salah satu yang perlu diperhatikan adalah mencegah faktor risiko yang menyebabkan peningkatan tekanan darah yang tidak normal (pencegahan primodial). Pencegahan primordial tekanan darah abnormal pada masa kanak-kanak, jika efektif, dapat menurunkan tingkat hipertensi pada usia dewasa muda dan mungkin mengurangi tingkat penyakit kardiovaskular terkait hipertensi.” 

Sebagian besar kondisi tekanan darah tinggi, terutama pada kelompok hipertensi primer (hipertensi esensial; hipertensi yang tidak disebabkan oleh kondisi medis tertentu) tidak memiliki gejala yang spesifik. 

Faktor risiko hipertensi primer: 

  1. Faktor genetik atau keturunan
  2. Obesitas
  3. Konsumsi garam berlebihan
  4. Kurang konsumsi kalium
  5. Kebiasaan buruk, seperti merokok, mengonsumsi alkohol secara berlebihan, sering begadang, dan mengalami masalah tidur

“Hipertensi sangat berbahaya karena progresivitas penyakit akan terus berlangsung dengan komplikasi ke berbagai organ, namun sebagian besar orang tidak merasakan gejala apapun,” terang Prof. Teguh. 

Gejala baru akan muncul jika sudah timbul komplikasi yang berat, antara lain sakit kepala atau pusing, rasa mudah lelah saat aktivitas, nyeri dada, gelisah, penglihatan buram, mimisan, bahkan penurunan kesadaran. 

Sangat penting untuk melakukan pencegahan hipertensi, terutama bagi mereka dengan risiko tinggi, seperti mereka dengan obesitas, diabetes, kolesterol tinggi, riwayat keluarga dengan hipertensi dan ada gangguan ginjal. 

“Gaya hidup sehat dan deteksi dini perlu menjadi basis untuk pengendalian tekanan darah, serta mengurangi beban ekonomi yang ditimbulkan. Hipertensi yang tidak dikendalikan dengan baik dapat mengakibatkan kerusakan organ seperti otak, jantung dan ginjal yang menyebabkan disabilitas, kualitas hidup buruk, bahkan kematian,” tutup Prof. Teguh. (jie)