Mie instan, baik rebus atau goreng, dengan telur, keju dan cabai rawit sangat digemari anak-anak dan orang dewasa, juga anak kos yang jauh dari orangtua dan harus ngirit. Boleh saja, hanya jangan terlalu sering.
Penelitian yang dilakukan Baylor University Medical Center, Amerika Serikat, menemukan, konsumsi mie instan (termasuk ramen) dua kali seminggu atau lebih, berhubungan dengan sindrom kardiometabolik, yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan kondisi lain seperti diabetes dan stroke.
Perempuan harus lebih berhati-hati. Ditemukan bahwa risiko tersebut lebih lazim pada perempuan. Diduga, hal ini berkaitan dengan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, seperti hormon dan metabolisme, serta komponen sindrom metabolik dan obesitas.
Perbedaan kebiasaan makan dan akurasi dalam laporan makanan juga berpengaruh. Faktor potensial lain yakni senyawa kimia bisphenol A (BPA), yang digunakan untuk mengemas mie dalam sterofoam.
Berbagai studi menunjukkan, BPA mengganggu kerja hormon, terutama estrogen, dalam mengirimkan pesan ke seluruh tubuh.
Terlepas dari pengaruh jenis kelamin maupun penyebabnya, studi ini mengingatkan kita untuk memahami pentingnya pengaruh makanan terhadap tubuh. Apalagi, konsumsi mie instan relatif tinggi pada populasi Asia.
Riset utamanya difokuskan di Korea Selatan, dengan konsumsi mie instan per kapita paling tinggi di dunia. Beberapa tahun terakhir, masalah kesehatan di Korea Selatan meningkat cepat, khususnya penyakit jantung dan bertambahnya orang dewasa yang kelebihan berat badan (BB).
Perubahan ini dapat menyebabkan peningkatan kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, serta meningkatkan beban biaya kesehatan. (nid)