Sembelit atau konstipasi adalah salah satu gangguan pencernaan yang pernah dialami setiap orang. Sembelit ternyata juga kerap terjadi saat liburan.
Sembelit terjadi ketika saluran pencernaan tidak berfungsi normal dimana terjadi penurunan pergerakan; menyebabkan sulit buang air besar (BAB). Ditandai bila seseorang BAB kurang dari tiga kali seminggu.
“Atau bisa BAB tiap hari tetapi feses keras, sehingga harus mengejan, ada rasa tidak tuntas atau terasa mengganjal,” terang dr. Riana Nirmala Wijaya, medical expert dari Sanofi Indonesia.
Studi tahun 2008 oleh Tuteja A, dkk., menyatakan empat dari 10 orang yang melakukan perjalanan jauh mengalami sembelit. Ini dipicu oleh perubahan pola dan jenis makan, rasa letih (kecapekan), perubahan waktu BAB, jet lag dan stres selama dalam perjalanan.
Stres akan memicu bertambahnya produksi hormon kortisol, yang menjadi salah satu sebab melambatnya pergerakan usus.
“Kecapekan dan mood berpengaruh pada pergerakan usus. Demikian juga penggunaan toilet umum akan menyebabkan seseorang menahan rasa ingin BAB. Kebiasaan menahan BAB bisa memicu sembelit,” katanya dalam acara Dulcolax Atasi Sembelit Saat Traveling, di Jakarta (28/11/2018).
Jangan pernah anggap remeh sembelit karena berisiko menyebabkan ambeien (hemoroid). “Tinja menjadi keras sehingga terpaksa harus mengejan. Kebiasaan mengejan merupakan salah satu penyebab ambeien. Selain itu feses keras juga berisiko menyebabkan luka (perdarahan) anus,” terang dr. Riana.
Mencegah dan mengatasi sembelit
Pencegahan sembelit bahkan bisa dilakukan jauh-jauh hari sebelum melakukan perjalanan liburan. Hal-hal yang perlu dilakukan antara lain:
- Mencukupi kebutuhan serat (sayur dan buah). “Idealnya kebutuhan buah sekitar 18 gr/hari, atau sekitar 5 buah apel per hari, dan ditambah asupan sayuran.
- Cukup cairan dan hindari minuman yang mengandung kafein.
- Toilet training. Latihan ini dilakukan tiap pagi 30 menit setelah sarapan. Bertujuan untuk membentuk kebiasaan BAB tiap pagi.
- Lakukan olahraga yang bersifat kardio. “Olahraga ritmik (kardio) akan meningkatkan aliran darah termasuk ke usus, sehingga merangsang pergerakan usus,” tambah dr. Riana.
Namun jika Anda sudah terlanjur mengalami sembelit, selain melakukan hal-hal di atas bisa dibantu dengan obat laksatif (pencahar). Menurut Debi Widianti, Senior Brand Manager Consumer Healthcare Sanofi Indonesia, di pasaran terdapat tiga macam obat pencahar: tablet, supositoria dan sirup.
“Efek laksatif tablet akan terasa dalam 6-12 jam. Jadi kalau kita punya kebiasaan BAB tiap pagi. Obat pencahar ini diminum malam hari sebelum tidur, rasa mulas (ingin BAB) akan muncul saat pagi harinya,” terang Debi.
Laksatif supositoria – obat yang dimasukkan lewat anus – sifatnya untuk kondisi darurat, dan akan langsung bereaksi dalam waktu 30 menit. Sementara pencahar sirup biasanya digunakan untuk anak-anak. Sifat laksatif ini mengencerkan feses tanpa merangsang pergerakan usus (tidak membuat rasa mulas).
“Laksatif sirup bisa dicampur dengan minuman sari buah atau makanan. Efek akan muncul dalam 1-2 hari,” tutur Debi.
Yang perlu diperhatikan adalah, saat memakai obat pencahar sebaiknya membaca aturan pakai terlebih dulu untuk menghindari efek samping, seperti diare. (jie)