mengenal autisme dan bagaimana deteksi dininya
mengenal autisme dan bagaimana deteksi dininya

Mengenal Autisme Anak dan Bagaimana Deteksi Dininya

Cukup sering terjadi anak – anak mengalami gangguan / keterlambatan perkembangan, salah satunya autisme. Padahal bila orangtua mampu mendeteksi sejak dini, terapi bisa segera dilakukan, memberi hasil yang lebih baik.

Gangguan spektrum autisme (GSA) – biasa disebut autisme - merupakan gangguan perkembangan kognitif yang berlangsung selamanya. Autisme bisa memengaruhi perkembangan berpikir, berbahasa, ketrampilan motorik dan sosial.

Walau memiliki keterlambatan kemampuan dalam fungsi-fungsi tersebut, anak dengan autisme tidak berarti mereka bodoh atau terbelakang. Sangat mungkin mereka memiliki kemampuan lebih di bidang lain seperti numerik atau matematika.

Seharusnya GSA atau ASD (autism spectrum disorder) bisa didiagnosa pada usia 12 – 18 bulan, asal orangtua jeli melihat adanya gangguan perkembang kognitif.

Dr. Arifianto, SpA(K), spesialis anak dan pengarang buku ‘Berteman Dengan Demam’ mengatakan tidak jarang ia mendapatkan anak-anak dengan gangguan autisme datang pada usia di atas 2 tahun. “Padahal orangtuanya sudah mulai curiga keterlambatan perkembangan bahasa dan interaksi sosial pada anaknya sebelum usia tersebut,” tulisnya di akun Twitter pribadi @dokterapin.

Upaya deteksi dini autisme bisa menggunakan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sebagai pedoman. Tidak hanya dipakai untuk memantau pertumbuhan (tinggi, berat dan lingkar kepala), buku ini juga memberikan panduan stimulasi perkembangan (kemampuan otak) dan pemantauannya.

Gejala spesifik / karakteristik utama gangguan spektrum autisme meliputi tiga hal. Pertama, gangguan komunikasi. Kedua, gangguan interaksi sosial. Ketiga, perilaku, minat dan aktivitas terbatas, berulang dan stereotipik.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengatakan gejala awal anak dengan autisme bisa beragam, salah satu yang tersering adalah tidak adanya kontak mata ketika berbicara dengan orangtuanya, dan tidak terlihat ‘ngeh’ ketika diajak bicara orang lain.

“Apabila ada kriteria perkembangan yang belum / tidak mampu dicapai seorang anak sesuai usianya, maka curigai adanya keterlambatan/gangguan perkembangan, salah satunya perkembangan bahasa, komunikasi dan interaksi sosial. Segera bawa ke dokter. Jangan tunda. Deteksi dini masalah!” dr. Arifianto menekankan.

Yang perlu dipahami adalah tidak semua gangguan bahasa dan komunikasi merupakan gejala autisme. “Kembali ke 3 kriteria sebelumnya. Isu ‘speech delay’ makin popular belakangan. Ada beberapa kemungkinan: gangguan bahasa ekspresif, gangguan pendengaran, gangguan komunikasi sosial , dll. Dokter (yang) mediagnosisnya,” imbuh dr. Arifianto.

Terapi ABA

Secara umum, anak dengan GSA memiliki kesulitan untuk fokus, keseimbangan yang kurang baik, keterlambatan bicara, perilaku berulang (repetitif), kesulitan beradaptasi, serta keterampilan motorik yang cenderung tumbuh lebih lambat dari anak-anak lain. Belum lagi tantangan lain seperti terbatasnya kontak mata, komunikasi verbal dan non-verbal, dan keterampilan sosial.

Intervensi anak autisme dimulai dari terapi sensori integrasi – bagian dari terapi okupasi – dan bisa berlanjut dengan ABA (Applied Behavioral Analysis) yang sesuai kebutuhannya.

Menurut psikolog Rr. Finandita Utari MPsi, ada banyak cara untuk mendukung keberhasilan terapi. “Salah satunya dengan berolahraga atau melakukan gerakan yang melatih koordinasi tubuh. Mulai dari mata, tangan, kaki, dan sebagainya,” terangnya.

Hal ini dapat meningkatkan keterampilan motorik, komunikasi, sosial, dan cara berpikir anak-anak dengan autisme. Selain itu, rutinitas dapat meningkatkan fokus, melatih kemandirian dan mengurangi hipersensitivitas mereka. (jie)

Baca juga: Diet Untuk Anak Autis