pro kontra vaksin nusantara untuk bemaslahatan bersama

Pro Kontra Vaksin Nusantara, Demi Kemaslahatan Bersama

Sejumlah anggota DPR Rabu kemarin (14 April 2021) menyambangi RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Wakil Ketua Komisi IX DPR (membidangi masalah kesehatan) Melki Laka Lena menyatakan, mereka akan vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Letjen  TNI Dr. dr. Terawan Agus Putranto. Pimpinan DPR Sufni Dasco Ahmad ikut serta. Dewan Pembina partai Golkar Aburizal Bakrie sudah lebih dulu disuntik vaksin Nusantara.

Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari juga berminat.“Saya baca Pak Sudi Silalahi (purnawirawan perwira tinggi TNI & mantan Sekreratis Kabinet era SBY) sudah divaksin Nusantara. Saya juga dong,”ujarnya kepada Dr. Terawan, yang segera menjadwalkan Siti Fadilah dan seorang anaknya menjalani vaksinasi di RSPAD Gatot Subroto, hari Kamis ini. “Kami berdua semangat untuk divaksin Nusantara,” ujarnya seperti ditulis DI’s Way.

Vaksin Nusantara sudah diberikan kepada ratusan orang di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto. Setiap hari rata-rata 40 orang yang memanfaatkan vaksin mandiri ini. Mulai minggu depan, Dr. Terawan berharap, satu hari sudah bisa melayani 80 orang.  Vaksin Nusantara bekerja dengan cara berbeda. Pertama datang, pasien diambil darahnya sekitar 20 cc. Darah tersebut diberi antigen dan disimpan di laboratorium selama sekitar 2 minggu. Setelah muncul antibodi covid-19 melalui sistem sel dendritik, darah itu disuntikkan lagi ke tubuh yang bersangkutan.

Sejumlah ahli dan BPOM menilai, vaksin Nusantara tidak sesuai kaidah medis. Karena itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak memberi izin pada uji klinis tahap 2. Vaksin ini dinilai belum memenuhi sejumlah persyaratan. Misalnya, tidak dipenuhinya uji vaksin yang baik (good clinical practical), proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).

Menurut Kepala BPOM Penny Lukito, antigen yang digunakan juga tidak memenuhi sarat pharmaceutical grade. Ada sejumlah catatan, termasuk kejadian tidak diinginkan (KTD), selama proses uji vaksin Nusantara berlangsung. Dalam hearing bersama para peneliti vaksin Nusantara 16 Maret 2021, diketahui KTD dalam uji fase 1 mencapai 71,4 persen dari total relawan. Sebanyak 20 dari 28 subjek mengalami KTD grade 1 dan 2. Beberapa relawan bahkan mengalami KTD grade/ kategori 3, dengan tingkat keluhan efek samping lebih berat.

Yang mengalami kejadian tidak diinginkan kategori 3, dengan rincian: 6 subjek mengalami hipernatremi, 2 subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN)
3 subjek mengalami peningkatan kolesterol. Adapun kejadian tidak diinginkan kategori 1 dan 2 berupa: nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, ruam, lemas, mual, demam, batuk dan pilek.

"Kejadian yang tidak diinginkan grade 3, menjadi salah satu kriteria untuk menghentikan pelaksanaan uji klinik," tulis Penny dalam rilisnya. Namun, kata Penny, para peneliti tidak menghentikan proses uji vaksin Nusantara, dan tidak melakukan analisis terkait kejadian efek samping di atas. Para peneliti juga dinilai tidak memahami proses pembuatan vaksin berbasis sel dendritik. “Peneliti utama Dr. Djoko (RSPAD Gatot Subroto) dan dr Karyana (Balitbangkes) tidak dapat menjawab proses-proses yang berjalan, karena tidak mengikuti jalannya penelitian," tutur Penny.

Di samping itu, semua komponen utama dalam pembuatan vaksin Nusantara impor dari Amerika Serikat; mulai dari antigen sampai alat-alat untuk persiapan penelitian. “Kondisi ini bisa menyita waktu lebih lama sampai vaksin diproduksi, karena  industri farmasi yang bekerja sama dengan AIVITA Biomedica Inc (USA), belum memiliki sarana produksi. Butuh waktu 2 - 5 tahun untuk mengembangkannya di Indonesia," kata Penny.

Pengambilan darah untuk sampel penelitian

Kepala RSPAD Gatot Subroto, Letnan Jenderal Dokter Albertus Budi Sulistya mengatakan, pengambilan darah sejumlah anggota DPR Rabu, 14 April 2021, tak lain merupakan bagian dari pengambilan sampel untuk penelitian uji klinis vaksin Nusantara. “Pengambilan darah sebagai tahapan dari pemberian vaksin tersebut. Pada tahap awal, dari sampel darah yang diambil, sel darah putih akan dibiakkan sekitar 5 hari. Setelah itu, sel darah putih akan dikenalkan dengan protein S pada SARS CoV-2 selama 2 hari. Ketika disuntikkan kembali, tubuh penerima diharapkan sudah terlatih melawan Covid-19,” katanya. 

Bila pemberian sel dendritik yang sudah dikenalkan dengan protein S SARS-CoV-2 memberi penambahan imunogenitas seluler dan humoral, hal ini akan menjadi pencapaian baru. “Akan menjadi penemuan yang besar dan aman untuk diberikan. Tapi, semua masih dalam penelitian.” Ditegaskan bahwa, “Prosedur penting, tapi kita jangan terbelenggu prosedur. Tahapan uji klinis sesuai protokol penelitian,” ujarnya Rabu,14 April lalu.

Kesediaan anggota DPR dan sejumlah mantan pejabat tinggi Negara untuk diambil darahnya, jelas merupakan dukungan terhadap vaksin Nusantara. Kehati-hatian BPOM dan sejumlah pakar kesehatan, tentunya, juga demi keselamatan dan kemaslahatan bersama. (sur)